Princess Venus: History of Lawrence

SAKHA ZENN
Chapter #1

Menikmati Perpisahan

Musim dingin berlalu. Salju-salju mulai menghilang dan mengembalikan wujud pepohonan yang kembali hijau, merah, kuning, serta warna-warna lainnya. Setelah libur panjang, seluruh murid kembali berduyun-duyun ke sekolah mereka.

Empire High School. Sesuai namanya yang berarti kekaisaran, hampir seluruh siswa di sini adalah keturunan orang kaya dari para orang tua kaya, bak pangeran dan putri kerajaan. Sebagai salah satu sekolah bergengsi, mereka tidak pernah melakukan hal-hal memalukan yang membawa nama sekolah pada citra buruk. Seluruh kegiatan hampir didonaturi oleh para orang tua yang tidak lengah meninggikan nama keluarga mereka. Alhasil sang siswa akan disanjung para siswa lainnya, tak absen juga berita terkini yang sering menampilkan keluarga-keluarga kelas atas saat mencapai prestasi tertentu. Dan tentu saja sangat sedikit berita kurang baik yang diberitakan, bahkan hampir tidak ada. Berbeda dengan keluarga Venus yang bisa dibilang sederhana dari kelihatannya. Venus besar di keluarga paman dan bibinya sejak kecil. Meski kehidupan mereka tidak bergelimang harta, dengan rumah yang tak terlalu besar, beruntungnya semua kebutuhan tercukupi tanpa sekalipun Venus mendengar keluhan paman atau bibinya tentang biaya hidup. Semakin dewasa, Venus juga tidak semena-mena. Dia tumbuh sebagai gadis cantik dengan bola mata keemasan, ceria, dan memiliki banyak teman.

Venus menutup koran sekolah setelah membaca berita tentang seorang siswa yang merasa keberatan dengan didikan dan desakan orang tua hingga memilih mengakhiri hidupnya. Venus menghembuskan napas berat. Bagi beberapa orang, hidup memang sebatas hidup dan mati. Jika terlalu berat, maka mati adalah pilihan paling singkat dan mudah.

"Venus?"

Tentu yang memiliki nama segera beralih pada pemanggil. Dia adalah Theo, siswa laki-laki populer di sekolah. Baginya, mudah saja mendapat perhatian orang-orang, yakni dengan wajahnya yang tampan. Dan Theo menyadari kelebihannya itu.

"Ya?"

"Ternyata kamu masih suka membaca koran?" Theo dengan alami memposisikan dirinya, duduk di samping Venus, menyandarkan punggung lebarnya dan melirik halaman utama koran yang masih dipegang gadis itu.

"Karena tidak ada yang membacanya. Mereka lebih tertarik pada media sosial dan sebagainya. Apa aku salah?" Venus menajamkan matanya untuk Theo, sehingga di tempatnya lelaki itu merasa terintimidasi.

"Yah, kita memang sedang ada di zaman ini. Jika kita hidup di zaman kerajaan kuno mungkin akan berbeda cerita. O iya, Venus. Kamu sudah melihat papan pengumuman?" Theo mengangkat punggungnya dan duduk dengan tegap menghadap Venus.

"Belum. Ada apa?" jawab Venus seadanya, tidak menunjukkan rasa penasaran sedikitpun.

"Ah, pantas mood-mu datar-datar saja. Lihatlah ke sana! Kamu pasti akan terkejut." Theo mengakhiri kalimatnya dengan senyum tipis.

Sesuai saran Theo, Venus beranjak ke tempat papan pengumuman yang masih ramai karena pemberitahuan yang baru dirilis sekolah.

"Venus! Kamu harus lihat ini!"

Seorang teman perempuan bernama Cecilia menggandeng tangan dan membukakan pintu untuk mencari posisi di barisan pertama para siswa dan siswi yang masih mengerubungi papan lebar berlapis kaca itu.

"Lihat!" Cecilia menunjuk posisi dalam pentas drama yang terpilih menjadi tokoh utama wanita dan nama Venus tertulis di sana.

"Cecil? Ini sungguhan?" Venus hampir kehilangan kata-kata. Meski mata kanan dan kirinya minus 0.5, bukan berarti dia tidak bisa melihatnya dengan benar. Namanya sungguh tertulis di papan dan lagi, nama lainnya menarik perhatian Venus.

"Malvin Bright?"

Hal lain yang membuat Venus terkejut adalah nama Malvin Bright, seorang siswa populer dari keluarga Bright yang masyhur di seluruh kota.

"Gila kan? Aku bahkan tidak tahu dia mendaftar casting peran drama itu," balas Cecilia yang memang menjadi salah satu siswi paling tidak akan ketinggalan informasi.

"Alangkah lebih baik jika bukan dia," lirih Venus yang hanya didengar olehnya.

•••

Jam pulang sekolah berbunyi, menggema di setiap sudut sekolah. Satu persatu pintu kelas terbuka dan para siswa mulai berhamburan keluar. Tentu saja deretan mobil bermerek sudah berderet rapi di halaman sekolah. Rutinitas inilah yang memperlihatkan tingginya derajat materi siswa Empire High School. Venus melirik pemandangan itu dari jedela perpustakaan. Ramai dan sesak. Langit yang tidak terlalu cerah senada dengan suasana hati Venus saat ini.

"Aku bahkan tidak pernah melihat orang tua mereka menjemput secara langsung."

Tidak tertarik, Venus akhirnya melanjutkan langkahnya. Tujuannya datang ke perpustakaan adalah ingin mencari kembali novel terkenal yang menjadi jalan cerita pentas drama yang salah satu tokohnya akan dia perankan. Itu adalah salah satu novel favoritnya yang dia temukan dua tahun lalu, saat dirinya masih menjadi siswi kelas bawah.

"Seingatku di ...." Venus menyusuri rak-rak buku yang tingginya hampir dua kali lipat darinya. Dan Venus masih mengingat letak novel itu. Rak kumpulan buku fantasi nomor 7.

Lihat selengkapnya