Project of 12-A

Firsty Elsa
Chapter #12

Stage-7

Hanum baru saja sampai di sekolah. Ia menaruh tas di kursinya sambil mengamati sekeliling. Teman-teman sekelas tampak sibuk lalu-lalang dari meja ke meja, membawa selembar kertas yang terlihat seperti formulir.

"Pada ngapain sih mereka, Nad?" tanya Hanum, mengerutkan kening.

Nadine, yang sedang duduk santai di sebelahnya sambil memotong kuku, mendongak sekilas. "Oh, itu. Form pendaftaran ekskul Olimpiade udah keluar. Mulai Senin depan udah bisa daftar. Makanya mereka pada buru-buru ambil slot."

"Emang nggak semua diterima?" Hanum menoleh, penasaran.

"Nggak lah. Anak-anak 12A emang punya nilai plus, tapi kan pesaingnya satu angkatan. Dari kelas lain juga banyak yang pinter-pinter," ujar Nadine santai.

"Lo sendiri nggak daftar?" Hanum balik bertanya.

"Hah? Gue?" Nadine tertawa pendek. "Gue mending habisin waktu nonton film daripada ikut ekskul beginian."

Hanum tersenyum kecil. Ia tahu Nadine jenius, tapi tak menyangka gadis itu memilih bersantai di tengah gempuran persaingan sekolah.

"Lo sendiri nggak tertarik masuk?" Nadine gantian bertanya, kali ini dengan nada lebih penasaran.

"Enggak, ah. Saingannya banyak banget. Lagian, nggak dulu deh," jawab Hanum, meski dalam hati masih ada sedikit rasa ragu yang belum ia pahami sendiri.

Bel masuk berbunyi. Anak-anak mulai kembali ke bangku masing-masing, tapi sebagian masih ribut membahas formulir tadi.

Hanum sempat melirik ke deretan bangku belakang. Tak satu pun dari "lima jenius" itu terlihat tertarik pada keributan formulir ekskul. Nadine masih sibuk dengan kukunya, Elang dan Tito bermain catur tanpa bicara, sedangkan Helmi... sudah tenggelam dalam buku astronomi tebal yang bahkan judulnya pun Hanum tidak paham.

Hanum menarik napas pelan, menatap kosong ke papan tulis di depan. Dalam hati, ia bertanya-tanya... apa sebenarnya yang sedang mereka tunggu?

Karena, seolah tanpa berkata apa-apa, kelima anak itu seperti sudah tahu… mereka tidak perlu mendaftar ke mana-mana. Mereka sudah punya "jalannya" sendiri.

***

Bel istirahat berbunyi. Suasana sekolah berubah ramai seketika. Hanum buru-buru melangkah menuju kantin, menyusuri kerumunan siswa yang sibuk memilih jajanan. Ia menemukan Cheryl dan Bella sudah duduk di meja biasa mereka, lengkap dengan dua piring batagor dan es teh manis yang tinggal separuh.

“Lo ke mana aja sih? Batagor lo nih keburu dingin!” omel Cheryl sambil mendorong piring ke arah Hanum.

“Iya tuh, sampe punya gue udah habis duluan, Han-Han,” timpal Bella sambil menyeruput es tehnya dengan puas.

“Ya sorry,” kata Hanum sambil menarik kursi dan duduk. “Tadi disuruh bantuin Pak Didik ngangkat map ke ruang guru.”

Tanpa banyak bicara lagi, Hanum mulai menyantap batagornya yang sudah dingin. Teksturnya memang nggak lagi renyah, tapi tetap ia lahap.

Lihat selengkapnya