Prolog

Ivana Putri Zacharias
Chapter #2

Chapter 1~ MOS

~Andrea~

Angin bertiup sangat kencang. Tubuhku gemetar akibat angin yang bertiup mengenai permukaan baju olahragaku yang basah. Walaupun begitu aku harus tetap menggerakkan tubuhku. 

"Satu! Dua!" Teriakku bersama dengan anggota tim yang lain.

Saat ini kami sedang melakukan skort jump di aliran sungai yang dingin. Matahari sebentar lagi akan bersembunyi menutup sinarnya dan kakak-kakak OSIS masih tetap menyuruh kami melanjutkan hukuman kami.

Hari pertama MOS (Masa Orientasi Siswa) di SMA sangat mengerikan. Aku tidak menyangka jika hukuman dan aktifitas MOS akan sangat tidak berperasaan seperti ini. Emosiku dibuat berantakan, teriakan dan juga amarah membuatku ingin menangis dan meringkuk di atas kasur. Aku ingin semua ini cepat berakhir.

"Stop! Sekarang kalian mengertikan untuk tidak berisik dan melawan senior kalian! Kembali ke kamar kalian sekarang!" Teriak salah satu komite disiplin.

Kami hanya pasrah dan mengikuti mentor kami kembali ke aula. Beberapa teman perempuanku sudah ada yang menangis sejak tadi. Aku tergoda untuk ikut menangis bersama dengan mereka, tapi aku harus menunjukan kepada semua orang bahwa aku ini kuat dan tidak lemah seperti dulu. Ini adalah awal bagiku dan aku tidak boleh menunjukan kelemahanku sama sekali.

Tiba-tiba kakiku terasa sakit dan semakin lama semakin terasa nyeri saat berjalan. Aku menunduk dan berhenti sebentar untuk memeriksa kakiku. Setelah beberapa menit, aku menyadari cahaya senter teman-temanku semakin redup dan aku pun tertinggal di belakang. Aku berusaha sekuat tenaga dengan kakiku yang sakit mengejar mereka dengan hanya di terangi cahaya bulan dan ditambah dengan pakaianku yang basah.  

Angin malam bertiup lembutnya mengenai badanku yang menggigil kedinginan. Kecepatanku melambat, cahaya senter mereka semakin lama semakin menjauh dan akhirnya menghilang di balik kabut malam.

Aku hanya pasrah, terduduk diam memandangi cahaya bulan ditemani suara binatang gunung yang menakutkan. Anginnya bertiup semakin kencang, tubuhku semakin menggigil hebat. Mungkin sekarang sudah lebih dari 1 jam aku duduk di balik batang pohon besar yang tumbang. 

Aku mendengar sebuah lolongan serigala yang semakin lama semakin mendekat. Aku pun berlari dengan kakiku yang terluka cukup parah untuk menghindar dari suara tersebut. Aku menemukan tempat persembunyian yang menurutku cukup aman.

Aku tidak tahan lagi dengan semua ini. Emosiku pun memuncak, aku pun menangis sekecang-kencangnya untuk memulihkan emosiku. Udara semakin dingin, tubuhku sudah tidak dapat merasakan apa-apa lagi. Aku mulai kehilangan kesadaranku.

Aku mendengar sesuatu, beberapa orang mencariku! Aku pun mulai mendekati asal suara dengan sepenuh tenagaku. Tetapi aku gagal, aku kehilangan kesadaran di tengah jalan. Hal terakhir yang kuingat, seseorang menggendongku. Tubuh besar dan hangatnya mendekapku sangat erat.

Saat membuka mata aku menyadari dan mengenali sekitarku. Aku berada di kamarku. Aku kembali memejamkan mataku. Hari pertamaku hancur berantakan. Aku tidak dapat mengikuti semua aktifitas layaknya teman-temanku dan semua ini karena kakiku.

Sekarang sudah pukul 20.00 wib, itu berarti aku sudah pingsan lebih dari 1 hari. Aku pun bangun dari tempat tidur dan melihat kakiku terluka sangat parah. Aku mencari-cari kaki palsu buatan ayahku untuk melihat keadaanya, tapi kaki palsu itu tidak ada. Aku menaiki kursi roda yang ada di sebelah tempat tidurku untuk melihat sekeliling rumah. 

Aku beranjak keluar kamar dan melihat kamar kakak yang kosong. Kamar kakak dan aku berada di lantai dua, sedangkan kamar papa dan mama berada di lantai satu. Aku mencium bau makanan saat menyusuri lorong dan secara otomatis perutku berbunyi. Aku baru sadar perutku sudah tidak diberi makan selama 1 hari. Aku pun turun ke bawah dan menuju dapur. Melihatku turun Doodle menggonggong dari kandangnya yang berada di halaman sebelah dapur, mama pun menyadari keberadaanku dan tersenyum melihatku.

Mama memiliki tubuh yang ramping tidak seperti kebanyakkan ibu-ibu seusianya. Dia juga memiliki tubuh yang pendek sama sepertiku. Aku mendapatkan tubuh yang pendek akibat gen mama, sementara kakak memiliki tubuh yang tinggi akibat gen papa. Anak pertama selalu mendapatkan gen yang lebih baik. 

Mama memiliki rambut lurus yang sangat hitam dan selaras dengan matanya dan aku beruntung hal itu menurun padaku. Dirinya sangat suka mengikat rambut dan mengenakan pakaian-pakaian santai. Mukanya sangat menunjukan kepribadiannya yang lembut. Dia adalah wanita tercantik yang pernah kukenal dan aku sangat menyayanginya.

"Kau sudah sadar. Mama sudah menyiapkan sup jagung kesukaanmu." Katanya dengan lembut sambil mendorongku ke meja makan.

Lihat selengkapnya