"Venus, aku dengar kamu ke villa itu sendirian?"
Isabell, saudari tiri Venus yang sampai saat ini mereka belum berhasil membuat citra persaudaraan yang bagus membuat Venus menyembunyikan smirknya. Dia pikir Isabell adalah sosok seperti yang diharapkannya. Ternyata dia terlalu terikat dengan Ratu Mariana, ibunya. Venus pun tidak bisa berbuat banyak. Bahkan saat hari kedua kedatangan Venus ke Lawrence, Ratu Mariana membatasi pergaulan Isabell dengannya secara terang-terangan. Tentu saat tidak ada Raja Charles. Lebih baik belajar daripada bermain, tegas Ratu Mariana. Padahal diam-diam Isabell merasa iri, dia ingin sedikit lebih bebas. Dia juga ingin pergi keluar istana selain saat hari-hari ke akademi. Dia juga ingin belajar menunggang kuda. Namun apalah daya, Isabell lebih banyak duduk dengan anggun menikmati teh di taman.
"Benar." Venus menghentikan kegiatan minum tehnya sejenak lalu meminta para pelayan pergi.
"Yang kamu maksud villa itu adalah villa milik ibuku, jadi aku harus merawatnya bukan? Dan kemarin adalah peringatan hari kematian ibu, jadi aku ingin lebih dekat meskipun tidak melihatnya. Kamu mungkin tidak akan paham," sambungnya kemudian mengisi teh ke dalam cangkir baru untuk Isabell.
Isabell yang datang dengan anggun itu duduk berhadapan dengan Venus yang sudah menyesap teh hingga tersisa setengahnya sekarang. Dia tersenyum saat Venus mempersilahkan dirinya minum teh dari teko yang sama.
"Aku akan mencoba mengerti," balas Isabell kemudian menyeruput tehnya tanpa suara. Kebiasaan baru Venus setelah bangun di Lawrence adalah minum teh mawar yang menurut Lady Roo itu merupakan teh favorit Ratu Rose. Setelah merasakannya dia memang ketagihan. Hampir setiap hari Venus datang ke taman atau sekedar di balkon kamarnya untuk minum teh meski sendirian.
"Isabell, bolehkah aku bertanya?"
Pertanyaan Venus cukup membuat Isabell diam sejenak. Semenjak Venus bangun, Venus hampir tidak pernah mengajaknya berbicara lebih dulu. Sifat Venus yang acuh padanya pun membuat Isabell enggan membuat percakapan dengannya. Namun satu kalimat yang merupakan pertanyaan sekaligus permintaan izin itu menarik perhatian Isabell. Di satu sisi dia memang penasaran dengan sosok Venus yang telah tidur 13 tahun lamanya. Selama itu pula Isabell selalu melihat Venus yang memejamkan matanya dengan tenang di tempat tidur. Namun sekarang Isabell menerima tatapan bola mata keemasan Venus. Dia menarik, pikir Isabell.
"Tentu." Isabell tersenyum. Venus pun tidak bisa mengelak bahwa itu adalah senyum yang tulus. Dalam hati Venus merasa aneh, apakah dirinya telah menilai salah Isabell?
"Apa menurutmu aku bisa ikut akademi?" Akhirnya pertanyaan lain Venus lontarkan.
"Maksudmu Guardian Academy? Tentu saja, tapi sepertinya aku harus memastikan beberapa hal. Maaf jika kurang sopan, bagaimanapun secara logika mental kamu masih berusia lima tahun. Kemampuan akademi, soft skill, dan hard skillmu harus ditingkatkan untuk bisa masuk Guardian," jelas Isabell terdengar menusuk hati tapi memang benar adanya. Venus yang saat ini di mata orang-orang hanyalah Venus yang masih berusia lima tahun.
Tanpa diduga, kedekatan mereka mulai terlihat sejak saat itu. Isabell lebih sering datang ke kamar Venus dan sebaliknya. Isabell yang menjadi salah satu siswi unggulan di Guardian akan menilai sejauh mana kemampuan akademik Venus mulai dari membaca, berbicara, dan berhitung.
"Bagaimana kamu bisa memainkannya?"
Isabell merasa takjub saat melihat Venus membiarkan jemarinya menari di atas note piano. Entah dia memang terlalu asing dengan musik atau Venus memang sejenius itu, dia mendengar alunan musik yang sangat berbeda. Padahal sejujurnya Venus hanya memainkan lagu di dunianya yang lain, yakni genre pop yang dia aransemen sedemikian rupa.
"Aku pikir kamu bisa mengambil jurusan seni," ucap Isabell menilai.
Hari demi hari Isabell terus dikejutkan dengan bakat tersembunyi Venus. Sampai dia ragu apakah benar yang selama ini dia lihat di kamar tidur adalah Venus? Atau selama 13 tahun dia banyak melakukan hal di dalam mimpinya? Itu tidak mungkin kan? Isabell sampai heran dengan pemikirannya yang tidak masuk akal.
•••
Suatu malam setelah makan malam keluarga kerajaan, Isabell memilih bersantai, duduk tenang sembari membaca sebuah buku pengetahuan. Menghadap jendela besar yang juga menjadi pintu menuju balkon, gorden dibiarkan tak terikat dan melambai terkena angin malam. Wajahnya yang putih bersih terlihat tenang dan teduh bersamaan dengan sikapnya yang anggun meski hanya sedang membaca buku. Rambut panjangnya yang kali ini dibiarkan terurai terdorong angin dan beberapa kali menggelitik telinganya.