"Alunaaa... Alunaa? Sarapan dulu yuk, sayang!" Panggil Sang Ratu melalui telepon istana.
"Iya, Bu. Sebentar lagi aku turun." Balasnya, lalu teleponnya pun langsung ditutup.
Begitulah kehidupan mereka sehari-hari. Istana yang terbilang sangat luas dengan kisaran luas tanah sebesar dua hektar tersebut, terpaksa mengharuskan mereka untuk berkomunikasi melalui telepon istana. Dan, tentu saja, hal tersebut karena jauhnya keberadaan antar penghuni satu dengan penghuni lainnya.
"Hari ini sarapan dengan apa, Ibu Ratuku tercinta?" Aluna langsung memeluk hangat Sang Ratu dari arah belakang dan mencium pipinya bergantian.
"Seperti biasa, oatmeal dengan susu dan buah pisang, sayang," balasnya.
"Yah, aku mau nasi goreng, Ibu Ratu. Boleh ya?" Aluna mulai merajuk.
Raja Rauhl, Sang Ayahanda, memang masih memiliki darah keturunan Indonesia. Tidak heran ketika princess Aluna pertama kali mencicipi beragam masakan Indonesia, dirinya langsung jatuh hati pada makanannya, seperti nasi goreng, nasi padang, bakso, mie ayam, dan masih banyak lainnya. Hanya saja, Sang Ratu yang sangat memperhatikan pola hidup yang sehat tidak pernah mengizinkan keluarganya untuk terlalu sering mengkonsumsi makanan berlemak, berminyak, dan tidak sehat seperti itu.
"Tidak apa-apa, Bu. Sekali-kali tidak masalah kalau dia makan nasi goreng," bujuk Sang Raja pada istrinya, Ratu Sovia.
"Tidak, kemarin dia sudah Ibu ijinkan makan mie ayam. Hari ini Luna harus makan makanan yang sehat," ucap Sang Ratu bersikeras.
Mendengar keputusan tersebut, Princess Aluna terduduk lemas dan ikut bergabung dengan mereka. "Tapi, Bu, Buahnya boleh ganti yang lain ya? Please, jangan pisang ya?" pintanya dengan penuh harapan.
Sang Ratu pun tersenyum mengiyakan permintaan anaknya itu. Mendengar hal tersebut, tampak sebuah senyuman dari balik wajah Princess Aluna. Dengan cepat Princess Aluna mengambil beberapa potong buah strawberry, dan alpukat.
Setidaknya meskipun bukan nasi goreng yang dia inginkan, pagi ini dia tidak harus melumat kembali buah yang hampir membuatnya bosan setengah mati.
"Princess Aluna! Princess Aluna!" Suara panggilan disertai ketukan pintu membuyarkan lamunan Princess Aluna. Tak sengaja air mata kembali menetes membasahi kedua pipinya. Seulas senyumannya kini berubah masam kembali.
"Semua berbeda, semua berbeda setelah kepergianmu, Ayah." Lirihnya menahan sakit yang teramat dalam.
Kepalanya mulai terasa berat, dan sakit. Bibirnya masih saja membisu mendengar seseorang memanggil dan mengetuk dari balik pintu.