Princess Family

Mizan Publishing
Chapter #3

"Kami Pengin Ganti Nama"

Kami adalah dua anak kembar, yaitu Putri dan Ratu. Kalau boleh jujur, aku sangat sebal dengan namaku itu. Bahkan, kami sudah beberapa kali mengusulkan kepada mama dan papa untuk mengubah nama lengkap kami. Apalagi, kalau membayangkan ejekan Bimo yang selalu menyebut kami, "Tuan Ratu dan Tuan Putri". Memang, nama keluarga kami seperti nama keluarga kerajaan. Tapi, aku tak mau kalau terus diolok-olok oleh Bimo.

"Teman-Teman! Tuan Ratu dan Tuan Putri dari keluarga kerajaan datang! Ayo, berikan salam penghormatan!" teriak Bimo saat kami berdua masuk kelas.

Kemudian, teman-temanku membuat barisan panjang sambil menundukkan badan seraya tertawa cekikikan. Ihhh ... ingin kuinjak-injak si Bimo itu.

Lalu, salah satu dari teman-temanku mendatangi tempat dudukku dan Ratu sambil menyiapkan tempat duduk.

"Silakan, Tuan Putri dan Tuan Ratu!" kata temanku itu sambil tertawa.

"Bimo!!!" bentak Ratu sambil menatap kesal kepada anak laki-laki yang nakal itu.

Mendengar itu, Bimo malah tertawa cekikikan sambil keluar kelas.

"Rat, Bimo enggak bisa kita diamkan terus!" kataku kepada Ratu saat kami berdua makan siang di kantin.

"Iya, aku tahu. Tapi, gimana caranya? Kamu, kan, tahu, kita sudah puluhan kali berkata kepada papa dan mama untuk mengganti nama kita. Papa dan mama tetap enggak mau!" jawab Ratu sambil menikmati mi ayamnya.

"Kita lawan dia!" kataku.

"Apa? Maksudmu, kamu mau ngajak berantem?" tanya Ratu.

Aku mengangguk.

"Putri, kita tuh, anak perempuan. Sedangkan Bimo, laki-laki. Tubuhnya kuat. Ditendang saja, kita nanti juga sudah terpental! Apalagi, masa anak perempuan berantem. Hi ...."

"Terus, kita apain Bimo? Kalau kita diemin terus, dia bakal terus mengejek kita, Ratu!"

"Kita diemin saja dulu! Nanti juga capek sendiri!" jawab Ratu.

"Selalu saja, jawabanmu enggak pernah tegas!" kataku.

"Gimana kalau kita minta saran sama Annisa?" usul Ratu.

Aku mengangguk.

Ratu kemudian memanggil Annisa yang sedang duduk di kantin paling pojok bersama Filla. Kemudian, Annisa dan Filla menghampiri dan duduk di sebelah kami.

"Pasti ada pertanyaan!" tebak Annisa terlebih dahulu sambil menikmati jus avokadnya.

"Nis, gimana, ya, enaknya menghadapi Bimo? si Gendut dari Gua Hantu itu!" tanyaku kesal.

Annisa menghentikan minumnya dan menarik napas panjang.

"Masih juga ngurusin Bimo! Sekarang, kan, sudah zaman modern. Enggak zamannya ngurusin Bimo," jawab Annisa.

"Annisa, please, dong ...," Ratu merajuk.

Seperti biasa, Annisa mengetuk-ngetuk meja dengan tangannya. Tandanya, "OKE, TAPI TRAKTIR AKU SEGELAS JUS".

"Kebiasaan!" kata Ratu sambil memanggil Mbok Rah, pelayan kantin.

"Mbok, pesen jus avokad dua gelas! Cepetan, ya!" kata Ratu. Dia kemudian kembali duduk.

"Kalau caranya anak pintar buat menghadapi Bimo, ya, didiamkan saja! Atau kalian balas mengejek! Tapi, jangan coba-coba melawan dengan kekuatan. Akhirnya, nanti bisa berantem dan berbahaya!" kata Annisa.

"Tuh, kan, benar kataku, Putri. Enggak perlu dilawan. Kamu, sih, penginnya pakai tangan saja," kata Ratu. "Ada yang lain enggak, Nis?"

"Enggak. Cuma satu! Soalnya, jusnya cuma satu, sih," kata Annisa.

***

"Ma, Pa, pokoknya kami mau ganti nama!" kataku saat kami berempat berkumpul di ruang keluarga bersama. "Mama sama Papa enggak tahu, sih, gimana Bimo saat ngejek kami! Ya enggak, Rat?"

"Iya, Ma. Pokoknya, nyebelin banget, deh!" jawab Ratu.

"Memangnya, kalian pengin ganti nama siapa?" tanya papa. "Unyil sama Usrok?"

Lihat selengkapnya