****
👧 : Apa?! Lo bilang
gue pendek?
👦: Kenapa? Mau marah? Memang begitu, kan, kenyataannya. Dasar pendek!
****
"Kalo nguap ditutup!" Sebuah suara bariton mengejutkan Selly. Cowok itu berjalan mendekat kearahnya, sampai ia mengambil alih tempat duduk yang ada di sebelah Selly. Tempat Laudia.
"Ah, lo lagi, lo lagi. Ngapain, sih, lo disini?"
"Harusnya gue yang nanya. Ngapain lo masih disini? Harusnya juga udah pulang," kata Deon seraya membuka tasnya entah sedang ingin melakukan apa. Selly pun tidak mengerti kenapa cowok itu malah membuka tasnya.
"Lo lihat sendiri, kan? Gue lagi apa?" Cowok itu mengangguk. "Maka dari itu gue kesini," ucap Deon yang malah membuat Selly tidak mengerti.
Gadis itu mengkerutkan keningnya bingung, "H-hah?"
"Gue tadi dengar kalo lo lagi dihukum sama Bu Ai. Lo disuruh kerjain PR Matematika di papan tulis selama sebulan, kan?" Selly mengangguk, "Iya. Kenapa lo bisa tahu?"
"Kelas gue emang udah keluar dari tadi dan nggak sengaja gue lewat depan kelas lo. Terus dengar Bu Ai lagi marahin lo. Gue kesini mau ngajarin lo Matematika dan akan terus begitu sampai lo bisa menguasai pelajaran ini. Setidaknya sampai lo paham." jelas Deon dengan santai.
"A-apa!?!" seru Selly secara spontan membuat cowok bule yang ada disebelahnya ini mengangkat salah satu alisnya.
"Kenapa?"
"Ng-nggak apa-apa," balas Selly seraya menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal. Ia menatap cowok itu yang terlihat sedang berpikir sejenak. Tidak jadi menaruh bukunya diatas meja membuat Selly bertanya-tanya.
"Ada apa?"
"Cepetan beresin alat tulis lo. Jangan disini. Belajarnya di cafe aja. Gue tahu tempat yang bagus," ucap Deon seraya bangkit berdiri.
****
Entah sudah berapa kali ia menguap. Sungguh. Selly benar-benar lelah kali ini. Bukan tenaganya saja, pikirannya juga. Sedari tadi hanya diisi Matematika saja. Lihat saja, sekarang jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore menjelang malam.
"Kak On, balik yuk. Gue capek! Nanti gue dicari Mama," ucap Selly seraya meregangkan otot-ototnya. Apa? Panggilannya kepada Deon telah berubah menjadi 'Kak On' ?
Deon melotot kearah Selly. "Heh! Lo pikir gue oon gitu sampai lo bilang begitu, hm?"
Selly terlihat sedang berpikir, "Masa, sih, gue bilang begitu? Yaudah maapin, gue typo berarti. Ya, Kak, ya? Kita balik sekarang." Haduh, gadis itu. Jelas-jelas tadi dia panggil Deon dengan sebutan itu. Bukannya menyadari malah merengek minta pulang.
Untung saja Deon langsung mengiyakan ajakan Selly untuk pulang. Lagipula kalau dilihat-lihat, kasihan juga gadis itu. Sepulang sekolah langsung belajar lagi.
Mereka berdua segera merapikan alat tulis serta buku yang ada di atas meja. Yang memudian segera dimasukkan kedalam tas. Selly menyeruput oreo milkshake miliknya untuk terkhir kalinya sebelum mengikuti Deon yang sudah berjalan duluan keluar kafe. Langkah cowok itu begitu lebar. Sampai-sampai Selly terkadang jadi kesal sendiri karena berulang kali ditinggal.
"Dih, kok, jadi ninggalin gini, sih?" protes Selly tak terima begitu mereka sudah ada di dalam mobil milik Deon. Mobil itu akhirnya melaju.
"Salah sendiri pendek!"
Selly membulatkan matanya, "Apa?! Lo bilang gue pendek?"
"Kenapa? Mau marah? Memang begitu, kan, kenyataanya. Dasar pendek!" ejek Deon untuk kedua kalinya.
Selly jadi kehilangan kata-katanya, bingung ingin membalas apa. "Y-ya biarin, g-gue pendek. Protesnya juga jangan ke gue, dong. Yang penting gue cantik, kan?" balas Selly dengan percaya diri.
Tangan Deon terangkat, menoyor kepala gadis itu. "Dih, percaya diri banget lo!"
Selly mengangkat kedua bahunya tak peduli. "Tapi emang benar, kan? Gue cantik."
Deon berdehem, "Semerdeka lo aja sana." Akhirnya cowok itu lebih memilih untuk mengalah.
Entah kenapa. Tiba-tiba saja mulutnya mengatakan kalimat itu. Padahal dalam hati rasanya ingin sekali rasanya berdebat dengan cewek itu. Memang, sih, Selly cantik. Deon akui hal itu, tadi ia hanya berbicara asal saja. Malas juga kan, nantinya malah membuat Selly jadi pede tingkat dewa.
Menyebalkan.
Sekitar sepuluh menit kemudian, mobil Deon akhirnya berhenti di depan rumah Selly. Kini cowok itu sudah hafal betul alamat rumah Selly. Bahkan mungkin sekarang sudah diluar kepala.
"Makasih, Kak On. Udah anterin gue. Hoaammm... Gue pengen cepet-cepet rebahan," ucap Selly dengan lemas begitu ia turun dari mobil milik Deon.
"Dih, dasar mageran." Cibir Deon.
"Bukan mageran ini mah. Tapi gue-nya emang udah kecapekan, tahu!" ucap Selly tak terima. Memang benar. Selly ingin cepat-cepat membersihkan diri lalu tidur. Ya siapa tahu bisa ketemu oppa di mimpi.
Deon memutar bola mata malas. "Terserah. Mau lo rebahan, kek, jungkir balik, kek. Kan, lo yang ngalamin. Bukan urusan gue juga," sewot cowok itu.
Selly memicingkan matanya, "Yaudah sana lo balik aja. Jauh-jauh gih dari rumah gue."
"Dih. Siapa juga yang mau lama-lama di deket setan kayak lo! Dasar Sel-lokan!" ejek Deon sebelum ia menutup jendela, benar-benar pergi.
Mata Selly membulat. Tangannya kini mengepal menahan marah. Sungguh. Ingin sekali rasanya Selly berteriak saking kesalnya kepada cowok itu. Ingin sekali rasanya Selly menjitak kepala Deon. Namun niatnya itu ia urungkan mengingat Deon itu lebih tua darinya. Selly juga masih punya rasa sopan santun.
Cewek itu akhirnya melangkah masuk ke rumah dengan mengentakkan kakinya. Ia berulang kali mendengus kesal. Atau bisa dibilang saat ini Selly lebih mirip dengan macan betina yang sedang mengamuk.
Luna langsung meletakkan cangkir teh miliknya setelah melihat anak gadisnya itu masuk ke dalam rumah dengan raut wajah tak karuan. "Astaga, Sel! Kenapa jalannya sambil ngamuk-ngamuk gitu, sih? Ada masalah apa? Coba sini cerita sama Mama," ucap Luna sambil menepuk-nepuk sofa yang ada disebelahnya.
Selly merebahkan bokongnya tepat di sebelah mamanya. Raut wajahnya menunjukkan kekesalan. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Gara-gara ada cowok oon di sekolah Selly, Ma. Orangnya nyebelinnn banget! Rasanya pengen Selly ulek terus dibuat pecel! Apalagi ngata-ngatain Selly dengan sebutan Sel-Lokan."
Luna terkekeh. "Yah, Mama kok malah ngetawain Selly, sih?" protes Selly tak terima seraya mengkerucutkan bibirnya kesal.
Luna menggelengkan kepalanya. "Tapi cowok itu tetap kamu ladenin, kan?"
Selly terlihat berpikir sejenak kemudian menganggukkan kepalanya dua kali. "Iyalah, Ma. Yakali digituin tetap diam. Kesel tahu, Ma!" Luna mengangguk paham, "Hati-hati kamu, Sel."
Selly mengkerutkan keningnya bingung dengan ucapan mamanya. "Hah? Hati-hati? Ah, Selly, kan, memang anaknya udah hati-hati gitu setiap saat. Jadi Mama tenang aja, oke? Selly bakal balas tuh cowok ngeselin. Awas aja!"