Cakra melepas pecinya begitu memasuki ruang keluarga rumahnya.
"Dari mana Cakra?" tanya Ema keheranan.
"Sholat," jawab Cakra.
"Hah? Sholat? Kamu sholat?" kaget Ema sampai membuat Erlang yang di pangkuannya ikut kaget.
"Ya ampun Mama, kaget dia. Sini biar aku pegang."
Cakra mengambil alih Erlang.
"Kamu mimpi apa semalam? Kamu sholat?" tanya Ema.
"Iya, Ma. 'Kan kita Islam, ya harus sholat," jawab Cakra santai.
"Ahk serius!"
"Kok nggak percaya gitu sih?" tanya Cakra.
"Septi, Septi .... Liat adik kamu nih, dia semalam kehujanan pulang, kira-kira perlu kita bawa ke dokter nggak?" teriak Ema.
"Kenapa Ma?" tanya Septi yang baru datang bersama Chika.
"Om Caka!" girang Chika sembari memeluk Cakra.
"Hallo cantik. Dari mana kamu?" tanya Cakra.
"Eek."
"Kamu liat adik kamu ini, dia baru pulang sholat dzuhur, aneh banget," kata Ema.
"Ya ampun Ma, ini kewajiban. Jangan gitulah. Kita asing banget lho dari agama," ujar Cakra.
"Tuh," ucap Ema.
Septi langsung berbisik pada Ema. Lalu Ema mengangguk paham.
"Apa?" tanya Cakra. "Jangan kaget gitu lah, kita ini jauh lho dari agama. Sholat aja jarang, padahal itu kewajiban, kita butuh sholat, sama kayak kita butuh makan."
Septi dan Ema terdiam mendengarnya.
"Mas Cakra, dari tadi HandPhone Mas bunyi, mungkin aja ada yang nelpon," ujar pembantu rumah tangga.
Cakra langsung memberikan Erlang pada Septi, kemudian ia beranjak dari sana menuju kamarnya untuk melihat ada apa gerangan HandPhone-nya tak berhenti berbunyi.
Saat sudah memegang HandPhone-nya, 5 panggilan tak terjawab dari nomor yang tidak dikenal. Cakra tidak ingin berlama-lama penasaran, ia langsung menelpon balik nomor tersebut. Hingga terdengar suara seorang wanita dari seberang sana.
"Assalamu'alaikum, hallo Cakra."
"Wa'alaikumussalam, siapa?"
"Aku Alula, temen sekelas kamu waktu SMA, ingat nggak?"
"Ooh Alula."
Cakra langsung duduk di tepi kasurnya.
"Dan, aku juga Kakaknya Azura, kenal 'kan sama Azura?"
Sudah Cakra duga.
"Kita bisa bicara bentar nggak?"
"Kapan? Di mana?"
"Sekarang. Tapi belum tau di mana, aku lagi ada urusan bentar. Nanti langsung aku share lokasinya. Kamu pasti datang, 'kan?"
"Iya, kutunggu."
"Oke makasih. Aku tutup dulu, wassalamu'alaikum."
"Wa'alaikumussalam."
Sambungan telepon terputus. Cakra langsung berbaring dan memijat pelipisnya.
Baru saja berlayar, apakah sudah akan tenggelam?
() () ()
"Jauhi Azura!"
Hening beberapa saat di antara mereka setelah Alula mengatakan hal itu langsung di hadapan Cakra.
Alula tidak berbasa-basi lagi, ia tentu tidak akan memberitahu kalau Rendi yang menceritakan segalanya. Anggap saja ia tahu sendiri.
"Aku nggak bilang kamu buruk, Cakra. Tapi Azura nggak boleh deket sama cowok manapun," lanjut Alula saat melihat Cakra diam dan hanya menunduk.
"Seandainya pun dia deket sama cowok yang agamanya baik, taat agama, aku tetap nyuruh hal yang sama," Azura melanjutkan.
"Secara tidak langsung kamu bilang kalau aku buruk," jawab Cakra.
"Bukan gitu Cakra, tapi dalam agama memang dilarang. Kamu udah dewasa, sedangkan Azura masih muda banget, baru 16 tahun. Dia itu anaknya lembut tapi susah diatur, cuma mau diturutin aja, dia itu nggak bisa dinasehati kadang. Makanya aku minta ke kamu biar ngejauhin dia. Kalau kamu yang jauhin dia, anak itu pasti ngelepasin. Tapi kalau kamu nggak ngejauhin dia, walaupun dinasehatin dia bakal luluh sama kamu," jelas Alula.
Cakra diam.
"Dia labil, kadang masih nggak terima mana yang benar, mana yang salah. Aku nggak mau adik aku terjerumus dalam dosa pacaran. Walaupun kamu nggak akan menjerumuskan ke sesuatu yang salah, tapi tetap aja, pacaran itu salah," lanjut Alula.
Cakra mengangguk paham.
"Lagian ya Cakra, kalau orang yang beneran sayang itu, dia nggak akan biarin orang yang dia sayang sampai berdosa cuma karna cinta," lanjut Alula.
Terlalu dalam penyampaian Alula, pemahaman Cakra tidak sampai kesana.
"Orang-orang cuma peduli yang terlihat, dia nggak boleh sakit, nggak boleh dalam bahaya, nggak boleh ini dan itu, tapi lupa dalam penjagaan kasih sayang itu ada dosa yang dia biarin dipikul orang yang dia sayang itu."
Butuh waktu lama untuk mencerna kalimat Alula, tapi Cakra paham maksudnya.
"Kamu paham, 'kan?" tanya Alula.
"Paham."