Setelah menemani Prisa menghadiri upacara tanah berkah, Janar tak pernah pulang ke kompleks Jatmika. Pria itu terus tinggal di kediaman orang tua Prisa. Menemani Prisa berbuka puasa jam delapan malam, bersama-sama memanjatkan doa di tengah malam, juga sesekali di siang hari Janar mendatangi tempat Prisa menjalankan ritual doa merayu dewi kesuburan di aula rumah.
Selama menemani Prisa, Janar berusaha tidak menelpon Eila atau berkirim pesan kecuali saat Prisa sudah tertidur. Namun, setiap hari Janar mengirimkan bunga primula ke paviliun Eila. Dilengkapi dengan kartu ucapan berbeda-beda, bunga yang dikirimkan oleh pelayan kepercayaan Janar itu membuat hari-hari Eila menjadi lebih semarak.
Hanya membaca pesan singkat yang terselip di antara bunga, hari Eila menjadi lebih ringan. Padahal Janar tak berkata panjang, hanya sekadar menyapa agar Eila tahu dirinya selalu merindukan sang primula.
Semoga harimu cerah, seperti primula orange ini.
Selamat pagi, Primula Cantik.
Primula biru ini terasa hangat, seperti primula di paviliun timur. Merindukannya, selalu.
“Astaga, saya baru menyadari kalau Tuan Janar sangat romantis. Di mana lagi harus saya letakkan bunga ini?” tanya Sani sambil menenteng vas biru berisi primula warna-warni.
Sebagai pelayan kepercayaan Eila, Sani ikut merasa bangga karena majikannya dicintai pewaris utama Jatmika. Wajahnya ikut berseri-seri ketika Eila mengambil kartu ucapan yang tergantung di gagang vas.
Malam ini aku kembali. Tak sabar ingin melihat primulaku yang indah.
“Nyonya, apa yang harus saya siapkan? Malam ini Tuan Janar pulang, kan?” tanya Sani.
“Ya, tak usah menyiapkan apa pun. Dia sedang berpuasa,” kata Eila yang mendengar berita tersebut dari Mahika.
Saat mengetahui Janar ikut berpuasa, Mahika memanggil Eila lalu memberitahu agar Eila membantu Janar. Terutama untuk tidak menggoda suaminya sebelum jam delapan malam karena puasa yang dijalankan Janar tak hanya menahan lapar dan dahaga, tapi juga menahan kebutuhan biologis.
Sani mengangguk dan bersiap pergi setelah meletakkan vas di atas meja teh. Namun, Eila berubah pikiran.
“Aku ingin makan sup ayam,” kata Eila ragu.
“Sup ayam makanan kesukaan Tuan Janar, pilihan tepat!” seru Sani sambil tertawa lalu meninggalkan Eila yang tersenyum sendiri.
“Aku harus membalas kebaikannya, kan?” tanya Eila di dalam hati sembari memperhatikan berbagai macam bunga primula yang bertebaran di kamarnya.
Tak seperti sebelumnya, kali ini Eila merawat aneka primula tersebut. Meski ada yang mulai layu, Eila belum membuangnya. Dia ingin Janar tahu kalau semua primula pemberiannya sempat dirawat Eila.
Seharian Eila berdiam diri di pavilun, sama sekali tak keluar karena tak mau tersengat matahari. Untuk mengusir bosan, Eila membaca buku. Ketika sore tiba, Eila bersiap mandi lalu mengenakan pakaian rapi juga menyemprotkan parfum.
Eila tak sadar telah menjadi bahan senyuman dari Sani yang diam-diam memperhatikan keanehan majikannya karena selama ini Eila tak pernah bersiap-siap khusus untuk menyambut Janar. Padahal, saat Eila menyemprot parfum, Janar baru akan berpamitan pada Prisa.
“Jaga diri, jangan terlalu memaksakan diri juga,” kata Janar sambil menyentuh kepala Prisa yang sedang bersimpuh di depannya.
“Terima kasih sudah bersedia menemaniku dan ikut mengorbankan diri. Jangan lupa, masih tersisa hari berpuasa,” kata Prisa mengingatkan.
“Ya. Terima kasih sudah mengingatkan. Aku pergi dulu,” ucap Janar.
Prisa mengangguk lalu mencium tangan Janar. Pelan-pelan Janar mengusap kepala Prisa meski di kepalanya terbayang wajah Eila. Saat Janar akan berdiri, perlahan Prisa membuka suara.
“Aku akan mengingatkan Eila kalau kau sedang berpuasa,” ucap Prisa.
“Ya, terima kasih,” balas Janar sebelum meninggalkan Prisa yang merasakan kekosongan di dalam hati.
Pukul 07.00 malam Janar berangkat ke kompleks Jatmika. Sepanjang jalan Janar tak sabar ingin segera bertemu dengan Eila. Meski berjauhan, Janar tak bisa mengenyahkan bayangan wajah dan suara Eila.
Mengingat Eila membuat perjalanan Janar terasa lebih singkat. Tiba-tiba saja mobil sudah masuk ke kompleks Jatmika. Sebagai sopan santun, Janar menemui kedua orang tuanya dahulu sekaligus membersihkan diri di rumah utama.