PRINCESS OF MONGREA, The Summer's Tale

Lady_teller
Chapter #8

6. FINDING SERENITY


Peace is simplicity of heart, serenity of mind, tranquility of soul, the bond of love

-Pio of pietrelcina-


LINNEA

 

Dahulu kala sekelompok nenek moyang kita menemukan tanah Mongrea, awalnya disini tidak ada sungai ,hutan, dan gunung. Jauh sebelum nama Mongrea di kenal. Yang ada hanyalah tanah tandus membentang sepanjang mata memandang. Saat itulah ada dua orang pria yang melihat seorang wanita ditengah rasa frustrasi mereka. Wanita tersebut berdiri di atas tanah yang paling tinggi, menatap kedua pria itu. Ia mengunakan gaun putih cantik, memiliki rambut pirang panjang, dan bermata biru yang membuatnya sangat menawan.

Salah satu dari mereka terpikat oleh kecantikan wanita itu. Ia berencana untuk mendekatinya dan menculik paksa wanita itu dari sana. Namun pria yang satunya melarangnya karena ia tahu seorang wanita haruslah dihargai dengan cara yang layak. Tapi pria yang berniat jahat itu pun menghiraukan perkataan temannya. Ia menyentuh wanita itu tanpa izin darinya, seketika badan pria itu terlilit oleh ular dan alhasil membuatnya mati di tempat. Itu adalah ganjaran untuk niat buruknya. Banyak pula yang bilang kalau pria yang berniat jahat itu adalah pendosa dan yang pembawa kemalangan.

Sang wanita pun berubah menjadi sesosok dewi, dengan mahkota bunga primrose dan jubah berbulu di belakang punggungnya. Ia adalah dewi cinta, pembawa kesuburan, rembulan, sihir dan juga dewi penjaga akhirat. Orang-orang mengenal namanya sebagai dewi Freyja. Pria itu terkejut dengan apa yang didapatinya.

“Kemarilah wahai kau anak rembulan.. sebutkan satu permintaan mu, dan akan ku kabulkan apa pun itu.” Katanya kepada sang pria.

Si pria pun melihat ke arah belakangnya, ada banyak saudara-saudaranya yang menderita di tanah tandus itu. “Wahai dewi agung aku berterima kasih atas kemurahan hatimu, seperti yang engkau lihat kami di sini sedang dilanda kesusahan. Maka tak ada hal lain yang kuminta selain kemakmuran untuk kami di tanah tandus ini” sebut pria itu. Dewi Freyja pun mengabulkan permintaannya. Di berikannya pria itu benih-benih hijau,air,tanah yang gembur, dan api.


Kemudian dari benih-benih yang di berikannya tumbuhlah banyak perpohonan dan tumbuhan, air menjadi lautan,sungai,danau yang mengalir tanpa pernah surut. Tanah menjadi bukit dan gunung, api menjadi lava gunung berapi. Sang pria pun bersyukur dengan apa yang di terimanya namun di saat ia merasa sudah memiliki semuanya tapi, ada satu hal yang belum ia miliki yaitu kebahagiaan seutuhnya. Satu hal yang harus ia tahu bahwa dewi Freyja juga adalah dewi pembawa cinta. Maka tanpa di mintanya dewi Freyja menganugrahi pria itu dengan seorang wanita yang tidak lain adalah pasangan jiwanya sendiri. Sebelum dewi Freyja pergi ia memberi pesan agar untuk menjaga pemberiannya dengan tidak merusaknya. Dia pun berjanji akan kembali lagi di saat banyaknya terdapat pendosa, kekacauan yang terjadi dan di saat dewa alam murka disanalah ia datang untuk membawa penerangan.


Banyak dari penduduk Mongrea kuno beranggapan bahwa sebagian orang-orang dulu yang memakan benih itu menyebabkan kulitnya berubah menjadi hijau seperti para elf sekarang. Orang-orang yang menyentuh api pemberiannya menjadi serigala yang dikutuk dan peri hitam. Lalu mereka yang memakan tanah gembur berubah menjadi troll dan dwarf. Sedang mereka yang meminum air di sebut druid atau penjaga. Druid sudah lama namanya tidak disebut lagi karena sebagian penduduk mengatakan bila dewi alam atau dewi Freyja sudah menarik anugrahnya, akibat banyaknya pendosa dan mereka yang ingkar janji dengan merusak alam.

Cerita ini diceritakan dari generasi ke generasi agar menginggatkan kita bahwa tidak melupakan anugrah dewi Freyja. Namun kenyataannya saat ini sudah jarang penduduk Mongrea yang datang ke kuil untuk berdoa kepada dewi Freyja. Banyak dari mereka pun menjadi pendosa dan membiarkan alam rusak perlahan.



~~***~~


AUTHOR

 

Seorang anak laki-laki terjaga di tengah malam, ia merasa lapar lalu mumutuskan untuk pergi mengelilingi desa pada tengah malam. Ia berjalan sendirian tanpa rasa takut sekali pun walau suara serigala telah melolong dari arah hutan. Itu adalah malam yang terang, karena bulan purnama terpampang nyata di atas langit.

Ia berhenti di dekat bold yaitu tempat batu-batuan besar tersusun seperti lingkarang. Pandangannya teralihkan kesana setelah melihat banyak wanita yang memakai gaun putih. Mereka datang satu persatu sambil membawa obor dan lalu meletakan penerangan itu di setiap sudut batu besar.

Tak pernah sekali pun anak itu melihat hal semacam itu, alasan yang membuatnya tertarik memperhatikan dari kejauhan.

Kemudian salah satu dari wanita disana mulai bernyanyi. Dari kejauhan sepertinya anak kecil itu mengenal rambut merahnya. Wanita itu bernyanyi merdu di iringi sinar rembulan dengan di kelilingi oleh bebatuan bold. Ia tidak mengerti kalimat yang di ucapkan wanita tersebut, namun ketahuilah itu adalah bahasa mage kuno.


Kami datang untuk memanggil roh leluhur

Kami datang dengan damai..

Nyanyian ini adalah pujian

Nyanyian ini adalah sambutan

Dibawah sinar rembulan, dengan harmoni bersama tuntunan dewi Freyja…

DUMM DUMM TAP.. DUMM DUMM TAP..

Mereka menghentak- hentakkan kakinya bersamaan.

 

Aku datang dengan damai…

Aku bernyanyi untuk meminta

Sebuah doa dan harapan

Untuk mengembalikan senyuman..

Nyanyian penebusan

Bernyanyi dengan keberanian

DUMM DUMM TAP.. DUMM DUMM TAP TAP..

Mereka kembali menghentak-hentakkan kakinya lagi namun sekarang memutarkan badannya bersamaan.


Aku bernyayi untuk berdoa…

Mengosongkan segala beban

Terlahir kembali sebagai jiwa yang baru

Aku bernyanyi untuk meminta ampunan…

Bagi mereka yang menderita kemalangan

Yang menyakitkan bagai cabikan pisau

Untuk tangisan penderitaannya

Hmm….. Hmm…. Hmm…. Hmm…

Wanita-wanita yang lain kali ini ikut bersenandung mengiringi nyanyian wanita berambut merah tersebut.


Aku bernyanyi untuk meminta ampunan…

Bagi mereka yang menderita ketakutan

Lihat selengkapnya