Prima Cinta Mama

Yasmin Shafa Nadiyah
Chapter #2

#1 Aku, Mama, dan Belanjaan

Jam di dindingku menunjukkan pukul setengah satu pagi. Ini jam di dindingku, nggak tau kalo jam dinding kalian. Lampu masih terang-terangan menyinari seluruh sudut kamarku yang luas. Akupun masih berkutat dengan kanvas dengan penopang kayu yang berdiri tegap dan pensil kesayanganku, 2B. Tanpa 2B aku tak bisa berbuat apa-apa, tak bisa membuat sketsa.

Duduk manis menghadap kanvas yang telah tergores indah dengan hasil kerja keras tanganku adalah hobiku setiap hari. Berbagai warna cat lukis sudah membuat hidupku sangat berwarna. Daripada dia yang memberikan warna, lalu tiba-tiba hilang entah kemana. Hehe.. benar kan?

Aku tahu, semua apa yang kulakukan ini sama persis apa yang mama lakukan juga. Darah senilah yang mengalir dari mama kepadaku. Cerewet pun juga begitu. Mama dan aku tidak ada bedanya sama sekali. Bagaikan pinang yang terbelah menjadi dua.

Pemandangan senja indah di desa yang dekat dengan persawahan dan terlihat petani yang memikul rerumputan hijau adalah lukisanku malam ini. Benar-benar, melukis ini saja membuat hatiku terbawa suasana di pedesaan sana. Membayangkan angin sepoi-sepoi yang bergerak menerjang tubuhku dengan sejuk.

Lalu aku menatap jam dindingku lagi, kini arah jarum pendek menunjukkan pukul dua pagi. Tenang.. tidak perlu ada yang di kejutkan, aku sudah terbiasa dengan ini semua. Biasalah.. anak muda zaman sekarang kan suka begadang.

Semua peralatan lukis ku singkirkan di lantai, hanya kusingkirkan tanpa kubersihakan. Cat-cat yang belepotan di lantai bawah kubiarkan. Jelas malas sekali bersih-bersih pada dini hari.

Ku hempaskan tubuhku di atas benda yang sangat empuk sekali. Tempat peristirahatan nomor satu tiada tandingnya.

“Haaahhhh..” kuhembuskan nafasku pelan. Memeluk guling dan memejamkan kedua mata, pergilah ke bermimpi indah.

Tiba-tiba tak kusangka, dalam hitungan mundur tiga, dua, dan.... terjadilah teriakan kutukan dari luar kamar terdengar menyakitkan di gendang telingaku.

“AYAAA!!! BANGUUNN!!” sambil menggedor-nggedor pintu kamarku cukup keras. Siapa lagi kalau bukan Mama Ratna Fatima yang super cerewet..

Apa lagi yang kulakukan? Spontan melenting dari ranjang. Aku memegang kepalaku yang merasa pening terbentur lantai cukup keras. Ketika ku membuka mata apa yang kulihat? Semua benda yang ada disekitar serasa berputar mengelilingi diriku. Aku menutup mataku lagi saat suara-suara kutukan itu terdengar lebih keras. Menggaruk rambutku yang berantakan semakin berantakan karena kekesalanku pada mama.

“Ayaa!! Mama dobrak nih pintunya. Ayok bangonn!!” Dengan terpaksa aku beranjak dari lantai menuju pintu dan berjalan dengan kaki yang terseyot-seyot.

“Ayaa ayok ba-” mama terhenti sejenak setelah melihatku berdiri di ambang pintu yang terlihat sangat kacau dan muka bau air liur.

“Waduh kenapa nih bocil? Amburadul pisan.” Mama menatapku mataku begitu lekat. Lalu mengibas-ngibaskan rambutku yang berantakan dengan kasar.

 

“Aduh ma. Sakit tau.” aku menyingkirkan tangan mama sedikit kasar.

“Eh.. mama ini ngrapiin rambut kamu yang gimbal.” Mama menyangkal.

“Tapi mama malah mukul-mukul kepala Aya.”

Mama berdecak sebal.

“Udah ah ayok ikut mama ke pasar sekarang.” Apa? Mama ngigau atau gimana sih? Aku menengok ke belakang menatap jam dinding kamarku yang menunjukkan pukul 2 lebih 15 menit.

“JAM 2 PAGI?? Adzan subuh aja belum mama.” Aku menghentak-hentakkan kedua kakiku di lantai sambil terus merengek.

“Heh ini udah jam 3. Jam dinding kamu tuh yang molor satu jam. Dengerin ya, ntar kalo siang-siang panas, malah ngoceh lagi kamu. Jadi mama kan yang revot?” Repot kali ma. Revot.. revot.. Lebay banged.

“Mbak Apri ada kan maa..” aku terus merengek hingga membuat mama menutup kedua telinganya.

Lihat selengkapnya