Kak Cakra
Bisa ketemu kan hari ini?
Deg. Jantung Azura berdetak lebih kencang seketika. Ia tidak bisa membalas untuk beberapa saat.
Luna yang baru saja masuk langsung duduk dan mengintip HandPhone Azura adalah hobinya.
"Ketemu! Ketemu! Ketemu!" seru Luna pelan sambil memukul-mukul mejanya.
"Ih! Kali ini rasanya beda banget, dulu kalau ketemu kayaknya biasa aja deh," tutur Azura.
"Hari ini kayaknya bakal pulang cepet, guru ada rapat sama guru sekolah lain," lapor Luna.
"Tau dari mana?" tanya Azura.
"Kakak kelas bilang. Nggak usah lo tanya dia tau dari mana, kalau nanti emang cepet ya syukur," jawab Luna. Biasanya Azura paling bertele-tele, semua sumber harus jelas.
"Bisa dong kita pacaran dulu, asyik!" seru Luna sambil mengerlingkan matanya.
"Dosa tau!"
"Halah, pasti lo nanti pergi juga sama Kak Cakra, hati-hati ya nanti," bisik Luna pelan.
Azura mengerucutkan bibir. Bingung, antara ingin pergi dan merasa bahagia, atau lebih baik tidak saja agar tetap merasa aman dan menjauhkan diri dari keinginan seperti itu, walaupun tetap dalam keresahan karena mengharapkan pertemuan.
() () ()
Tapi, inilah yang terjadi selanjutnya. Azura sedang berada di minimarket untuk membeli es krim bersama Cakra. Mereka bertemu di minimarket.
"Nggak usah banyak Kak nanti mencair, kita 'kan nggak langsung pulang," tutur Azura.
"Oh iya ya. Jadi kamu mau berapa? Bisa nggak langsung makan semuanya kalau lebih dari satu belinya?" tanya Cakra.
Azura menggeleng.
"Satu aja?" tanya Cakra.
Azura mengangguk.
"Yaudah nanti aja kalau mau pulang beli lagi," kata Cakra.
"Kita habis ini kemana?" tanya Azura.
"Cuacanya mendung, lebih baik kita makan bakso, mie ayam atau soto aja, gimana?" tanya Cakra.
Azura mengangguk sambil tersenyum.
"Atau kamu suka seblak?"
Azura menggeleng.
Cara Azura mengangguk, menggeleng, dan tersenyum tipis benar-benar membuat Cakra gemas. Gadis yang beberapa hari ini sering terlintas di hati dan pikirannya benar-benar imut dan ingin sekali diperhatikan terus-menerus.
() () ()
"Kakak kamu Alula, 'kan?" tanya Cakra. Saat ini mereka berada di sebuah warung makan yang Cakra cap sebagai warung sederhana terenak yang menjual bakso, mie ayam, soto, dan lain-lain.
Cakra membawanya kesana.
"Iya, Kakak kenal?" tanya Azura.
"Dia temen sekelas Kakak selama SMA. Nggak nyangka banget ternyata kamu adeknya," kata Cakra sembari menikmati kuah soto miliknya.
"Dia pasti beda banget ya, 'kan?"
"Iya, dia cewek yang paling Kakak takuti di kelas dulu. Orangnya baik memang, tapi dia tegas, terkesan galak dan nggak ada yang berani banget sama dia. Mungkin gitu banyak yang bilang anak pertama selalu ditakutin. Ya dia gitu sama kayak Kakak di rumah. Galak, omongannya harus denger, kadang nakutin sampai nggak berani natap dia. Mungkin Kak Septiana gitu ya kalau di sekolah dulu, orang-orang yang nggak kesentuh," cerita Cakra.
Azura mengangguk mengerti.
"Kalau dia tau kita deket kayak gini, dia pasti bakal marah besar sama kamu," lanjut Cakra tanpa menatap Azura.
"Emang kenapa sih? Luna juga bilang gitu, Kak Rendi juga!" heran Azura.
"Karena Kakak bukan orang baik, beda latar belakang keluarga kita."
Cakra menatapnya. Sedari tadi Azura belum memakan sotonya. Lalu Cakra mengambil sendoknya dan menyuapi Azura, lalu diterima baik oleh gadis itu.
"Bukan orang baik gimana sih?" tanya Azura.
"Kayak kamu pasti rajin sholat, Kakak nggak. Ngaji kalian pasti, Kakak nggak. Perokok, peminum, dan pernah ..."
Cakra menggantungkan kalimatnya. Azura menatapnya, menunggu lanjutan Cakra.
"Dan pernah ditangkap polisi sampai ditahan karena make narkoba dan itu benar. Kakak kamu pasti tau itu, keluarga mana sih yang ngebiarin seorang tuan putri cantiknya deket sama orang kayak gini," lanjut Cakra.
Azura syok mendengarnya, untung saja ia tidak menunjukkan reaksi apapun.
Cakra sadar dengan Azura yang pasti kaget, maka dari itu ia kembali menyuapi Azura.
"Gimana? Apa masih mau deket sama orang kayak gini?" tanya Cakra.
Azura diam sejenak. "Ta-tapi udah nggak lagi, 'kan?" tanya Azura.
"Narkobanya nggak. Tapi minum sama merokok masih diusahain," jawab Cakra.
Rasanya suasana di sana membeku. Setelah kalimat Cakra itu tidak ada lagi percakapan.
Hingga akhirnya Azura yang membuka suara.
"Kalau mau ngeusahain itu Kak harusnya ganti circle pertemanan yang nggak akan menjerumuskan," kata Azura.
Cakra mengangguk setuju.
"Kakak sekarang lagi sibuk apa?" tanya Azura.
"Nggak ada, kayaknya nggak punya tujuan hidup deh," jawab Cakra.
"Cita-cita Kakak apa?" tanya Azura.
"Dulu punya, tapi semenjak punya kehidupan yang nggak menentu udah nggak punya lagi kayaknya. Apalagi orang tua banyak uang, anak bungsu lagi, semua udah sukses ngapain lagi capek-capek?" tutur Cakra.
"Ya ampun Kak. Berarti semua impian udah kegapai?"
Cakra mengangguk. "Kakak juga punya keluarga yang lengkap dan harmonis, benar-benar nggak punya kekurangan."
"Ya ini kekurangannya, nggak punya tujuan hidup yang jelas. Itu kekurangan lho," jawab Azura.
"Masa iya sih?"
"Iya! Ya seenggaknya punya suatu hal yang lagi diusahakan, dinantikan, atau diperjuangkan untuk kehidupan Kakak, berusaha sebisanya. Emang sih Kakak punya orang tua kaya raya, tapi .... "
Azura menggantungkan kalimatnya.
"Apa?"