Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #7

Goresan Sampai Ke Hari Tua

"Aaaa lucunya," gemas Azura setelah berhasil mengedit fotonya dan Cakra menjadi sebuah video ala-ala pasangan romantis.

"Gue ingetin ya, Kak Cakra itu katanya nggak baik buat lo," kata Luna yang ada di sampingnya.

"Duh, apasih salah dia? Dia baik kok. Lagian kan ini nggak serius, emangnya gue mau nikah apa?" tanya Azara karena tak terima tentunya.

"Ya 'kan awal perjalanan, siapapun orang yang ada di dalam hidup kita saat ini bakal jadi goresan sampai hari tua," bela Luna.

"Yaudah sih gue bakal jaga diri, kalau di tempat sepi gue juga nggak mau. Ini 'kan karna kebetulan," kata Azura.

Azura melirik Luna yang memberi cengiran.

"Kenapa lo?" heran Azura.

"Gue ecek-ecek doang, hehehe. Yang penting gue ada ngingetin jadi kalau ada sesuatu lo nggak bisa nuntut gue. Gue dukung kok, Kak Cakra orang baik, cuma karena agak nggak jelas aja," jawab Luna.

Azura tersenyum.

"Gue udah nyatain perasaan gue ke dia, aaaa .... "

Azura menggeram.

"Serius?" kaget Luna.

"Nggak tahan gue."

"Responnya gimana?" tanya Luna.

"Biasa aja kok, bahkan sampai di chat kayak nggak terjadi apa-apa, tetap santai dan senyumannya selalu terbayang, dia kan setiap ngomong senyum. Pokoknya santai aja kayak biasa," terang Azura.

Luna mengangguk paham.

"Kalau dia nggak suka ya nggak papa, yang penting udah deket. Walaupun dia tinggalin gue juga nggak papa, karena kata Kakak lo dia nggak baik, yaudah," lanjut Azura.

"Dia peminum, perokok, dan nggak ada kejelasan tujuan hidup. Sedangkan keluarga lo punya latar belakang agamis, taat agama, jauh dari maksiat. Sebenarnya itu yang bikin Kak Rendi merasa dia nggak akan cocok sama lo. Kak Cakra itu yakin bakal didepak langsung dari keluarga lo," kata Luna.

Luna memperagakan seperti sedang menampar seseorang.

Azura mengangguk paham. Lalu memperlihatkan kembali fotonya, dan teriak kegirangan. Ia begitu mengagumi Cakra, tampang kerennya dari setiap sisi membuatnya tak berhenti kagum dan semakin tidak ingin menjauhkan matanya dari melihat Cakra.

Senyuman Cakra senantiasa terlintas, tidak ada sisi buruk dari Cakra yang ia temui kecuali dari pengaduan Luna dan Rendi.

() () ()

Kini di kelasnya, sedang berlangsung proses belajar mengajar. Mata pelajaran kali ini yaitu matematika.

Disemester awal ini, matematika terasa mudah dan semua akan jatuh cinta pada matematika. Seperti saat ini saja, semua dengan cepat dan tanggap mengerjakan setiap contoh soal yang diberikan.

Apalagi Azura, semangat sekali saat ini, bahkan merasa sangat pintar.

"Ini gimana sih, Ra! Susah banget!" kesal Luna yang masih sulit mengerti.

"Ih lo masa nggak bisa-bisa," kata Azura yang sedang bercermin.

"Ahk bodoh amatlah, males gue belajar!" Luna melmpar bukunya ke pojokan tepat di meja Azura.

"Yaudah biar gue aja yang ngerjain, 'kan gue pinter," sombong Azura sambil mengambil buku dan pena Luna.

"Halah baru awal, nanti liat aja dua minggu lagi. Mana bisa lo sombong," ejek Luna yang kembali menarik bukunya.

"Yang penting nikmati aja dulu yang sekarang. Jadi nggak mau nih gue kerjain?" tawat Azura.

"Nggak!!" bentak Luna.

"Yaudah makasih, gue mau dandan dulu. Mau ketemu ketua OSIS kita itu," kata Azura sambil mengeluarkan alat riasnya yang berukuran kecil agar tidak ketahuan.

"Ih! Kak Adelio?"

"Yoooo."

"Lo suka sama dia?" tanya Luna kaget.

"Iya, dia juga suka sama gue. Sering senyumin gue, chat gue. Ganteng, dan cool," kata Azura.

"Jadi Kak Cakra?"

"Kan boleh punya crush lebih dari satu," santai Azura sambil menaik turunkan alisnya.

"Anjayy."

"Kak Cakra ada di tingkatan pertama tapi, tetap dia pemenangnya, hahaha .... "

Luna menggelengkan kepalanya pelan. Karena Azura juga anggota OSIS, dia memang sering bertemu dengan Adelio si ketua OSIS.

Adelio yang memang menyukainya.

() () ()

Cakra dan Raffi duduk di kantor Raffi, di ruangan direksi perusahaannya. Hari ini tidak terlalu sibuk jadi Raffi meminta Cakra datang ke kantor.

Mereka duduk di sofa sambil menyeruput kopi yang sudah dipesan.

"Kamu maunya apa? Sukanya apa? Mau bangun usaha apa? Biar Papa bikin," tanya Raffi.

Cakra diam.

"Jangan macam-macam! Hidup kamu ini harus jelas. Jangan kamu pikir karena Papa punya segalanya, kamu bakal dapat semua. Kalau kamu nggak ada kejelasan, kamu cuma dapat beberapa persen aja. Karena kamu nggak mau usaha sedikitpun," tegas Raffi.

Cakra menghela nafas kasar.

"Ya aku juga nggak tau mau ngapain," kata Cakra dengan santai.

"Kuliah mau? Ke luar negeri Papa izinin," tawar Raffi.

"Mama nggak akan izinin."

"Ya itu konsekuensinya, berarti nggak akan bisa. Salah kamu sendiri," tutur Raffi.

Cakra diam.

"Kuliah di sini aja, sambil belajar sama Papa, biar gampang," suruh Raffi.

Lihat selengkapnya