****
Sesungguhnya bahaya itu ada dimana-mana.
****
Itu kan...
"Jangan bilang kalau lo dibopong sama yang lagi ngomong sama Kak Rian," kata Laudia sambil menggigit jari-jarinya. Dahi Selly mengkerut, "Emang iya. Terus kenapa memangnya?"
Laudia menepok jidatnya.
Kenapa semua ini harus terjadi pada sahabatnya itu?
"Jangan-jangan... " Laudia dengan cepat membuka ponselnya, mengecek apakah dugaannya itu benar.
Tuh kan
"Emm.. sayang, eh, m-maksud gue Audi, gue cabut duluan ya. Masih ada keperluan OSIS," ucap Rian seraya tersenyum ke arah Laudia. Pipi gadis itu merona seketika, ia terpaku di tempat sebentar, lalu mengangguk singkat.
"Bye, Audi." Laudia mengangkat tangannya, "Bye." Rian dan Deon melenggang dari UKS, menyisakan Laudia dan Selly yang ada di dalam.
"Lanjut, Di."
"Dia itu ketua OSIS yang gue maksud tadi, Sel!" ucap Laudia, raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran. "Ya, terus kenapa kalau cowok itu ketua OSIS? Memangnya salah gitu?
Nggak ada urusannya juga sama gue," ucap Selly dengan santai. Dia hanya belum tahu siapa itu Deon sebenarnya.
"Ya, jelas salah, lah, Sel. Dan otomatis ini menjadi urusan lo. Lo sedang dalam bahaya malah," ucap Laudia dengan nafas yang menggebu-gebu.
"Hah? Bahaya? Bahaya apaan maksud lo?" tanya Selly tidak mengerti dengan ucapan Laudia yang mengatakan kalau dirinya itu ada dalam bahaya. Laudia mengangkat ponselnya ke depan wajah Selly, "Lo liat aja sendiri."
Selly menggigit bibir bawahnya, dirinya itu menjadi hot news seantero sekolah, "T-terus sekarang gimana?"
"Ya, udah terima aja. Tapi tenang aja, kalau sampai lo kenapa-kenapa, gue yang bakal bantuin lo." Selly tersenyum, "Makasih, Audi."
Laudia mengangguk dan membalas senyuman Selly.
****
Selly berjalan memasuki supermarket yang berada di dekat perumahannya. Tentang keadaan kakinya, sekarang sudah tidak sesakit tadi. Ia mengambil trolly dan melihat list belanja yang dititipkan oleh mamanya tadi.
Cewek itu menuju ke bagian sayuran dan mengambil wortel, brokoli serta tomat. Lalu lanjut ke rak bagian selai. Matanya mencari selai stroberi yang biasa dibeli mamanya. Pandangannya berhenti ketika melihat selai stroberi itu berada di bagian atas rak. Kakinya berjinjit, tangannya berusaha menjangkau jar selai stroberi itu, namun ia tampak kesulitan untuk mengambil barang kaca itu.
Tiba-tiba saja sebuah tangan kokoh meraih jar selai stroberi yang ingin diambil Selly dan menyodorkannya ke cewek itu. Selly terkejut saat melihat siapa yang mengambil barang itu untuknya, "K-kak Deon?"
Ya, Deon lah yang membantu Selly mengambil barang itu. Deon menatap Selly datar. Gadis itu belum mengambil jar tersebut dari tangannya. Melihat tidak ada tanggapan, cowok itu langsung meletakkan jar tersebut ke dalam trolly milik Selly yang sudah terisi beberapa barang lainnya. Lalu Deon melenggang pergi.
"Itu, kan.. ketua OSIS ngeselin itu." Selly mengangkat bahunya dan menuju rak minuman. Lalu memasukan beberapa kaleng softdrink ke dalam trolly miliknya. Selesai sudah memilih barangnya. Sekarang saatnya ke kasir untuk pembayaran.
"Totalnya seratus dua puluh lima ribu." Selly merogoh kantung celana jeans bagian kanan dan hanya mendapati uang seratus ribu rupiah yang ia bawa. Ternyata uangnya kurang dua puluh lima ribu.
"Mm... dikur-"
"Tolong digabung!" Belum sempat Selly menyelesaikan kalimatnya sebuah suara bariton memotong pembicaraannya seraya menaruh beberapa barang yang ingin dibelinya, lalu menyerahkan kartu ATM berwarna gold miliknya ke petugas kasir.
Kepala Selly bergerak menatap cowok yang menolongnya dari rasa malu. Malu akibat kekurangan biaya belanjaan walaupun jika dibilang nominalnya sedikit juga tidak dan jika dibilang banyak juga tidak.
Matanya membelalak setelah sadar siapa orang yang telah menolongnya. Ya, lagi-lagi orang itu adalah Deon. Cowok yang belum lama ini juga baru menolongnya.
Astaga, malu gue.
"Totalnya jadi seratus tujuh puluh ribu." Deon mengangguk singkat dan mengurus pembayaran miliknya juga Selly. Sedangkan cewek disebelahnya itu hanya berdiam diri.
Tak lama kemudian masalah pembayaran pun selesai, mereka berdua pun berjalan keluar dari supermarket. Deon berlalu dari Selly, cewek itu yang masih diam. Setelah sadar Deon sudah tidak ada didekatnya, Selly menghela nafas lega dan berjalan pulang.
Angin malam yang dingin menusuk kulit putihnya, ia menyesal karena tidak membawa jaket tadi. Selly menghentikan langkahnya ketika melihat ada dua orang preman yang sedang bercandaan tak jauh dari tempatnya berdiri. Padahal setahu Selly kawasan disini tidak pernah ada preman. Sepertinya baru kali ini Selly melihatnya.