PRINCESS OF MONGREA, The Summer's Tale

Lady_teller
Chapter #21

19. RAIN ON ME



LINNEA 


“Kemarin aku dan Oliver mencarimu ke tebing ini, lihatlah sekarang kau kutemukan lagi. Aku telah menunggumu hadir di sini..” dia berjalan dari pohon linden mendekat ke tempatku berdiri.

“Apa kau menunggu seseorang di sini? di awal kau bukan menyebut namaku.” 

“Kau salah dengar, aku tak mengharapkan kehadiran siapapun, kau datang di saat aku hanya ingin sendiri.” Ucapku dengan suara serak, benar-benar tak ingin dia melihatku seperti ini jadi sepertinya dengan sedikit berbohong tidak masalah. Tak bisa menatapnya lama, ku seka air mata di wajah. Beranjak menjauh darinya dan menghadap ke hamparan lautan, angin pada siang itu begitu segar menerpa rambutku.


“Kau menangis ?”

“Memangnya kenapa? Seorang tuan putri tidak boleh menangis ?” tak ada jawaban darinya seketika hening dan hanya suara angin yang terdengar.

Entah mengapa air mataku tak berhenti mengalir saat itu, kurangkul lenganku sendiri berharap rasa pedih ini akan berlalu cepat.

“Aku mengambar ini saat menunggumu..” ucapnya di sampingku tak sadar dia sudah ada di dekatku. Lucas menunjukkan gambar pohon linden yang berada di atas tebing, semua gambarnya terlihar realistis. Membuatku selalu takjub dan mengambil kertas itu dari tangannya.


Aku menelusuri bentuk gambaran pohon di kertas dengan jariku, dia benar-benar ahli dalam melakukan ini karena gambarnya sama seperti apa yang kulihat asli. Dia tahu apa yang kusukai dengan mudah mengalihkan perhatiaanku, sejenak terpana tampa sadar telah menggengam jamarinya yang terasa lebih besar dariku. Seperti terhipnotis, semuanya mengalir tampa kusadari. Waktu terasa seperti berhenti sesaat, aku dapat merasakannya juga di mata biru itu yang memandangku ke bawah bersama dengan sentuhan lembut di jemarinya. Membuatku terbuai akan sentuhannya yang begitu menggoda. 


Saat dimana kita menjauh rasa kedekatan inilah yang kurindukan, tak ingin menyangkal perasaan itu lagi karena semuanya menarikku begitu kuat seperti magnet. Aku tak bisa pergi menjauh lama darinya dan dia pun selalu menemukanku. Kini tangannya menelusuri wajahku dan mengusap air mata yang tak kunjung mengering, aku dapat melihat mata birunya dari dekat saat itu di hadapanku.


“Aku tidak ingin menanyakannya mengapa karena itu bukan tempatku untuk mengetahuinya, tapi jika kau inginkan aku untuk menghilangkan ini, maka akan kulakukan apapun untuk itu..” ucapnya lembut dengan menyeka anak rambut di sudut kupingku. Sesaat aku terpaku menatapnya tidak tahu apa yang akan ku katakan selanjutnya, tapi satu hal yang ku yakini adalah debaran yang ada di jantungku telah menguatkanku untuk menginginkannya.


“Dapatkah kau memelukku ?” Lucas segera menarik pinggangku, hingga tubuhku menempel pada tubuhnya yang mendekapku seperti selimut. Aku dapat merasakan dada bidangnya yang keras dan juga suara dentuman yang berdetak cepat disana.

“Apapun itu.. seperti yang kau inginkan..” ia berbisik dan mengecup ringan kepalaku. Aku tak berpikir banyak saat itu yang ku tahu bahwa aku telah menemukan ketenangan, ternyata dia adalah kedamaian hatiku.


Perasaan aman di dalam dekapannya yang membuat tanganku merangkul punggungnya erat, yang kutahu hanya dia yang dapat melakukannya. Ku ingin waktu takkan pernah berlalu, karena yang kubutuhkan saat ini adalah seseorang yang merangkulku hingga kepedihan ini usai. Seperti pada tanah yang gersang dia telah menurunkan air hujan di hatiku. Setelah haus akan kekeringan, kehadirannya memberikan pelepas dahaga yang kubutuhkan.


Tak mengetahui telah berapa lama waktu berlalu tapi dia tak pernah melepas dekapannya walau saat badanku bergetar karena menangis. Sesekali dia mengusap punggungku dan perlahan badai yang bersemayang di kepalaku pun menyingkir. Sekarang yang kulihat hanyalah dia di hadapanku meski pun saat memejamkan mata. Aku tak ingin berlarut disana pelan-pelan ku coba bangkit dari perasaan keterpurukan, melihat di hadapanku pakaiannya yang basah karena ku. Aku mengusap kain di dadanya berharap dia tak marah, dapatku rasakan lagi jantungnya yang berdetak cepat.


“Maaf..” ucapku saat mencoba memandangnya yang ternyata dia sudah melakukannya duluan.

“Tak ada yang perlu di maafkan.” Lucas mengambil tanganku yang bertenger di dadanya dan mengecupnya lama sembari menatapku. Sentuhan bibirnya yang lembab meninggalkan sengatan disana, jantungku seketika berdetak cepat. Dengan Lucas bertindak seperti itu membuatku tak berhenti menatapnya, namun sesaat terlihat senyuman yang mengembang dari bibirnya. Tiba-tiba dia menyondongkan wajahnya padaku.

“Pipimu memerah..” bisiknya di kupingku, bibirnya yang hangat menyentuh area sensitifku itu. Lalu mencari lagi wajahku lagi yang otomatis langsung ku sembunyikan hingga lepas dari dekapan tangannya di pinggangku.

“Oh.. mungkin karena di sini sedikit panas.” ucapku yang akhirnya menjauh dan bisa menarik napas lega karena hawa dingin dari laut datang. Aku kembali berdiri menghadap hamparan lautan itu, Lucas beranjak mendekat dan berdiri juga di sampingku.

Tak lama aku menyadari tanggannya yang tersentuh dengan tanganku sekilas, sinyal yang kurasakan itu menimbulkan rasa seperti kupu-kupu terbang di perutku. Syukurlah aku tidak terkejut lagi dengan rasa aneh ini dan sepertinya bukan hanya aku yang tak ingin jauh-jauh darinya.

Perlahan jarinya bergerak di telapak tangganku begitu menggoda hingga menjamah tanganku dan mengaitkannya bersama perlahan. Sentuhannya melelehakan gunung es yang selama ini menjadi penghalangku untuk dekat dengan seorang lelaki. Tersadar kita melakukan dosa saat itu, sesuatu yang bibi bilang tidak boleh dilakukan. Sesuatu yang tak boleh di teruskan bila lelaki dan perempuan hanya berduaan. Tapi apalah daya yang kubutuhkan hanya dia saat ini sebagai pelebur asa.


Lihat selengkapnya