“Kenapa kau ingin tahu itu yang mulia Linnea?.”
“Karena paman beruang tidak memberi tahuku..” Ucap anak berambut merah. Ia menopang dagunya di atas meja, sambil memanyunkan bibir.
“Tapi pelajaran bahasa mage kita belum selesai,” ucap lelaki tua yang kerdil. Sejenak ia menyender di kursinya; tampak menghela napas panjang, sembari menutup buku dan beranjak pergi.
“Sir Harald kau pergi kemana ?.” Setelah beberapa saat dia kembali membawa buku lain, badan mungilnya membawa buku itu hati-hati.
“Ini semuanya ada di sini. Aku merilis buku ini dan sudah dibuat ribuan salinan. Semuanya dengan bahasa mage kuno, yang mulia masih memerlukan bantuan ku untuk menerjemahkannya. Tapi sebagai meister dari istana ini, aku akan memberitahumu yang mulia. Supaya suatu saat setelah kau menguasainya, jadi bisa langsung cari saja buku ini di rak pojok sana.” Ucapnya sembari melepas kaca mata tebal yang di pakainya; meniup debu di sana, dan kemudian memakainya lagi.
Linnea segera membuka buku besar yang di berikan Sir Harald, “wah.. ada gambarnya.”
“Itu adalah peta Asgarta.”
“Jadi dimana perang besarnya terjadi Sir Harald ?.”
“Disini yang mulia, Steinhill tempat kau di lahirkan.” Sir Harrald menunjukkan tanah luas yang berada di tepi lautan.
“Hm.. ceritakan padaku tentang perang besar itu, Sir Harald!.”
“Ay.. yang mulia, tapi pertama yang harus kau tahu adalah tentang bagaimana Asgarta terbentuk di zaman dahulu.” Anak berambut merah itu mengangguk cepat. Sir Harald sejenak mengelus-elus janggut putihnya dengan pandangan menerawang.