AUTHOR
Dilangit siang itu terdengar suara burung gagak berputar mengelilingi sebuah bukit pertambangan, seorang wanita berkulit dan rambut hitam melihat kejanggalan itu sejenak berhenti dari aktifitasnya. Matahari terasa terik hingga dia perlu menutup matanya dengan tangan yang terantai. Dia melihat bangkai seorang wanita di sampingnya yang mati beberapa hari lalu, namun masih terikat rantai bersamanya.
“JALAN!!! Dasar bodoh mau makan saja lamban!” Ucap seorang pria berpakain baju besi biru yang memecutnya dengan cambuk di atas kuda yang di tunganginya.
Wanita di depan menariknya mengisaratkan untuk terus jalan, hingga mau tidak mau dia harus menyeret mayat itu saat berjalan karena rantainya terkait untuk lima orang dan dia di barisan belakang.
Setelah mereka sampai di tempat pembagian makanan disana wanita itu masih mendengar suara lengking dari palu dan juga melihat anak-anak kecil dari kaumnya yang kurus kering bekerja paksa mengayunkan palu besi pada sebuah batu. Ada banyak prajurit yang mencambuk bila mereka berhentik bekerja.
Wanita itu berbaris dengan memegang mangkuk untuk makan siang namun yang belum mengerjakan masih bekerja. Sampai di depan meja tempat pembagian makanan, pria yg membagikan sendok bubur menatapnya jijik ke arah mayat yang ada di bawah kakinya.
“Pergi kau pembawa penyakit!” ia mendorong wanita itu hingga tersungkur dan mangkuk kosongnya mengenai wajah mayat itu yang penuh luka kudis. Wanita itu bangkit tampak kesal dan menyendok sendiri makanannya dari mangkuk kedalam pot besar yang berisi bubur untuk dibagikan.
“HEI!! SUDAH GILA KAU YA!! PRAJURIT!! PRAJURIT!!” pria yang membagikan makanan berteriak keras sedangkan wanita itu dengan menggigil kelaparan menegguk seluruh bubur yang ada di mangkuknya. Saat dia melihat prajurit-prajurit bergerak ingin menangkapnya dia beusaha lari namun tercekat oleh teman-temannya juga yang satu rantai dengannya.
Dia terjatuh saat salah satu prajurit menjambak rambutnya hingga tersungkur di depan mayat tadi. Prajurit itu menginjak tangannya tanpa ampun, membuat salah satu wanita lain yang satu rantai dengannya melempari prajurit itu pakai batu.
“Beraninya kau!! budak jalang!!” ucap prajurit ini yang naik darah hingga mencabut pedang yang ada di pinggangnya, dan melayangkan pedangnya tinggi-tinggi menujunya.
“HENTIKAN!!” seseorang dari belakangnya menghentikan tindakkannya, prajurit itu pun mematung di tempat dan menoleh ke arah suara itu. Tiba di sana ada banyak segerombolan prajurit dan seorang pria berambut panjang sebahu, memakai kuda turun dari tunggangnya. Prajurit yang berniat untuk membunuh orc itu pun dengan amarah yang tertahan menurunkan pedangnya.
“Siapa kau? beraninya menganggu kami di tengah-tengah kerja!!” ucapnya ketus.
Pria berambut panjang itu terlihat menggeram karena perlakuanya, hingga prajurit yang bertanya tadi memundurkan langkahnya. Prajurit itu melihat perawakannya dari atas sampai bawah sampai dia sadar warna mata pria itu berubah-ubah dari dari abu-abu hingga menggelap. Melihat ekpresi wajah prajurit yang memegang cambuk itu, membuat pria berambut panjang pun tersenyum mengerikan.
“Saya Alpha Theodore raja serigala” ucapnya ringan namun mematikan, saat itu Theodore menarik pedangnya dari sarang tapi entah kebodohan apa yang prajurit itu miliki dia tertawa geli dan meludah di tempat di berdiri.
“Bah!! Raja serigala adalah Alpha Leonard bukan kau!! siapa pun engkau enyahlah dari sini dan bawa pulang prajurit-prajuritmu!!.” Ucapnya yang juga menarik pedang menenggok ke arah kawanan prajuritnya untuk bersiap menyerang, ketahuilah mereka telah kalah jumlah.
“Hahaha.. Saya akui kalau kau bernyali besar!!..” dengan santainya Theodore pergi menghampiri kudanya dan mengambil sesuatu yang di gantung di sana. Thedore menggambil gantungan yang terlumuri darah lalu menggiring kembali dengan jalan menujunya, seketika wajah prajurit itu penuh teror.
“Ada apa? Bukankah dia yang kau sebut tadi? sayangnya pria tua bangka ini bukan lawan sepadanku!.” Ucap Theodore yang jalan mendekat menunjukkan potongan kepala Alpha Leonard di hadapannya. Membuatnya membuang muka dan melihat ke arah wanita-wanita tadi yang berusaha melawannya, kini mereka mencoba melepaskan rantai dari sebuah mayat. Prajurit itu tampak mengepal tangannya, rahangnya mengeras tapi kemudian menatap pria kekar di hadapannya dengan amarah yang tertahan.
“A-apa yang kau inginkan?.” Ucap prajurit itu.
“Kau tahu kau membuang waktuku!..” Theodore mengetuk potongan kepala itu di bahunya hingga membuatnya mundur selangkah ke belakang, membuat semua prajurit yang di bawa Theodore tertawa meledek nyalinya yang ciut.
“Katakan!.. dimana Master dari semua budak ini, temukan saya dengannya.. sekarang!” Ucap Theodore dengan tampa peduli melepar potongan kepala itu kepada salah satu prajuritnya dan mendekat ke arah lawannya itu dengan melap sisa darah yang ada di tanggannya ke baju besi prajurit itu.
“Maksudmu lord Heilm ?..”
“Saya takkan memperingatkanmu berkali-kali!. Harusnya kau paham!!” ucap sembari mengetuk pedang yang di genggam prajurit itu hingga terjatuh dari tangannya, dia mematung di tempat.
Theodore menoleh ke arah wajah prajurit itu, keringat dingin mengucur deras dari dahinya yang tidak memakai helm pelindung kepala.
“Kenapa kau diam?” tanya Theodore.
“Ka-karena Lord Heilm telah meninggalkan Mongrea, sekarang sayalah yang menggantikan tugasnya disini sebagai komando pasukan, mengawasi para budak tahanan.” Perkataanya hanya menyulut amarah dari Theodore.
“Jangan bertele-tele saya bukan orang yang punya kesabaran..” ucapannya halus namun sekejab dapat terasa sangat berbahaya di kuping prajurit itu, Theodore kini menepuk-nepuk pundakknya dengan pedang tajam. Prajurit itu dapat merasakan kalau nyawanya terancam, bila salah bergerak saja maka kepalanya akan putus dengan pedang tajam yang mengacung sangat dekat dengannya.
“Ka-katakan saja yang kau inginkan, tapi bila kau mencari lord Heilm dia telah pergi..”
“Pergi kemana?!”
“Sa-saya kurang tahu tapi setelah melakukan perjanjian upeti dengan pendeta agung dia tak terlihat lagi Milord..”
“Dimana upeti yang diberikan Alpha Lonard padanya?”
“Milord yang saya tahu tahun ini karena perjanjian dengan pendeta agung, maka kami tak menerima upeti tapi sebagai gantinya mendapat hak milik dari pertambangan itu..”
“Jangan main-main kau!! dimana upeti yang di berikan Alpha Lonard?”
“Apa yang kau maksud upeti yang di dalamnya terdapat anak serigala? kami tidak menerimanya.. Tapi biasanya sebelum di antarkan ke kami upeti-epeti yang di kirim Alpha Lonard selalu di titipkan di istana Mongrea tempat kediaman pendeta agung..”
Prajurit itu memperhatikannya yang tengah berpikir hingga mengambil kesempatan itu untuk menyerangnya dengan mencoba meraih kembali pedang yang terjatuh di kaki tadi. Tampa dia sadari Theodore lebih cepat hingga dia menghunuskan pedangnya ke punggung prajurit itu dan menembus hingga ke kedadanya. Darah segar mengalir deras dari mulutnya, Theodore menarik kembali pedangnya yang tertancap itu dan menginjak kepala prajurit itu di hadapan semua orang.
Dia berdiri tegak memandang para tahanan budak yang terantai dan ada pula yang terkurung di kandang besi beserta prajurit-prajurit berbaju besi biru ketar-ketir ketakutan. Theodore memotong rantai yang terpasang di budak wanita itu hingga dia terbebas dari mayat di sampingnya. Kemudian mengambil pedang prajurit tadi yang tergelak di tanah dan memberikannya ke pada buda wanita tersebut.