Prodigious Class

Toyttt 🍃
Chapter #2

Sophia Annabeth

Sosok pria itu sama sekali tidak mendekat tapi justru terus melambaikan tangannya seakan dia tahu Anna akan datang padanya. Anna memberanikan diri menghampiri sosok di ujung lorong itu. Walau perasaannya campur aduk, namun ia sudah tak bisa menahan rasa penasarannya yang kian melonjak. Anna merasa pernah mengenal pria itu. Langkah demi langkah ia lalui dengan hati-hati agar tidak membuahkan penyesalan. Saat jarak mereka makin dekat, Anna mulai menyadari sesuatu. Pria itu mengenakan seragam olahraga SMA Kesaktian Bangsa, tentu saja Anna merasa akrab dengan baju yang dipakai pria itu. Hanya saja, dari tadi seragam itu tertutup jaket jeans yang pria itu kenakan. Sosok itu mulai membuka tangannya seakan menyambut kedatangan seseorang, untuk bersiap memeluknya.

"Brakkkkkk!!!" suara Anna terjatuh karena tersenggol seorang anak perempuan. Anak perempuan yang sedang berlari ke arah sosok pria itu pun segera berbalik menghampiri Anna yang masih terduduk di lantai. Dari raut wajahnya, ia sangat terburu-buru dan terlihat mencemaskan sesuatu. Anna pun mendongakkan kepalanya yang sendari tadi tertunduk sambil tersenyum. Rupanya gadis itu juga tersenyum dengan sangat cantik, badannya cukup tinggi dengan rambut panjangnya yang terurai. Anna memperhatikan name tag bertuliskan nama Sophia Annabeth yang tergantung di seragamnya. Ah rupanya, perempuan ini yang dimaksud sosok pria tadi. Sungguh kesalahpahaman yang sangat memalukan, sudah salah paham, jatuh lagi.

"Maaf Kak! Aku ndak sengaja. Barusan aku terburu-buru," ujar siswi itu meminta maaf sambil mengulurkan tangannya pada Anna.

"Iya... Gak papa kok. Lain kali hati-hati ya," ujar Anna seraya menerima uluran tangan perempuan bernama Sophia Annabeth itu. Siswi itu menunduk pada Anna lalu bergegas pergi menuju gerbang sekolah. Anna memperhatikan siswi itu hingga menghilang dari pandangannya. Ia baru menyadari bahwa laki-laki yang ingin ditemui siswi itu sudah menghilang sendari tadi. Benar-benar anak perempuan yang aneh, untuk apa dia terburu-buru mengejar laki-laki di saat seperti ini? Sebagai guru konseling sekaligus psikiater baru di sekolah ini, Anna merasa khawatir dan penasaran pada gadis bernama Sophia Annabeth dan hubungannya dengan pria itu. Ia pun memutuskan mengikuti siswi itu menuju ke depan sekolah.

Dari balik pos satpam, Anna memperhatikan siswi itu secara diam-diam. Rupanya gadis itu sedang berbincang-bincang di balik semak-semak dengan pria berbaju olahraga tadi. Anna tidak dapat mendengar dengan jelas apa yang mereka debatkan, tapi dilihat dari gerak-geriknya mereka sedang meributkan hubungan mereka. Sang gadis terlihat menunjuk-nunjuk pria itu sambil marah, kemudian laki-laki itu terlihat tidak senang atas perlakuan gadis itu. Tetapi laki-laki itu menghembuskan nafas untuk berusaha tetap tenang dan menarik tangan perempuan itu ke tempat parkir. Dengan segera, Anna kembali mengikuti pasangan itu ke tempat parkir yang berada tidak jauh dari sana. Ia memiliki firasat buruk tentang hal ini.

Di tempat parkir, sang pria langsung menaikkan gadis itu ke atas motornya dan pergi ke luar sekolah. Anna yang mengamati dari semak-semak tidak mengira kalau laki-laki itu nekat membawa pergi siswi itu agar tidak ada seorang pun yang tahu, apa yang akan diperbuatnya. Apa mungkin ia akan melakukan kekerasan pada sang gadis atau mungkin melakukan hal tidak senonoh padanya? Pikiran Anna tidak sanggup membayangkan apa yang akan mereka lakukan di luar sekolah. Akan tetapi sebagai satu-satunya saksi kejadian tadi, Anna memutuskan untuk mengikuti motor mereka. Kalau bukan Anna siapa lagi yang peduli pada masa depan mereka.

Sungguh, Anna merasa heran bagaimana pendidikan moral di sekolah selama ini semenjak ia lulus SMA. Padahal setahu Anna, saat ia bersekolah di sana, SMA Kesaktian Bangsa lebih dikenal karena keramahan dan kedisiplinannya daripada kekayaan dan kecerdasannya.

Beruntung di dekat sekolah itu ada pangkalan ojek yang biasanya dinaiki anak-anak, sehingga Anna bisa mengejar mereka sebelum tertinggal terlalu jauh. Di sana ada beberapa tukang ojek yang sedang mangkal menunggu jam pulang pelajaran tambahan. Diantaranya, ada seorang tukang ojek yang menghampiri Anna.

"Pak ikutin motor yang tadi keluar itu ya," pinta Anna pada tukang ojek itu.

"Oke Mbak. Nih helmnya dipakai dulu," kata bapak ojek itu. Tanpa basa-basi sang tukang ojek langsung memacu motornya dengan sangat cepat. Mungkin bapak ini memang sudah berpengalaman dalam melakukan pengejaran orang. Anna sendiri sudah cukup lama tidak menaiki motor, sehingga ia menikmati perjalanan sore itu.

Motor mereka mulai memasuki jalan raya yang sepi dan lenggang. Motor pasangan yang dikejar Anna melaju dengan kecepatan yang semakin tinggi. Begitu pula dengan motor ojek yang ditumpangi Anna. Di perempatan jalan, lampu lalu lintas yang semula berwarna hijau berubah warna menjadi merah. Sudah sepatutnya kedua motor yang sedang kejar-dikejar ini menghentikan laju motornya, pikir Anna yang sudah terbiasa tinggal di luar negeri. Lain halnya dengan jiwa muda pasangan bermotor di depan, motor pria dan gadis itu justru melaju semakin cepat ketika lampu lalu lintas berubah warna. Melihat hal itu, Anna hanya bisa menggelengkan kepalanya. Namun ternyata motor yang ditumpanginya pun melakukan hal serupa.

"Pak! Itu lampunya mau merah jangan dilanggar, nanti kena tilang lho," kata Anna mengingatkan. Ia memang tak ingin kehilangan mereka, namun risiko melanggar lampu lalu lintas lebih besar.

"Halah.... Ndak apa-apa kok. Saya ini udah berpengalaman selama 10 tahun jadi tukang ojek spesialis pengejaran orang. Setahu saya, dalam kasus kejar-dikejar yang saya tangani selama ini, ndak ada yang namanya lampu merah kok. Kalau berhenti, nanti namanya bukan kasus khusus kejar-dikejar lagi dong," kata tukang ojek itu membantah Anna mentah-mentah. Anna hanya bisa mangut-mangut mendengar penjelasan tidak masuk akal tukang ojek mantan pembalap liar ini.

Akhirnya, motor pria itu berhenti di sebuah kafe yang berada di pinggir jalan besar. Pria itu menggenggam tangan gadis itu dengan erat seolah tidak ada yang boleh memisahkannya. Dengan bergandengan mereka masuk ke kafe itu bersama. Anehnya, wajah gadis itu sama sekali tidak menunjukkan rasa takut sedikitpun. Anna segera turun dari motor dan memberikan ongkos ojek pada tukang ojek yang sudah membantunya barusan.

"Ini Pak ongkosnya. Makasih ya udah bantu saya," kata Anna sambil memberikan uang senilai Rp 100.000,00 pada tukang ojek itu.

"Wah kebanyakan ini, Mbak," katanya sambil menyodorkan uang kembalian.

"Ndak apa-apa. Buat Bapak aja. Saya juga belum punya uang kecil," tolak Anna pada bapak itu.

"Waduh makasih ya," ujar bapak itu. Sang tukang ojek langsung pergi setelah menerima ongkos berelebih itu, sementara Anna berjalan menuju kafe yang dituju.

Kafe di pinggir jalan besar tidak mungkin menjadi tempat hal-hal berbau kekerasan karena dekat dengan keramaian. Kafe itu tidak besar dan hanya menjual berbagai macam kopi. Tapi untuk memastikannya lagi, Anna masuk ke dalam kafe untuk mencari informasi tentang mereka.

Ramai menjadi satu kata untuk menggambarkan suasana di dalam kafe itu. Dilihat dari interior dan keramaian konsumen, sepertinya kafe ini memang baru saja dibuka sehingga menarik perhatian banyak orang ke sini. Anna melihat kedua orang yang ia kejar tengah duduk di satu meja dan sedang melihat-lihat menu. Ia pun duduk di salah satu kursi yang tidak jauh dari tempat pasangan itu duduk. Anna memperhatikan mereka kembali dengan seksama sambil berpura-pura melihat menu juga. Mula-mula, sang gadis lah yang melihat menu, kemudian ia memberikannya pada laki-laki yang bersamanya.

Lihat selengkapnya