Princess Venus: History of Lawrence

SAKHA ZENN
Chapter #4

Perayaan

Sehari setelah bangun dan berada di Kerajaan Lawrence, Venus telah mempelajari beberapa kebiasaan keluarga kerajaan seperti acara minum teh, sarapan dan makan malam bersama, serta bagaimana para bangsawan dilayani sepenuhnya mulai dari mandi, menggunakan pakaian yang berlapis-lapis, menata rambut, merias wajah, dan satu lagi, tidak bisa kemana-mana sendiri. Terlebih karena Venus yang menurut banyak orang baru bangun dari sakitnya, dirinya tidak begitu leluasa ke sana dan kemari sesuai keinginannya. Raja Charles juga memperingatkan pada pelayan-pelayan yang mengikuti Venus agar membatasi pergerakan dan hal-hal berat yang akan membuat Venus kelelahan atau sakit. Terlebih malam ini ada perayaan lampion yang akan diikuti seluruh rakyat Lawrence. Sedari sore Venus sudah mulai berdandan untuk menyambut malam yang langitnya akan berhiaskan cahaya-cahaya lampion. Pengumuman ini dibuat oleh sang raja dan rakyat pun bersuka cita atas kembalinya sosok Putri Venus. Pesta lampion berlangsung dengan meriah. Keluarga kerajaan juga berkumpul di depan istana dan menerbangkan lampion masing-masing, termasuk Venus. Seumur hidup dia baru menyalakan lampion, terlebih itu adalah untuk perayaan kembali dirinya.

Dimulai lampion Raja Charles yang terbang, keluarga istana mengikuti, lalu ribuan lampion mulai terbang dari hamparan rumah-rumah warga. Venus bisa merasakan ketulusan dari rakyatnya yang tersimpan melalui cahaya-cahaya kekuningan yang menerangi langit bersamaan bintang dan bulan sabit di atas sana. Netra Venus mulai basah dan memunculkan lukisan galaksi di sana.

"Ayah, terima kasih."

Venus memeluk Raja Charles, merasa bersyukur meskipun ayahnya telah memiliki istri lain dan satu putri lainnya, namun Venus tidak terlupakan.

"Apapun untukmu, sayang." Raja Charles mengecup dahi sempit Venus. Semburat senyum pun terlukis melalui bibir tipis gadis itu.

•••

Keesokan paginya Venus menagih janji Lady Roo untuk berkunjung ke villa khusus milik Ratu Rose. Maka pagi menjelang siang mereka berangkat menggunakan kereta kuda. Melewati sedikit hutan yang daunnya lebar bersamaan dengan kicauan burung-burung dari sarang mereka, Venus membuka gorden jendela, memilih menikmati pemandangan dan semilir angin yang menyejukkan.

"Meskipun villanya tidak jauh dari istana, namun hutan ini berbatasan langsung dengan Kekaisaran Arlo," jelas Lady Roo mengenalkan.

"Ah, saya telah membaca beberapa buku di perpustakaan. Saya mengerti."

Pengetahuan Venus yang tak jauh beda dengan para bangsawan seusianya memang sebuah keistimewaan yang membuat semua penghuni istana merasa kagum dan menjadi pembicaraan hangat di antara mereka. Jika diingat lagi, Venus yang masih berumur lima tahun belum lancar menbaca dan menulis, namun Venus bisa melakukannya tanpa cela setelah bangun dari tidurnya. Budaya kerajaan yang perlu dipelajari juga dengan cepat Venus terima. Yang membuat semua orang kagum adalah cara Venus yang suka menyapa orang-orang dari kalangan pelayan dapur hingga tukang kebun istana membuat mereka terkejut. Bukannya meninggikan sikap anggun, Venus memperlihatkan sisi seorang putri yang bebas tanpa melanggar etika. Itu adalah hal yang tidak biasa.

Dor!

"Tunggu, Roo!"

Lady Roo segera meminta kusir menghentikan kudanya. Mendengar suara peluru yang lepas dari alat berburu itu membuat Venus harus turun dari kereta kuda. Lady Roo dan beberapa pengawal pun bersiaga.

"Siapa di sana?"

Dengan nada menantang, Venus tidak ragu mencari tahu siapa yang berani berburu di hutan kawasan Lawrence.

Srak srak!

Suara lantang Venus berhasil sampai pada seseorang berpenampilan rapi nan gagah. Dia muncul dari balik semak-semak.

"Anda! Apakah Anda tidak tahu bahwa ini kawasan bebas berburu? Anda pasti bukan rakyat Lawrence, maka saya beri tahu bahwa kawasan ini tidak boleh untuk berburu," tegas Venus meninggikan suaranya. Sedangkan Lady Roo yang mengetahui dengan siapa Venus sedang berhadapan, dia tidak sempat untuk memberi tahu kenyataan itu karena Venus kelewat marah.

"Maaf Nona, saya tidak sadar bahwa saya sudah melewati perbatasan. Saya memang bukan dari Lawrence," tutur lelaki itu yang tak lain adalah Pangeran Ian, Pangeran Mahkota Kekaisaran Arlo.

"Hm. Baiklah karena Anda bilang Anda tidak tahu. Tapi karena sekarang sudah tahu, berhati-hatilah atau Anda akan dihukum."

Pangeran Ian diam-diam menyembunyikan senyumnya. Dia sudah tahu siapa gadis yang sedari tadi marah-marah itu.

"Baik, Nona. Saya mengerti. Kalau boleh tahu ke mana Anda akan pergi? Biar saya mengawal Anda sebagai bentuk permintaan maaf."

Dari gerak-geriknya, Pangeran Ian memang tidak bisa menyembunyikan sikap kebangsawanan dirinya. Tubuhnya yang secara otomatis anggun dan gagah berikut dengan caranya berucap membuat Venus perpukau tanpa merasa aneh.

"Bagaimana Anda akan mengawal saya?" tanya Venus.

"Saya membawa kuda saya. Saya juga cukup pandai menggunakan pistol dan pedang. Keselamatan Anda akan terjamin, Nona."

"Tunjukkan kuda Anda!"

Lihat selengkapnya