AUTHOR
“Siapa kau ?” tanya Lord Sier setelah melihat seseorang berkulit hitam, kepala gundul yang masih ada sisa rambut terpotong asal dengan pakaian kumuhnya memasuki aula persidangan. Instingnya mengatakan saat itu untuk melindungi pendeta agung karena hanya ada meraka berdua di sana.
Seseorang yang baru datang itu tersenyum menyeringai di bibirnya yang kering dan pecah-pecah, ada dua taring besar di sana. Ia menyunggingkan bibirnya lagi sebab mendapati kedua orang yang sangat ingin ia temui itu.
“Siapa pun engkau.. aku tahu kau datang bukan untuk hal baik.” Ucap Pendeta agung, ia dapat merasakan aura hitam yang dimiliki orang itu.
“Kau menebaknya karena aku terlihat seperti ini sekarang? Sungguh kau tak mengenaliku?” itu adalah suara seorang perempuan, tampak air mata dan amarah yang mendidih di raut wajahnya.
Pendeta agung menyadari sesuatu dan seketika ia melihat wajah wanita itu lagi, “Corey ?” bisiknya.
“Apa yang terjadi padamu ?” tanyanya, seketika pendeta agung turun dari singgasana berniat untuk menghampiri Corey namun di tahan cepat oleh Lord Sier.
“Apalagi kau pikir ? aku seorang budak sekarang!(ia menunjukkan rantai karatan yang ada dilehernya). Tidak sepertimu bisa tidur nyenyak dan makan enak di istana mewah ini. Inikah bayaran kalian setelah menjadi penghianat?.”ucapnya sambil memperhatikan ke sekeliling aula itu.
“Corey aku minta maaf atas apa yang terjadi dengan bangsa orc, tapi ayahmu-
“Dia sudah mati!!!” Corey berteriak, “tidak ada yang tersisah lagi.. keluargaku, mereka menjualnya menjadi sepertiku, suamiku dan anak-anakku telah mereka bunuh!” ia tertawa menyebutkan itu semua, yang terjadi seperti lelucon di hidupnya. Dia pun berpikir dewa ikut menertawai nasibnya.
“Sekarang katakan padaku, bagaimana rasanya duduk di sana? Setelah jadi pengecut dan bersembunyi di bawah ketiak musuh!. Penghianat!.” Wanita itu menunjuk ke arah pendeta agung.
Di Luar pintu sana Linnea mendengar semua kejadian yang ada di dalam, membuatnya membekap mulutnya, tercengang dengan hal yang di dapatinya.
“Lord Blake! Ayahmu… beliau sendiri yang memutuskan untuk mengambil aliansi dengan kerajaan Mold kala itu! Lord Livera sudah melarangnya bekali-kali, sebab kekuatan militer Mongrea tak sepadan dengan semua lawan kala itu. Dan kau tau apa yang dia lakukan? dia membunuh Pendeta agung Livera sebelumnya, ibu dari teman baikmu ini (Lord Sier menunjuk kearah pendeta agung) di depan matanya dan bersumpah untuk takkan pernah berlutut pada kaisar Jhordon Eirikr. Lihatlah sekarang apa yang di dapat dari egonya itu…” Ucap Lord Sier menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya.
“Kau bohong! Kau bohong padaku! Pembohonggg….” wanita itu langsung terjatuh di tempat, dunianya runtuh seketik hancur berkeping-keping tampa sisa. Air matanya yang mengering tampak mengalir deras kembali, tangannya mengusap keras kepala, wajah, tangisannya yang ia sendiri pun tak lagi mengenali dirinya di pantulan ubin itu.
Pendeta agung menghampiri teman lamanya itu namun dengan cepat Corey mencengkram lehernya.
“Kau juga harus mati!kau tak pantas menikmati semua ini! mati kauuu!!!” Corey mendidih terbakar habis api dendam, untuk rasa sakit yang di dapat dari keluarganya dan rakyatnya yang mati sia-sia tampa ada keadilan untuknya.
Sesaat hal yang mengejutkan itu terjadi muncullah akar besar dari ubin menepis badannya hingga ke sudut ruangan. Tepat di hadapan pendeta agung terlihat Linnea dengan mata yang menyala-nyala bersama aura hijau disekelilingnya.“Linnea…” bisiknya, menyadari apa yang baru saja di lakukan anak itu.
Lord Sier pun tak mau lengah kali ini ia menghampiri istrinya yang tersungkur disana. Melangkah cepat Linnea berdiri di tengah-tengah pertikaian. Corey kembali berdiri dengan langkah tertatih mendekati mereka. Ia tercengang melihat kehadiran Linnea disana kemudian tertawa keras seperti orang tak waras, entah apa yang merasukinya.
“Jangan mendekat!” ucap Linnea mengacungkan tangannya yang bercahaya hijau ke arah wanita itu siap menerjang bila ia bertindak agresif lagi. Corey tertawa disana dengan sisa air matanya yang masih basah.
“Sepertinya aku tak perlu susah payang melancarkan dendamku.. karena seseorang akan melakukannya…” Corey menunjuk ke arah Linnea sambil tersenyum mengerikan membuat pendeta agung dan Lord Sier terkesiap mendengar perkataannya.
“DIA!! dia akan membunuh ayahnya sendiri! Dengan kekuatan itu HAHAHA… ya.. aku yakin kali ini dewa kematian mendegarkan doaku (ia tersenyum menyeringai menatap semua orang di hadapannya) camkan kata-kataku!! dengan kutukan itu.. pada akhirnya kalian semua takkan pernah merasakan kebahagiaan sama sepertiku!! Itulah hukuman yang setimpal untuk kalian semua! PENGHIANATT!!!” Saat itu juga petir menggelegar di langit membawa hujan pada aula pengadilan itu. Corey pergi melarikan dirinya keluar dari pintu aula, meninggalkan Linnea yang terpaku disana. Lord Sier dengan sigap mengejar Corey keluar aula.
Khawatir terhadap Linnea, Pendeta Agung dengan cepat memeluknya takut bila emosi anak itu memuncak dan hilang arah.
Di luar pintu aula Lord Sier mendapati Harry dan Harald yang baru saja datang. Mereka berdua terkejut melihat wajah Lord Sier seperti habis melihat hantu.
“Kalian berdua lihat orang yang berpakaian aneh keluar dari sini tadi ?”
“Tidak Milord..” mereka berdua menjawab kompak.
“Ada penyusup tadi datang!!, tuan Harald tolong beritahu penjaga untuk menutup gerbang sementara, Harry kau ikut aku mencarinya!!”
“Baik Milord.” Mereka pun pergi berpendar dengan tujuan masing-masing.
~~***~~
Dua orang pria terduduk di dalam sebuah kedai minum, pria yang berkulit kuning tak berhenti meracau sedangkan pria yang bermata biru mengernyit ketika menyentuh luka memar di pelipisnya.
“Bung kau terlihat kacau! Apa kau sadar dengan perbuatanmu ?! hgg?.”
Pria bermata biru itu diam saja, menghiraukannya sedari tadi.
“Lucas ? kau dengar aku!? Lucas!!” Pria perkulit kuning itu menepuk-nepuk tangannya di depan Lucas.
“Hentikan Alfred!!” sentakkan Lucas menyebabkan pria berkulit kuning itu atau yang biasa di panggil Alfred berhenti bertingkah.
“Oh dewa!! Kau benar-benar kacau!.”
“Berhenti menyebutnya seperti kau percaya saja dia ada..”
Alfred mencibir ucapannya, “Yeah lihatlah dirimu.. habis kau setelah ini!”
“Hanya sekali Alfred, kali ini saja.. aku tidak bisa terlihat lemah di depannya.. hkkkhhh” Lucas mengacak-acak rambutnya, sesal bila mengingat ia merasa telah melakukan kesalahan pada gadis itu tadi.
“Gadis sungai itu ?” Alfred mendapat jawaban hening lagi, Ia melihat ke kanan dan ke kirinya didekatnya sepi tapi di ujung sana ada orang dan lalu melihat ke Lucas lagi di depannya.