Primadona

Rizka W. A
Chapter #6

Dua Hati

Jesselin meletakkan botolnya di meja dan membasuh mulutnya yang basah. Dia bergeming, jengah karena kadung kepergok. 

"Ma-maaf. Sepertinya aku datang di waktu yang tidak tepat. Aku nggak tau kalau…," ucap Zafran menggantung.

Jesselin mencibir. "Mau hina aku seperti ibumu?"

Zafran terdiam. Sepertinya syok melihat Jesselin yang kacau. Sangat kontras dengan penampilan gadis itu saat menolongnya. Dipandanginya setiap sudut apartemen seolah mencari-cari keberadaan seseorang.

"Kamu mau tetap berdiri di pintu seperti kurir, atau masuk ke dalam, dan duduk?"

Zafran terlihat salah tingkah. Tidak tahu harus berbuat apa. Antara ingin masuk, tetapi takut. Namun, dia tidak ingin Jesselin merasa tersinggung. 

"Tenang, di sini nggak ada siapa-siapa. Rahasiamu terjamin kalau harus memanfaatkan waktu yang singkat untuk satu permainan," ucap Jesselin dengan nada mengejek.

"Apa?" Zafran mengernyit.

"Oh iya, aku lupa kalau kamu alergi dengan bau alkohol." Jesselin beranjak dari duduknya, membereskan botol minuman dan puntung rokoknya. Tak lupa disemprotkannya pengharum ruangan beraroma lajucy untuk melebur bau alkohol yang menguar.

"Aku kemari untuk mengantar tasmu yang ketinggalan di rumahku." Zafran menjelaskan dengan terus menatap sekelilingnya. 

"Apakah ruangan ini terlalu kotor dan hina untuk kamu masuki?" tanya Jesselin kesal.

"Bu-bukan begitu. A-aku …."

"Masuklah! Aku tidak akan menjebakmu, seperti yang dikatakan ibumu. Lagian kamu bukan tipeku," pungkas Jesselin.

Zafran lalu melangkah dengan sangat hati-hati ke dalam apartemen dan duduk di sofa tanpa menutup pintu. Jesselin tertawa melihat ekspresi pria di hadapannya.

"Dasar laki-laki polos," gumamnya.

"Lepas sandalmu, Tuan Zafran Suryadiningrat, atau kusuruh kamu untuk membayar jasa cleaning karena telah mengotori lantai apartemenku."

Sontak Zafran menoleh ke arah kakinya. "Maaf," ucapnya buru-buru melepas sandal.

"Lain kali tidak perlu repot-repot untuk mengantar tas itu," ujar Jesselin. 

Zafran menyodorkan tas tersebut. "Tadi aku sekalian lewat. Ponselnya dari tadi bunyi. Jadi aku berinisiatif untuk mencari alamat di dompet, lalu mengantarnya kemari."

"Terima kasih. Mau minum sesuatu?" tawar Jesselin.

Zafran menggeleng cepat. "Aku tidak bisa berlama-lama. Aku masih ada urusan penting," tolaknya halus.

Jesselin yang tidak peduli dengan penolakan Zafran langsung beranjak ke dalam mengambil minuman dingin.

"Bawa aja buat di jalan. Kata Mommy, tidak baik menolak tawaran minum dari seseorang. Pamali," ucap Jesselin meletakkan nampan berisi dua botol minuman kemasan plastik. 

"Tenang, tidak ada campuran alkoholnya. Cuma minuman isotonik rasa kelapa. Nggak alergi, kan?" selorohnya.

Zafran menggeleng cepat. "Terima kasih," ucapnya meraih botol tersebut kemudian mengalihkan pandangannya. "Aku harus pergi sekarang." Zafran beranjak dari duduknya sembari menenteng sandal.

"Betewe, thanks ya," tandas Jesselin.

Langkah Zafran berhenti sebelum kakinya benar-benar keluar dari pintu apartemen. "Alkohol dan rokok tidak baik untuk kesehatanmu. Belajarlah untuk menjauhi barang tersebut," pungkasnya kemudian berlalu pergi. 

Jesselin tercengang mendengar nasihat tersebut. Serasa ditampar. Cukup lama dia berdiri mematung mencerna ucapan Zafran . Kalau saja ponselnya tidak berbunyi, lamunannya tidak akan buyar. Dia lalu mengunci apartemennya, kemudian menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ucapan Zafran tadi sukses membuatnya serasa dihujam gunung salju.

Ponselnya kembali berdering. Abang Bayu, nama yang tampak pada layar. Jesselin menerima panggilan dengan mengucap salam.

"Kamu baik-baik saja, Jessy?" tanya Bayu dengan nada cemas.

Lihat selengkapnya