Jesselin menyalakan pemantik api di tangannya. Berulang kali api itu terlahap oleh angin, tetapi dia masih enggan membakar ujung rokoknya. Dipandanginya benda itu lekat-lekat, antara ingin dan urung.
Empat tahun yang lalu, saat hidupnya benar-benar hancur, kali terakhir Jesselin mencicipi rokok. Dia sampai dilarikan ke rumah sakit karena menghabiskan dua bungkus dalam semalam. Sejak saat itu, dokter melarangnya agar berhenti menyentuh barang tersebut.
***
"Jesselin, apa yang kamu lakukan? Berhenti melakukan hal bodoh!" bentak Bayu merebut alat hisab s4bu yang hendak Jesselin bakar.
"Aku butuh barang itu, Bang, please!" rengek Jesselin.
"Kamu mau hidupmu hancur?"
"Hidupku sudah hancur sejak kehilangan bayiku." Jesselin tersenyum menyeringai. Menertawakan dirinya sendiri yang menyedihkan.
Bayu menatap ruangan sempit itu. Sebotol minuman beralkohol yang isinya telah tandas dan beberapa puntung rokok memenuhi meja di samping Jesselin meringkuk. Dia memunguti satu per satu sampah tersebut, lalu membereskannya.
"Jangan pernah menyentuh barang haram itu kalau kamu masih mau hidup!" bentak Bayu.
"Percuma aku hidup! Mommy dan Daddy pergi ninggalin aku sendirian. Semua membuangku. Aku mau mati!" Jesselin berteriak histeris.
"Jessy, kumohon jangan seperti ini. Abang sedih!"
Jesselin menangis tersedu-sedu. "Mereka jahat, Bang. Mereka membunuh bayiku!" isaknya terbatuk.
Bayu mengambilkan air mineral, kemudian membantu Jesselin untuk minum. Ditepuk-tepuknya punggung gadis itu agar bisa bernapas lega.
Tiba-tiba ….
"Jessy," Bayu menangkap tubuh Jesselin yang terkulai lemas ke pangkuannya.
"Jessy, bangun! Kamu membuatku takut." Bayu menepuk-nepuk pipi Jesselin.
Bayu mulai panik. Bahkan setelah memercikkan air ke muka Jesselin, gadis itu masih saja bergeming. Dia lalu meminta bantuan tetangga dan membawa Jesselin ke rumah sakit.
Dokter yang berjaga di ruang UGD bertindak cepat. Bayu tak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan gadis itu. Dia memang baru mengenal Jesselin beberapa minggu lalu, tetapi kedekatan mereka mengingatkan Bayu pada adiknya yang meninggal lima tahun silam karena kecelakaan.
Sama seperti sang adik, yang meninggal dengan berlumuran darah dalam pelukannya. Bayu pun menemukan Jesselin yang tengah bersimbah darah tergeletak di pinggir jalan. Gadis itu nyaris meregang nyawa di dekat bak sampah.
Sejak saat itu, Bayu seperti menemukan adiknya kembali. Wajah mereka sangat mirip. Seolah Jesselin adalah reinkarnasi dari adiknya. Sosok yang sengaja dikirim Tuhan untuk mengobati luka dan kerinduannya.
"Bagaimana keadaan adik saya, Dok?" tanya Bayu saat dokter yang menangani Jesselin menghampirinya.
"Sepertinya dia stres berat. Denyut jantungnya mulai normal, tapi masih belum sadarkan diri. Apakah dia mengalami sedih yang berlebihan akhir-akhir ini?" tanya Dokter.
Bayu mengangguk. "Dia baru kehilangan bayinya, Dok," ucap Bayu sendu.
Sebenarnya Bayu sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Dia tidak berani menanyakan hal tersebut. Takut kalau-kalau pertanyaannya akan mengorek kembali luka yang berusaha Jesselin tutupi. Yang dia tahu, Jesselin selalu mengulang kalimat bahwa dia kehilangan bayinya dan ingin mati.
"Kami akan melakukan pemeriksaan lanjutan sampai kondisi pasien kembali sadar," pungkas sang Dokter, kemudian berlalu pergi.
Bayu mendekati brankar tempat Jesselin terbaring. Dia menatap wajah gadis itu dalam-dalam.