Ricole (dibaca Rikol) adalah anak berumur tujuh tahun. Dia anak laki-laki yang sangat menggemaskan. Dia periang, lucu, sangat cerewet, dan suka bercanda. Tetapi, itu dulu.
Semenjak kematian ayahnya, Ricole menjadi tak bersemangat. Setiap kali adiknya bertanya mau makan apa, pasti Ricole menjawab mau makan makanan favorit ayah. Bahkan, sampai saat ini.
Suatu hari, tiga bulan setelah kematian ayahnya, Ricole tertidur di kamarnya sendiri pada malam hari. Dia bermimpi berada di suatu tempat yang indah.
Tiba-tiba saja, pandangan matanya tertuju kepada seorang bapak yang memakai baju putih.
Dagunya bagai lebah bergelantung. Ricole meneliti wajah lelaki itu. Dan sekali lagi, Ricole meneliti bapak itu bagai detektif cilik yang sedang menjalankan tugas. Akhirnya, dia mendapat jawaban. Itu ayahnya.
Ricole berjalan menuju bapak itu dengan penuh keraguan. Dia menyusuri semak-semak, sungai yang jernih dan bening, serta bebatuan yang sedikit menyakitkan.
"Bapak siapa?" tanya Ricole ingin memastikan.
Bapak itu tersenyum. "Ini Ayah, Sayang," kata bapak itu.
Ricole terkejut. Matanya terbelalak. Matanya kini telah basah.
"Peluk Ayah, Nak ...," kata ayah.
Tanpa segan-segan, Ricole memeluk ayahnya.
Ayahnya memakai jubah putih. Rambutnya rapi. Kulitnya pun putih berseri.
"Aaayah .... Benar, kamu Ayahku?" tanya Ricole melepas pelukannya, tetapi tidak melepaskan tangannya dari badan ayahnya.
"Iya, Nak," jawab ayah Ricole sambil menggendong anaknya, lalu menciuminya.
"Inikah yang namanya surga, Yah?" tanya Ricole kembali. Ketika itu, Ricole sedang dipeluk dan digendong ayahnya dengan sangat erat.
Mereka berjalan mengelilingi air terjun yang menyejukkan hati.
"Kamu kangen pada Ayah?" tanya ayah.
Ricole dan ayah saling menatap. Ricole mengangguk.
"Kalau begitu, kamu akan aku buat memasuki mimpimu sendiri dan kamu akan terus berada di sini walaupun itu hanya satu jam," kata ayah.