Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #4

Survei

Dalam sepinya kelas saat ini, karena tengah mengerjakan tugas fisika yang diawasi guru, mereka berkutat menatap buku di depannya.

Jika tidak siap maka tidak boleh istirahat.

Azura menyempatkan diri untuk menyampaikan sesuatu hal yang benar-benar harus disampaikan saat ini.

"Tolong mintain nomor Kak Cakra," bisik Azura.

"Hah? Apa?"

Azura mengangguk. Pertanyaan 'apa' dari Luna bukanlah karena tidak dengar tapi karena kaget dengan permintaannya.

"Lunaaa!!" tegur Bu Riva selaku guru yang mengajar pada saat ini.

Luna langsung kembali memperhatikan bukunya dengan fokus.

"Yayayaya .... Tolong yaaa .... " bisik Azura.

Luna mengangguk dengan senyuman tipisnya. Tentu saja ia akan meminta kepada Rendi, dan ia senang karena Azura akan mendekati lelaki itu.

() () ()

"Ahk nggak-nggak! Kakak lebih tau Luna tentang dia," tolak Rendi yang matanya sedang fokus menatap layar HandPhone, tengah bermain game.

Barusan Luna datang sambil berbisik meminta nomor WA Cakra.

"Nggak boleh Kak menilai orang kayak gitu, dosa. Hati orang siapa yang tau?" bela Luna.

"Kakak tau, pokoknya tau!!" tegas Rendi.

"Bukan untuk aku Kak, temen aku," kata Luna.

Rendi meliriknya sekilas.

"Temen kamu siapa? Bukannya cuma Azura, dia?"

"Yaiyalah!"

"Astaghfirullah," kaget Rendi.

"Hah? Astaghfirullah? Karena Azura minta nomor Kak Cakra Kakak langsung istighfar? Baru kali ini denger Kakak istighfar," oceh Luna.

Luna duduk di kasur empuk milik Rendi.

"Cakra itu bukan orang baik, nggak usah. Apalagi buat Azura, kalau sampai kakaknya tau mampus dia," kata Azura.

"Kakak ini suka menilai orang sembarangan!"

Rendi menghela nafas pelan, lalu melepaskan permainannya dan berbalik memandang Luna.

"Kakak kenal dia Luna, oke dia memang baik, tapi dia juga punya beberapa kelakuan yang nggak banget, maksudnya itu cewek manapun itu pasti mikir buat deket, kecuali suka sama cowok modelan gitu. Udah bilang sama Zura nggak usah," tutur Rendi sebaik mungkin.

"Cuma saling save aja Kak, nggak lebih."

Rendi menggeleng.

"Nanti kalau ternyata deket, Kakak nggak mau disalahin karena udah ngasih nomor WA dia."

"Kak, siapa tau dia bakal berubah karena cinta," bela Luna lagi.

"Haduh, jauh banget pemikiran kamu. Harusnya kalau seorang lelaki mau berubah terkhusus Cakra, itu nggak perlu pacar, harusnya dia berubah karena mamanya! Ibu lebih dari perempuan manapun," ujar Rendi sambil berdiri dan mengambil jaketnya.

"Seorang lelaki itu berubah bukan karena diubah seseorang, tapi karena dia mencintai seseorang makanya dia berubah, harusnya 'kan posisi itu ada pada seorang ibu," lanjut Rendi sembari memasang sepatu.

Luna diam.

"Mau ikut nggak?" tanya Rendi.

"Kemana?"

"Beli rokok sekalian jalan-jalan," jawab Rendi.

"Ikuttt! Tunggu, aku ganti baju."

"Cepet."

Luna sudah berlari keluar kamar untuk mengganti baju dan ikut dengan Rendi.

Rendi benar-benar tidak mau Azura dekat dengan lelaki seperti Cakra, karena ia sadar keluarga mereka berbeda dan ini bisa sulit nanti. Apalagi jika orang tuanya tahu kalau Azura dengan lelaki seperti itu.

() () ()

Sambil bersandar di bahu Alula, Azura menguap berkali-kali, mengantuk sudah pasti.

Ia dipaksa ikut pada sebuah pengajian anak muda di salah satu mesjid.

Lihat selengkapnya