Primula Terakhir

Wnath
Chapter #32

32. Semakin Kacau

Suasana di kompleks Jatmika tampak mencekam. Tak ada yang berani bersuara nyaring, terutama membahas pertikaian antara Prisa dan Janar. Namun, suara-suara samar tetap mengembus berbagai rumor tentang Prisa yang dituding berselingkuh, Janar yang gelap mata menyakiti Prisa, serta Eila yang dituduh sebagai pembawa musibah.

Tim pembela Prisa tak percaya kalau majikannya yang terhormat bisa melakukan perbuatan tercela menduakan Janar. Sementara tim pembela Eila pun tak terima kalau majikannya dianggap menjadi biang keladi kerusuhan yang terjadi dalam keluarga Jatmika.

Sementara itu, Mahika berulang kali memijat dahi demi meredakan sakit kepala yang mendera. Sudah hampir satu teko berisi ramuan dihabiskan Mahika untuk mengurangi sakit yang menyerang, tapi ketegangan tetap saja melekat pada dirinya.

Saraf-saraf Mahika menjadi kaku memikirkan perilaku Prisa yang di luar prediksi semua orang. Semua tetua adat pun masih tak memercayai kronologis yang sedang berembus, apalagi Prisa tidak membela diri, diam saja seolah membenarkan tuduhan yang terus berkembang.

Mahika pening, sakit kepala memikirkan menantu idamannya mencoreng aib pada keluarga. Selain itu, Mahika pun sakit karena Praya terus menyudutkannya sebagai salah satu penyebab kekacauan.

“Kau terus menekan Prisa dan Janar dengan berbagai ritual yang melelahkan. Kau tak mau bersabar atau memberi kesempatan pada Eila!” bentak Praya ketika lelah memikirkan kelangsungan pernikahan Janar dan Prisa.

Mahika diam saja, enggan mendebat bahwa yang tidak sabar menantikan keturunan adalah Praya sendiri, para tetua, juga leluhur mereka. Mahika tak mau mengutarakan rasa panas di telinganya ketika mendengar para bibi tua di keluarga Jatmika terus merongrong kehadiran cucu emas penerus Jatmika. Mahika pun tak mengungkit kalau dirinya dicibir telah salah memilih menantu.

Masih dengan kepala pening, Mahika mengikuti rapat yang digelar para tetua keluarga Jatmika. Meski memiliki hak suara, kali ini Mahika diam saja ketika tetua memutuskan untuk memulangkan Prisa selamanya.

“Janar harus menceraikan Prisa, dia sudah tak bisa kembali!”

Tanpa diketuk palu, keputusan yang diucapkan Praya mengakhiri pertemuan singkat para tetua. Melalui kurir keluarga, keputusan itu disampaikan pada keluarga Prisa.

“Tanpa upacara, keluarga Jatmika mengembalikan Prisa. Perceraian resmi dengan Janar akan segera diurus.”

Berita penting itu sampai lebih dulu ke telinga Prisa daripada ke telinga Janar yang sedang menyembunyikan diri di paviliun Eila. Tanpa tahu kalau keluarga memutuskan pernikahannya dengan Prisa, Janar meringkuk dalam pelukan Eila.

Tubuh Janar menghangat terserang demam yang datang akibat beban pikiran. Dalam keadaan menggigil, Janar mencari ketenangan dalam pelukan Eila. Namun, pelayan Mahika datang mengusik. Janar dan Eila dipanggil ke ruang utama keluarga.

Dalam keadaan pusing, Janar berpegangan pada Eila yang memapahnya. Melihat putranya menderita sakit, Mahika kembali tersulut emosi.

“Kau tak bisa merawat suamimu!” bentak Mahika pada Eila yang terdiam.

“Sakitku bukan salah Eila, tolong, Bu, jangan membuat keributan yang tak perlu,” balas Janar.

Murka dibalas Janar, Mahika makin marah. Ditambah rasa kesal karena kehilangan muka akibat perbuatan Prisa yang membuatnya dituding gagal memilih menantu, Mahika meluapkan kemarahan pada Eila. Disumpahinya Eila sebagai penyebab segala kesialan dalam rumah tangga Jatmika.

“Semenjak kau datang, semuanya menjadi tak sesuai jalan. Kesalahan besarku adalah meminang wanita yang sudah jelas ditolak Nagendra. Kau menyebabkan kematian Catra, kau juga yang membuat Prisa kehilangan akal sehat. Kau pembuat masalah!” hardik Mahika.

“Bu, cukup!” sahut Janar tanpa sadar membentak Mahika yang semakin murka.

Lihat selengkapnya