PRINCESS OF MONGREA, The Summer's Tale

Lady_teller
Chapter #13

11. SEVEN FLOWERS UNDER THE PILLOW

 

 

LINNEA


Disaat langit membagi kebersamaanya dengan mentari, kita tahu harinya telah datang. Semua orang merayakannya, menjadi hari yang bahagia dengan penuh suka cita. Benih tumbuh menjadi buah, burung-burung di dahan pun tahu inilah hari panen. Hari yang melambangkan kesuburan, kemakmuran dan penuh berkah. Kami percaya jika sebuah pernikahan yang terjadi disaat ini maka jalinannya takkan terputus hingga maut memisahkan. Di saat matahari mulai muncul maka setiap orang akan menari, bercengkramah, dan penuh kebersamaan dengan orang yang di cintainya. Hingga saat sang rembulan mengantikannya di langit yang lelap, maka para gadis akan bermimpi bertemu dengan kekasih masa depannya bersama mantra tujuh bunga yang mengakhiri hari itu.


‘Jauh di lubuk hatiku, dewi aku percaya akan kekuatan untuk mengubah trauma menjadi penyembuhan, permasalahan menjadi kedewasaan, dan ketakutan menjadi cinta. Aku juga selalu percaya dengan arah dari semesta dan tahu bahwa aku diarahkan. Saat aku terkoneksi dengan kebahagiaan saat ini,maka aku menarik dukungan dari semesta. Di setiap saat semesta sedang berkonspirasi untuk membawa kebenaran di hadapanku dengan pemikiran baru dan energi dari cintanya…. Bibi Brenda bilang, bila aku mempercayai itu semua dari dalam diriku tetapi bukan dari yang mereka katakan, maka aku dapat membuktikannya sendiri keajaiban juga akan muncul padaku. Puji dewi…’


Semua orang di kuil sedang mendoakan pengantin itu, maka itulah yang aku minta pada dewi. Kunci dari sebuah doa adalah untuk melupakan apa yang kupikir aku inginkan, hingga dalam diam semesta akan membawa yang kubutuhkan pada waktu yang tepat.

“Sekarang Hendrik dan Anna telah sah menjadi pasangan suami dan istri. Mari kita sambut mereka berdua agar selalu dalam jalinan cinta dan abadi bersama di hari yang penuh suka cita ini.” ucap pendeta agung. Sahutan dari orang-orang ramai dan alunan musik pun mengiringi kebahagiaan setiap orang di kuil ini.

“Linn.. dia melihatmu terus.” Silva menyikutku, membuatku tersadar pada lamunan itu.


“Hm…?” Aku menoleh padanya dan mengikutinya pada pandangan yang ia maksud, si pemilik mata biru itu juga di sana bersama dengan pemain musik yang lain. Saat mendapatinya memandangku dia membuang mukanya, entah masalah apa yang ia pendam padaku tapi yang jelas kita harus bicarakan setelah ini. Perlahan semua kerumunan pergi dari kuil menuju arak-arakan keliling desa. Kami berpapasan hingga menghentikan langkahnya saat itu, kulihat rahangnya mengeras.

“Lucas..” ku akui, aku membenci diriku seperti ini yang mengejar pria, tapi ini demi suatu kejelasan. Di luar kuil dia menggiringku ke tempat yang agak sepi, dari jauh kulihat Silva bersama dengan teman Lucas yang berkulit kuning waktu itu di sungai.

“Kau adalah seorang putri, kenapa kau tak memberitahuku?” ucapannya terasa dingin.


Takkan bisa berbohong dengan bola mata birunya yang kelam itu, seperti menghunus masuk ke jiwaku. 

“Tidak ada waktu panjang untuk menjelaskan itu padamu sebelumnya di pertemuan kita yang singkat. Lagi pula apa kau mau menjadi temanku bila kau tahu bahwa aku seorang putri dari kaisar ?” Dia terdiam.


“Aku tiba bisa melakukan ini lagi.. orang sepertiku bukanlah temanmu. Aku minta maaf padamu, yang mulia..” perkataanya meruntuhkan angan-anganku sebelum bisa terbang jauh. Itu pula yang segera menamparku keras pada kesadaran sesungguhnya. Dia melihatku sekilas yang tampak terpaku disana dari arah belakang punggungnya, ia beranjak setelah mengatakan kalimat kejam itu padaku.

“Apa yang kau takuti dariku, bahkan sebelum mencoba ?”

“Aku tidak pernah takut padamu, orang sepertiku harus sadar diri!.” Itulah kalimat terakhir darinya sebelum ia melangkah menjauhiku dan meninggalkanku sendiri disana.

Saat itu kusadari tak ada yang bisa di lakukan dengan menjadi anak dari seseorang yang sangat di takuti di negeri ini, selain menerima kutukannya. Prasangka orang-orang yang membenci ayahku perlahan merasukiku dan bersemayang disana. Semua orang selalu menjauh seolah akulah wabah yang menakutkan baginya.

Gerimis turut hanya pada tempatku berdiri, dari belakang Silva meneriaki namaku. Tapi yang kumiliki hanya air mata yang terjatuh samar bersama air hujan, mereka lebih setia menemani. Aku berlari cepat entah kemana tanpa arah, tapi saat itu juga memutuskan untuk sendiri lebih baik.

Langkahku terhenti disana, saat angin kencang menerpa wajah dan rambutku. Memanjat pohon linden itu dan terduduk di dekat dahan besar sembari menyender padanya berharap dapat berbagi rasa pedih ini bersama.

Desiran ombak berbisik dengan alunan yang perlahan menghiburku, jadi inilah mengapa ibu menyukai tempat ini.



~~***~~


“Linn katakan padaku! apa yang di katakannya padamu tadi, biar aku yang menghajarnya!”

“Linnea!”

“Linnea turunlah dan katakan padaku! Biar aku yang menghajarnya!”

“Linnea!!”

Setelah lelah dengan teriakan Silva yang memecahkan kuping, akhirnya kuberanikan diri untuk turun dari dahan pohon itu.

“Kau tidak bisa menghajarnya Silva.. dia lebih besar darimu.”

“Aku tahu biar prajurit istana yang melakukannya! Sekarang katakan padaku apa yang dia bilang padamu tadi? hgg? Kenapa dia membuatmu seperti ini?”

“Ya apalagi.. semua orang lari terbirit-birit dan membenciku setelah tahu siapa aku sebenarnya, seorang tuan putri dari kaisar Jhordon.”

Silva tampak menghela napas panjang, tetapi saat itu juga aku telah menerima kutukan itu layaknya kini jadi jati diriku.

Lagi pula kepada siapa akan kusalahkan semuanya ?

Yang ku tahu, saat ini harus menjadi lebih kuat untuk diriku sendiri. Terkadang aku membenci rasa kasian yang di berikan dari setiap orang di sekitar, termasuk yang Silva lakukan. 

“Aku akan membuatnya menyesal menolakmu! Linnea ayo ikut aku sekarang keperayaan di desa, lupakan lelaki bodoh itu!.” Silva mencengkam erat pundakku, entah apa yang merasukinya.

“Kau mungkin kehilangan banyak hal di hidupmu. Tapi tolong jangan hilangkan keajaibanmu, jangan hilangkan senyumanmu… ayo kita bersenang-senang dihari ini. Ada banyak pria yang menari di maypole kau bisa menari bersama mereka!.” Sebelum membalasnya setuju atau tidak dia menarikku tanpa pikir panjang menuju desa.



~~***~~


LYEON SIER



“Dimana tuan Harry? Semua orang memerlukannya disini kenapa dia lama sekali?”

“Tuan Harry dan beberapa prajurit masih belum kembali dari hutan Mongrea Milord.” Tersadar dengan perkataan pengawal ini dan teringat bahwa sebenarnya tadi akulah yang memerintahkannya ke sana.

Beberapa saat kemudian pintu aula pengadilan terbuka, orang yang kutunggu telah kembali.

 “Tuan Harry kau sudah meletakkan kotak itu di hutan ?”

“Sudah Milord.”

“Baiklah.. oh.. nanti sore istana di buka untuk perayaan musim panas. Jangan lupa untuk pesanku sebelumnya, periksa siapa saja yang memasuki istana ini karena setiap orang di undang. Jangan sampai kita lengah dan penyusup masuk seperti kemarin, perketat penjagaan di setiap gerbang. Paham?”

“Ay.. Milord.” Wajah Harry memucat, terlihat jelas. Tepat saat itu tuan Harald dan lord Kansley memasuki ruangan bersama.

“Ada apa ?” semua orang memandang tuan Harry.

“Milord.. saat di hutan saya melihat ada beberapa tawanan budak dari Orc yang memberontak di dekat bukit hijau, mereka sedang berperang melawan prajurit Lord Heilm.”

“Ada berapa banyak ?” tanya lord Kansley.

“Tidak banyak, tapi semua pekerja di sana adalah wanita dan anak-anak. Semuanya yang melawan di bunuh tak tersisa.” Jelas Harry dengan pandangan menekur ke bawah, seperti kejadian itu membawa trauma padanya.

“Para prajurit kaisar telah membunuh lelaki di kaum itu, maka itulah yang tersisa disana. Tapi ada juga yang beranggapan bahwa mereka sedang melakukan pemberontakan dalam diam.” Ucap tuan Harald.

“Sudah kubilang jangan beri Lord Heilm yang ia inginkan beginilah jadinya..” Lord Kansley pun ikut kesal mendengarnya.

“Maka ayo hentikan pria gendut itu, tuan Harald beri dia pelajaran dengan ide-ide yang cemerlangmu!” ucapku saat itu yang memikirkan segala rencana untuk menumbangkan orang tirani macamnya.

“Tapi bagaimana dengan kesepakatan kita dengan pendeta agung sebelumnya?” tanya Harald

“Kita bisa jalankan keduanya.” Lord Kansley juga berpendapat menyetujui usulku.

Saat kami berada di tengah-tengah diskusi Magnor datang membawa peti besar berisi pedang, nah sekarang lengkap sudah rencana kami dengan adanya dia disini.



~~***~~



Lihat selengkapnya