Primula Terakhir

Wnath
Chapter #29

29. Kejutan Lagi

Sani menggelar perayaan sendiri sebagai tanda kembalinya Eila ke kompleks Jatmika. Pesta kecil digelar di paviliun menyajikan makanan untuk pelayan yang dekat dengan Eila. Perayaan itu dibuat Sani untuk menyambut Eila serta menghibur majikannya yang harus menerima kenyataan baru tentang ritual merayu keturunan yang digagas Mahika.

Demi mempercepat kehamilan Prisa, Janar dan Prisa harus menjalani berbagai ritual merayu dewa. Setiap subuh dan tengah malam keduanya harus berdoa di saung keramat. Selama 21 hari, Janar dan Prisa harus tinggal seatap. Dengan kata lain, Janar belum bisa menginap di paviliun.

“Nyonya Eila sudah bisa menyulam? Wah, luar biasa sekali!” puji seorang pelayan untuk menghibur Eila yang lebih banyak diam.

Tak hanya Sani, beberapa pelayan wanita seolah bisa ikut merasakan kesedihan Eila yang masih harus mengalah pada Prisa. Mereka pun menyadari Mahika terlalu jauh bersikap otoriter, tapi tak ada yang berani membicarakan. Jangankan para pelayan, Janar dan Praya pun tak bisa membahas sikap Mahika yang seolah masih ingin menghukum Eila.

“Ya, aku bisa menyulam. Kalian mau kuajari?” balas Eila sambil tersenyum.

“Kalau menyulam, kami sudah ahli sejak kecil! Ajarkan kami ilmu lain, bahasa Inggris! Nyonya, apakah sulit belajar bahasa Inggris?” tanya seorang wanita antusias.

Bahasa Inggris menjadi menarik bagi para pelayan karena tak sengaja salah satu dari mereka pernah melihat Eila bicara dengan seorang turis luar negeri yang tersesat di Nagendra.

“Kalian ingin belajar bahasa Inggris?” tanya Eila tertular antusias.

“Ya! Sangat mengagumkan melihat Nyonya bisa berkomunikasi dengan orang asing!” jawab Sani.

Permintaan pelayan berhasil menghibur Eila, membangkitkan rasa senang yang sempat pudar karena Janar dipingit bersama Prisa. Pesta kecil itu berubah menjadi lebih ceria dan penuh warna tawa terbahak-bahak ketika Eila mulai mengajarkan angka dalam bahasa Inggris.

Sani dan lima pelayan lain sangat serius mendengarkan ketika Eila dengan sengaja menelpon Anne di depan mereka dan mengobrol dalam bahasa asing yang memukau para pelayan.

“Wah, bisakah kita membuat kelas ini menjadi rutin?” harap seorang wanita yang paling muda.

“Tentu saja! Setiap malam, saat sudah tak ada pekerjaan di luar paviliun, mari berkumpul di ruang makan ini! Kita akan belajar bahasa Inggris!” seru Eila bersemangat.

Hari-hari Eila pun diwarnai kesibukan baru yang menyenangkan untuknya. Tak hanya bahasa Inggris, terkadang Eila juga menceritakan kehidupan di luar Nagendra. Eila menceritakan banyaknya lapangan pekerjaan yang beragam selain menjadi pelayan di rumah bangsawan. Kegiatan itu benar-benar menghibur Eila.

Setiap hari Eila mengurus kebun kecilnya juga merawat bunga-bunga yang dikirimkan Janar. Sesekali Eila keluar Jatmika, membeli kebutuhan berkebun sekaligus menemui Janar di rumah kebun jagung. Keduanya selalu bertemu dengan diam-diam seperti sedang berselingkuh.

“Eila, maafkan aku,” kata Janar ketika berbaring di pangkuan Eila.

Sambil meremas jari-jari tangan Eila, Janar mengeluhkan ketidakberdayaannya melawan Mahika. Janar merasa bersalah karena untuk menemui Eila, mereka sampai harus kucing-kucingan di rumah kebun jagung. Meski boleh bertemu siang hari di paviliun, keduanya tak ingin membuat pertemuan yang mencolok karena sudah jelas Janar harus meninggalkan kantor hanya untuk bertemu Eila di siang hari.

“Baktimu pada Ibu, baktiku padamu. Tak masalah, Janar. Ini hanya sementara,” ucap Eila menenangkan.

Sebelah tangan Eila mengusap rambut Janar, seketika Eila terkejut ketika melihat sehelai rambut putih.

“Astaga, Janar! Diam!” Eila langsung bergerak mencabut helaian rambut putih hingga Janar memekik kesakitan.

Bukannya minta maaf, Eila malah terbahak-bahak memamerkan uban dari kepala Janar.

“Kau menua!” olok Eila.

Janar langsung merengut, berusaha merebut helaian rambut putih di tangan Eila. Seketika terdengar jeritan dari Eila ketika Janar berusaha menggelitik pinggangnya. Dalam sekejap terdengar teriakan bercampur tawa. Suara keduanya terdengar sangat bahagia ketika membahas helaian sepele tersebut.

“Usia tak bisa ditutupi,” ucap Janar.

Lihat selengkapnya