Project of 12-A

Firsty Elsa
Chapter #30

Stage-24

Pagi itu, SMA Nirwana belum sepenuhnya hidup. Matahari bahkan belum naik sepenuhnya saat kedua orang paling mencolok di angkatan 12 sudah muncul di gerbang sekolah. Satpam yang biasa berjaga sampai sempat menurunkan koran yang sedang dibacanya.

“Wah, tumben sekali pagi-pagi gini udah datang,” gumamnya, lalu mendekat. “Semangat banget mau sekolah kalian.”

Nadine, dengan senyum diplomatis khas anak OSIS yang punya kuasa, langsung melangkah anggun ke depan. “Pagi, Pak. Iya nih, mau ngurus berkas pendaftaran OSIS baru, harus semangat dong kan bentar lagi lulus.”

Pak Satpam mengangguk pelan, meski masih tampak heran. “Ohh... iya iya. Neng Nadine kan udah kelas 12 yak. Yaudah semangat ya Neng!”

“Siap, Pak!” jawab Tito dengan sok antusias, meski detak jantungnya lebih mirip detik bom waktu. Mereka masuk ke gedung sekolah, satu per satu, dengan langkah yang sudah dihitung rapi.

Di ruang OSIS yang masih sepi, Nadine segera membuka pintu dengan kunci cadangan yang selama ini hanya diketahui segelintir orang.

“Lima menit aja, To. Abis itu kita harus keluar dulu sebelum Sadewa dateng,” bisiknya.

Copy. Gue cuma butuh dua menit. Sisanya buat gaya,” Tito nyengir, langsung jongkok di bawah meja printer. Tangannya cekatan membuka casing belakang printer sambil bergumam seperti teknisi asli.

Nadine berdiri di depan pintu, bolak-balik menengok lorong. Degup jantungnya makin terasa saat suara langkah kaki mendekat dari arah utara lorong.

“Tito, cepetan,” bisiknya.

“Udah kok, kabel print dalamnya gue lepasin, sensor gue gangguin sedikit, sistemnya sekarang bakal error ‘komponen tidak terdeteksi’. Ini nggak bisa ngeprint sampai seminggu juga kalau nggak disambungin lagi,” Tito berdiri sambil mengelap tangannya. “Selesai.”

Tiba-tiba…

Cklek!

Pintu dibuka dari luar.

“Eh? Nadine? Tito?” suara itu membuat Nadine langsung memutar badan. Matanya membulat begitu melihat Sadewa berdiri di ambang pintu, memelototi mereka berdua dengan ekspresi heran setengah curiga.

“Loh, ngapain kalian di sini sepagi ini?”

Sesaat hening. Tito hampir terpeleset saat mau menyembunyikan obeng kecil di belakangnya. Nadine menegakkan punggungnya, menarik napas dalam-dalam, dan menampilkan ekspresi kalem ala diplomat veteran.

“Sadewa, lo bikin gue kaget banget sumpah,” ujarnya, tertawa kecil. “Gue dari tadi nungguin printer ini nyala, tapi malah error total. Tito bantuin liat, eh sama aja errornya parah banget.”

Sadewa menyipitkan mata, melihat ke arah printer. “Error?”

“Parah,” timpal Tito. “Mungkin karena overload kemarin. Udah coba restart dua kali tapi tetap muncul notifikasi rusak total. Bisa dicek kok nanti.”

“Aduh, sorry ya, Sa. Gue beneran lupa print berkasnya semalam, makanya gue bawa ke sekolah. Gue kira printer OSIS bisa. Apa gue print ke TU ya?” lanjut Nadine cepat. “Biar pendaftaran tetap jalan, kan penting tuh. Lo ngerti dong?”

Sadewa mengangguk perlahan, tapi nadanya tetap curiga. “Iya sih... tapi jam segini TU belum dibuka ruangannya, paling lima belas menit lagi, nunggu Bu Yulia dateng.”

“Nggak papa deh, nanti kalau TU udah buka gue ke sana,” Nadine berkata sambil mulai memasukkan map ke tasnya. “Lo bisa bantu koordinasi siswa yang nanti daftar kan? Gue bakal fokus print dan siapin dari kantor TU.”

Sadewa menghela napas, masih belum sepenuhnya percaya, tapi terlalu malas berdebat saat ini. “Ya udah… nanti kabarin aja. Soal printer kita biarin dulu deh, butuh istirahat kayanya tuh mesin.”

Lihat selengkapnya