“Apa? Keracunan?”
Mahika tampak terkejut ketika mendengarkan laporan pelayan yang mengabarkan kondisi terkini Eila di rumah sakit.
“Ya, Nyonya Eila memiliki alergi. Saat ini sudah menjalani perawatan, tapi harus menginap di rumah sakit,” jelas pelayan.
“Kau apakan dia?” tanya Praya saat pelayan meninggalkan ruangan.
“Hanya ritual biasa, tapi aku tak tahu Eila punya alergi. Agni tak pernah mengatakannya,” jawab Mahika.
Alih-alih merasa bersalah, Mahika malah menyalahkan Agni. Tak tanggung-tanggung, diteleponnya sang besan dengan kata-kata intimidasi.
“Untung saja tak terjadi hal fatal, kalau tidak, kau akan menyesal seumur hidup karena tidak memberitahu riwayat alergi putrimu!” semprot Mahika.
“Maafkan aku, Kak Mahika. Aku lupa memberitahu kalau Eila alergi bekicot. Apa yang terjadi?” tanya Agni.
“Aku memberinya ramuan mengandung bekicot, sekarang Eila di rumah sakit,” jawab Mahika sebelum mematikan sambungan telepon.
Agni jelas kaget, tapi tak berani menjenguk putrinya. Agni takut kedatangannya menyinggung perasaan Mahika. Jadi, Agni diam saja di rumah menunggu kabar selanjutnya.
Sementara itu, Mahika tak mau menjenguk Eila karena tak mau dianggap merasa salah. Bagi Mahika, yang salah tetap Agni karena tak lengkap memberitahu riwayat kesehatan Eila saat Mahika melamar.
“Jadi, mereka malam pertama di rumah sakit?” tanya Praya sambil tertawa karena merasa insiden yang dialami menantunya cukup menggelikan.
Tak ada jawaban dari Mahika karena dia memilih mengutus pelayan untuk ke rumah sakit mengawasi Eila.
Keadaan Eila cukup parah, belum bisa membuka mata meski sudah mendapatkan perawatan medis. Pelan-pelan Sani memakaikan baju lebih layak untuk Eila yang terbaring tak sadarkan diri.
“Tinggalkan saja kami, aku yang akan menjaganya,” kata Janar setelah Sani selesai mengurus pakaian Eila.
Sambil memijat dahi, Janar memandangi Eila lalu menarik napas panjang karena menyesalkan keracunan yang dialami Eila. Namun, Janar tak mau menyalahkan ibunya, takut pada karma buruk yang bisa didapat bila menegur ibu yang melahirkan.
Setelah menggulung lengan kemeja, Janar memejamkan mata menemani Eila yang masih terlelap. Lelah karena upacara pernikahan dan pertemuan penting membuat Janar langsung tertidur hingga tak sadar di tengah malam Eila terbangun dan terkejut melihat Janar menemaninya.
Tak mau mengusik Janar, Eila menekan tombol darurat untuk memanggil perawat karena dirinya kehausan. Namun, kedatangan perawat membangunkan Janar yang diam saja memandangi Eila meneguk air. Setelah perawat pergi, Janar baru mendekati Eila.
“Sudah lebih baik?” tanya Janar.
Eila mengangguk dengan canggung karena berdekatan dengan suaminya yang terasa asing. Janar juga merasa canggung yang lebih parah daripada saat menikahi Prisa dahulu karena sebelumnya Janar dan Prisa sudah saling mengenal sebagai teman. Sementara dengan Eila, Janar tak mengenalnya.
“Maaf menyusahkan Kakak,” ucap Eila.
“Jangan memanggilku begitu, kita sudah menikah,” kata Janar berusaha tenang dan tegas.
Dalam tradisi mereka, suami istri tidak memanggil kakak meski suami jauh lebih tua. Kakak hanya ditujukan pada keluarga atau orang lain yang lebih tua.
Diingatkan tentang pernikahannya, Eila merasa malu. Tangannya tanpa sadar meremas selimut sekaligus melirik pakaiannya yang sudah normal.
“Maaf kau menjadi sakit. Mereka tak tahu kau alergi bekicot,” ucap Janar memecah keheningan lagi.
Eila masih mengangguk dengan canggung sampai Janar menyentuh bahunya meminta Eila tidur lagi.
“Istirahatlah, aku tak akan mengganggu,” kata Janar sambil menarik selimut.
Namun, Eila tak tidur dan terang-terangan memandangi Janar yang duduk tak jauh darinya. Janar yang menjadi risih karena terus dipandangi wajah pucat Eila. Saat memandangi Janar, Eila baru menyadari kalau suaminya tampan.
“Ada apa?” tanya Janar saat menyadari Eila terus menatapnya.
“Kenapa tak pulang saja? Ada Sani yang bisa menemaniku,” jawab Eila.
“Aku sudah berjanji akan menjagamu, kan? Kenapa kau malah minta ditemani pelayan?” balas Janar.
“Apa kau benar-benar akan menjagaku sepenuhnya? Atau hanya sekadar menjaga seperti satpam begini?” tanya Eila terus terang hingga mengejutkan Janar yang langsung mengerutkan dahi.