Primadona

Rizka W. A
Chapter #3

Zafran Suryadiningrat

Wanita itu menatap keduanya bergantian. Memandangi Jesselin dari rambut hingga ujung kaki. Matanya memicing seperti sedang menerka-nerka.

"Siapa gadis ini? Berani-beraninya dia masuk ke rumah tanpa izinnya. Dengan pakaian tidak sopan pula." Wanita berwajah cantik itu membatin. Sebisa mungkin mengendalikan diri agar emosinya tetap stabil.

Jesselin mundur saat wanita itu menghampirinya. Dia merasa risih ketika ditatap dengan penuh selidik. Seperti jaksa penuntut umum yang tengah menyelisik terdakwa.


Pandangan wanita itu berpindah ke Zafran. "Apa-apaan ini, Zafran?"

"Jangan berpikiran macam-macam, Ma, kami tidak melakukan apa-apa."

"Mama? Dia pemilik rumah ini?" batin Jesselin. Tenggorokannya terasa serak. Berkali-kali dia menelan liur untuk membasahi kerongkongannya yang tiba-tiba kering.

"Kamu mau jelasin sesuatu?" Wanita itu mengalihkan pandangan ke arah Jesselin.

"A-aku juga tidak tahu apa-apa. Semalam aku pingsan dan …." Jesselin menatap Zafran, dia menunggu pria itu membantunya menjelaskan sesuatu, karena dia benar-benar tidak tahu apa-apa.

"Pingsan? Semalam?" Wanita itu memicingkan mata.

Jesselin mengangguk. Dia tertunduk dan menggigit bibir bawah.

"Semalam dia kecelakaan, aku menemukannya pingsan di jalan." Zafran terpaksa berbohong agar mamanya tidak curiga dan berhenti mencecar dengan banyak pertanyaan.

"Kenapa tidak diantar ke rumah sakit?" selidik mamanya.

"Aku malas ditanya-tanya sama pihak rumah sakit, jadi aku bawa aja kemari. Lagian pasti dikira Zafran yang tabrak, Ma," terang Zafran.

"Harus ke kamar?" Wanita itu melipat kedua tangannya di depan dada.

"A-aku takut kalau Papa dan Mama ada di rumah. Nanti aku kena marah …. Lagian satpam juga liat kok, semalam," tambahnya.

"Lain kali jangan sembarangan membawa orang asing ke rumah kita, Zafran. Kalau orang itu punya niat jahat sama kamu, gimana?" sungutnya.

"Jaga ucapan anda, Nyonya," sela Jesselin.

Semua mata tertuju pada Jesselin.


"Nggak sopan …!" sungut wanita itu.

"Maaf, Nyonya. Saya tersinggung dengan tuduhan Anda."

"Tidak usah berlagak. Trik kamu udah kebaca."

"Maksudnya?" Jesselin mulai kesal dituduh yang bukan-bukan.


"Kamu sengaja 'kan, ngelakuin ini semua? Pura-pura pingsan, terus jebak Zafran. Liat saja nanti, besok pasti ada laporan percobaan pemerkosaan masuk ke kantor polisi." Wanita berwajah tirus itu mencibir.

"Maaf, aku enggak serendah itu, Nyonya. Lagian buat apa aku ngelakuin itu semua? Aku bahkan nggak kenal dia siapa." Jesselin mulai tersulut emosi.

"Hmmm, nggak usah pura-pura oon. Semua juga tahu siapa Zafran Suryadiningrat. Kamu tidak perlu bersandiwara." Lagi-lagi wanita itu menampakkan raut wajah kesal.

Jesselin mengernyit. Dia benar-benar tidak mengerti apa maksud ucapan wanita di hadapannya.

"Terserah Anda mau bilang, apa. Hey kamu!" panggil Jesselin. Zafran menoleh ke arahnya. "Mobilku kamu parkir di mana? Aku mau pulang. Sesak aku lama-lama di sini!" ketus Jesselin.

"Ada di bawah. I-ini kuncinya," ucap Zafran mengangsurkan kunci dengan gantungan menara eiffel tersebut.

Jesselin mengambilnya dengan kasar, kemudian berjalan ke luar ruangan. Berada lama-lama dengan wanita itu hanya menambah suasana hatinya menjadi panas.


Lihat selengkapnya