Project of 12-A

Firsty Elsa
Chapter #9

Stage-5

Pagi itu, kelas dimulai seperti biasa. Pak Irwan datang tepat waktu, dengan map berisi daftar nama dan wajah serius seperti biasa.

“Hari ini kita mulai proyek ilmiah kelompok. Saya sudah bagi berdasarkan undian, jadi kalian nggak bisa pilih-pilih temen,” ujarnya sambil mulai membacakan nama-nama.

Suasana kelas mendadak hening saat satu kelompok tertentu diumumkan.

“Elang Lavendra, Hanstito Maheswara, Helmi Nathaniel, Nadine Keithara, dan Hanum Anantari… kalian satu kelompok.”

Beberapa anak spontan menoleh. Ada yang bersiul pelan, ada juga yang tertawa kecil.

“Gila sih, lima jenius satu tim? Kalau abis ini mereka bikin bom, nggak kaget sih gue,” celetuk salah satu siswa di belakang, membuat suasana mencair sejenak.

Pak Irwan hanya menghela napas. “Saya harap kalian membuat sesuatu yang bermanfaat, bukan bikin sekolah meledak.”

Kelima nama yang disebut hanya saling pandang dengan ekspresi campur aduk. Elang cuek, Tito senyum tipis, Helmi mengangguk pelan, Hanum tampak enggan, dan Nadine hanya mengangkat alis—tanpa komentar, seperti biasa.

Setelah pembagian selesai, seluruh kelas bersiap menuju lab kimia. Hari ini, mereka akan memulai praktikum pertama mereka: pembuatan larutan buffer dan uji kestabilannya terhadap perubahan pH. Proyek ini menjadi fondasi awal dari riset kelompok ilmiah masing-masing tim.

Di laboratorium, para siswa sudah memakai jas praktikum dan kacamata pelindung. Beberapa sibuk membaca petunjuk, beberapa hanya duduk dan menunggu peran masing-masing.

Elang langsung berdiri di dekat meja bahan kimia. “Oke, siapa yang mau bagian ngitung? Gue males kalau harus buka kalkulator mulu.”

“Gue aja,” sahut Helmi, langsung duduk dengan buku catatan. “Tito bantu nyiapin alat?”

“Siap, bos.” Tito tersenyum dan mulai membuka laci-laci alat gelas.

Hanum dan Nadine masih berdiri di belakang, belum banyak bicara.

“Lo bagian apaan, Nad?” tanya Hanum sambil membuka sarung tangan.

Nadine mengangkat bahu. “Terserah, asal bukan bagian ngaduk pake tangan sendiri.”

Hanum tertawa pelan. “Sama. Kalau bisa gue nyuruh orang, gue suruh aja.”

Mereka berlima mulai bekerja dalam diam yang efektif. Beberapa kali Elang dan Tito saling melempar komentar konyol, Helmi sibuk mengoreksi rasio molar larutan, Nadine mengecek suhu dan warna larutan buffer, sementara Hanum mencatat hasil perubahan pH yang mereka uji dengan indikator universal dan pH meter.

“Beneran nih udah?” tanya Tito sambil melihat angka stabil di layar pH meter.

“Udah. Fix. Foto aja, terus kirim ke kita semua buat bahan pembahasan,” sahut Nadine tanpa mengalihkan pandangan dari larutan.

Tito mengangguk, mengambil foto dengan cepat, lalu mulai mengetik di ponselnya. “Mau dibikin sekarang atau nanti pas istirahat?”

“Sekarang lah. Lo lupa ya, deadline laporan praktikum ini cuma H+2 jam?” Nadine mengangkat alisnya, setengah nyinyir.

“Iya iyaaa…” Tito menghela napas dan menunjukkan layar ponselnya. “Tuh, gue udah bikin grup. Isinya cuma kita ber-5.”

Nadine menatap nama grup itu sekilas, lalu tertawa.

404: Ide Not Found

“Sumpah ya, saking ngelagnya otak lo, lo sampe kepikiran bikin nama grup beginian?” Nadine terkekeh.

“Keren, kan? Biar otak kita punya ruang buat istirahat sedikit,” jawab Tito sambil nyengir.

“Serah lo dah. Gue pusing kalo lo udah mulai ngide begini,” keluh Helmi sambil membuka lembar kerja kelompok. 

“Gue kira grup apa, tiba tiba not found. Bagus juga. Nggak ketahuan jeniusnya,” komentar Elang.

“Justru itu estetiknya, Lang,” kata Tito bangga.

“Pantes aja, cocok buat anak-anak dengan isi kepala error kayak kita,” Elang menimpali sambil nyengir.

Mereka mulai membagi tugas. Nadine dan Helmi mengerjakan bagian analisis data, Hanum merangkum proses praktikum, Tito mengurus referensi teori, dan Elang menyusun kesimpulan.

Tanpa terasa, waktu berjalan cepat. Di balik canda receh dan dinamika tak biasa itu, ada tim yang mulai menyatu. Mungkin bukan karena mereka sepemikiran, tapi karena mereka belajar saling memberi ruang untuk berpikir—dan juga ngelawak sesekali.

Lihat selengkapnya