Princess Venus: History of Lawrence

SAKHA ZENN
Chapter #23

Teka-Teki

"Venus?" Pangeran Ian memanggil saat Venus membeku melihat dirinya di permukaan air yang tenang. Dia mengerjap dan wajahnya memucat.

"Ada apa, Venus? Apa yang kamu lihat?" selidik Pangeran Ian.

"Ti-tidak."

Ternyata Venus belum benar-benar terbuka dengan Pangeran Ian.

"Tidak ada apa-apa."

Pangeran Ian meraih tangan Venus. "Kita harus segera kembali sebelum bulan purnama berakhir, Venus," kata Pangeran Ian memperingatkan. Wajah Venus berubah seketika. Dahinya berkerut.

"Bukankah bulan purnama terjadi cukup lama? Bisa sampai dua atau tiga hari," bantahnya, namun Pangeran Ian segera menyanggah.

"Tidak, Venus. Bulan purnama yang benar-benar berada di titik sempurna hanya berlangsung beberapa menit. Jika kita tidak segera keluar, kita akan terkurung di sini selama hampir satu bulan."

Venus mengerti. "Baiklah. Kita keluar sekarang."

Saat berjalan menuju asrama, pikiran Venus mulai memberinya rencana. Dia akan pergi ke danau dekat villa saat bulan purnama dan masuk ke dunia yang membuatnya penasaran dengan kemunculan sayap itu. Jika benar apa yang dikatakan oleh Pangeran Ian tentang hubungannya keajaiban itu dengan Ratu Rose, Venus akan mencari jawabannya, bagaimanapun caranya.

"Kakak, kenapa kamu membawa Venus hingga larut seperti ini? Aku hampir berpikir kalau Venus diculik!" protes Irish. Dia sudah cukup lama menunggu di lantai satu asrama karena Venus tidak kunjung kembali ke kamar. Dan ... William. Di hadapan publik, mereka hanya seorang putri dan penjaganya, namun di mata Venus berbeda. Venus berhasil membuat William salah tingkah dengan tatapannya yang seolah mengatakan, "Sekarang aku tahu bagaimana caramu mendekati Irish, Will."

"Aku memang menculik Venus tadi," balas Pangeran Ian santai, melepaskan tangannya dari Venus dan memasukkannya dalam saku celana. Sedangkan Venus dibuat kesal pria itu. Kenapa Pangeran Ian tidak bisa berbicara dengan lebih baik?

"Ah, maafkan aku, Irish. Kami hanya berjalan santai di area taman," Venus menambahkan, menyingkirkan kemungkinan adanya salah paham.

Pelukan Irish memberi sedikit kehangatan untuk Venus.

"Hh ... baiklah. Lain kali aku mohon berilah kabar padaku, Venus."

Mereka akhirnya berjalan ke kamar masing-masing. Dan di sana, Irish terus menggoda Venus.

"Kamu yakin kalian hanya berjalan-jalan di taman, Venus?" tanya Irish dengan senyum penuh arti begitu membuka pintu.

"Iya. Apa yang kamu pikirkan, Irish?"

"Jangan kira aku tidak melihat kalian bergandengan tangan, Venus. Apa kakakku mengatakan sesuatu padamu?"

Sekelebat ingatan tentang bagaimana Pangeran Ian meraih tangannya, menuntunnya keluar dari tempat misterius itu, berjalan sepanjang taman menuju asrama.

"Mengatakan sesuatu? Tidak. Ya, kami hanya berbincang kecil. Dia memberiku ini." Venus menunjukkan gantungan kunci berbentuk rusa putih itu. Irish yang merasa takjub mendekat, memperhatikan lebih jelas. "Ini adalah pemberian ibuku. Dan dia menitipkannya pada Pangeran Ian."

"Pantas saja. Dia begitu menjaga benda itu dari dulu. Dia pernah memarahiku karena menjatuhkannya," adu Irish mengingat kejadian yang tidak pernah dia lupakan, tentang kakaknya yang marah besar padanya. "Ternyata itu benda yang sangat berharga. Aku akhirnya mengerti kenapa kakak sangat marah waktu itu, Venus." Irish tersenyum, sedikit merasa lega.

"Aku tahu kalian berdua sangat peduli satu sama lain, Irish." Venus meraih satu tangan Irish, lalu menatap netra bulat berwarna hazel yang terlihat lebih cerah di kegelapan. "Meskipun dari mata telanjang kalian terlihat tidak akur dan terus beradu mulut, aku bisa memahaminya. Justru itu yang membuat hubungan kalian begitu erat. Bukan begitu?"

Irish mengangguk, memoles wajahnya dengan senyum tipis, terlihat lebih tulus dari senyumnya yang lain.

"Ternyata aku sangat menyayanginya, Venus. Kamu yang pertama kali mendengar ini."

Di luar, bulan masih tampak bulat sempurna. Setelah meletakkan gantungan kuncinya, dia membuka tirai jendela dan sejenak melihat ke langit yang terlihat ramai. Sudah cukup lama Venus tidak menikmati pemandangan yang begitu indah seperti itu karena terjebak dengan tekadnya mencari tahu segala hal tentang ibunya, Guardian, dan berbagai teka-teki yang mulai bermunculan hanya karena satu temuan baru.

Ibu, aku akan menyingkap semuanya. Aku janji.

"Aku tidak menyangka kakakku tidak berubah sama sekali, Venus," tutur Irish setelah menyimpan jubahnya lalu duduk di tepi ranjang. Dari wajahnya, dia terlihat sedang berpikir cukup dalam.

"Langkah yang begitu jelas?" Irish menebak kalimat yang tepat untuk mengomentari tindakan kakaknya.

"Entah kamu mengingatnya atau tidak, Venus. Dulu dia sangat menempel padamu. Saat kamu berkunjung ke Arlo, atau saat ayah ke Lawrence, selalu ada kakak. Dia tidak membiarkanku bertemu dan berteman denganmu."

Lihat selengkapnya