Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #14

Lagi

Setelah kejadian akibat kecemburuan Azura waktu itu, semua kembali lagi seperti semula. Azura dengan kehidupannya tanpa Cakra, begitu juga dengan Cakra.

Mereka hanya ada dalam ingatan masing-masing.

Tapi Cakra mulai sadar kalau Azura benar-benar mencintainya. Kejadian ia menangis itu masih selalu teringat dimanapun ia berada, kadang Cakra tersenyum dibuatnya, kadang pula tertawa.

"Jadi gimana?" tanya Ema yang saat ini berada di kamar Cakra.

"Iya kuliah seni."

"Mama udah ngizinin kamu ke luar negeri, Mama rasa kamu udah mulai berubah sekarang. Tapi jangan di sana kamu malah macam-macam!"

"Enggak, di sini aja."

Ada Azura, lanjutnya dalam hati.

"Oke deh nanti kita urus. Padahal sebenarnya ini udah terlambat," ucap Ema sambil berdiri.

Sudah 3 tahun ia tamat SMA, dan sekarang baru akan kuliah.

Tapi Cakra sama sekali tidak merisaukan itu. Kehidupannya tetap lancar dan aman terus-menerus. Semua terlengkapi dan semua terpenuhi.

Jadi tujuannya kuliah adalah untuk ilmu, bukan gelar juga pekerjaan nantinya. Itu hanyalah bonus baginya.

() () ()

Azura sedang makan buah-buahan di ruang TV bersama dengan kedua orang tuanya, juga ada teman kantor ayahnya yang datang bertamu bersama istrinya.

"Pasti mewah banget ya pernikahan Juan anak Pak Raffi kemaren?" tanya Putri istri Aditya.

"Mewah banget malah," jawab Salma.

"Udah kayak pernikahan anggota kerajaan aja," timbrung Firman juga.

"Sayang banget kita nggak pergi waktu itu," kesal Putri kepada Aditya.

"Udahlah nggak papa, masih ada Azura kok," kata Aditya sambil tersenyum ke arah Azura.

"Hah?" Azura heran.

"Kenapa Azura?" tanya Salma.

"Gebet anak bungsu Pak Raffi, bisa tu pasti," suruh Aditya.

Azura tersedak.

"Lho? Masih ada? Bukan itu yang bungsu?" kaget Salma.

"Iya, kirain Juan yang bungsu," Firman juga ikut kaget.

"Ada anak bungsunya."

"Oh iya yang temen sekelasnya Alula ya, iya baru ingat. Kok kita lupa ya Mas? Kamu sama sekali nggak ingat gitu?" tanya Salma.

"Iya ya, kok kita nggak ingat, nggak nggak ingat atau nggak tau sih kalau temen sekelas Alula itu anaknya Pak Raffi, yang namanya Cakra?" Firman malah bingung sendiri.

"Nah iya! Pak Raffi masih punya anak bungsu, namanya Cakra, kayaknya seumuran sama Alula. Liat nggak waktu acara itu, ada 'kan kalian liat cowok yang ganteng, yang selalu di dekat mereka?"

Firman dan Salma saling tatap dan mengingat lalu mengangguk.

"Ya itu yang namanya Cakra, dia nakal tapi anak kesayangan. Waktu itu pernah ketangkep polisi karena narkoba, sempet di tahan. Bisnis Pak Raffi untung tetap aman walaupun namanya agak kecoreng, kecoreng dikit nggak ngaruh ya, 'kan? Tapi kayaknya mereka tetap biasa aja ke Cakra," jelas Aditya.

Azura tidak dapat mengunyah lagi, karena kedua orang tuanya menatap Azura secara bersamaan.

"Gebet aja Zura! Pasti dapet," canda Putri.

Azura tersenyum masam lalu segera beranjak dari sana dan pergi dengan berlari meninggalkan pembicaraan itu.

Azura langsung masuk ke kamarnya, mengunci pintu lalu masuk ke dalam selimut berharap bisa tertidur.

() () ()

Firman dan Salma memperhatikan lamat-lamat foto Azura dan Cakra, berulang kali dan beralih ke foto yang lain.

"Kita aja yang nggak merhatiin," kata Salma.

"Dan nggak ingat sama sekali," lanjut Firman.

"Mungkin di sini dia agak beda makanya kita nggak ingat."

"Kita tu kayaknya nggak ingat juga kalau Cakra itu temen sekelasnya Alula, dan Cakra anaknya Pak Raffi, bener-bener lupa, ya Allah," ujar Salma.

Berarti mereka benar-benar lupa tentang siapa yang pernah memiliki hubungan dengan Azura.

"Kita juga kayaknya nggak terlalu merhatiin dia, tapi Azura difoto ini."

"Dan selama pesta Juan waktu itu juga kayaknya nggak terlintas sedikit pun ya Ma?"

Salma mengangguk. Hening beberapa saat.

"Yang penting mereka udah nggak berhubungan lagi," ujar Firman.

"Semoga aja Azura bisa nginget apa yang salah dan benar juga bisa menjaga dirinya," jawab Salma.

Salma dan Firman yang sedang berada di kamar duduk di ranjang.

"Aku cuma takut dia berani bohong lagi." Salma menghela nafas pelan.

Firman mengelus kepala Salma menenangkan.

"Aku udah duga hal-hal kayak gini, Azura itu beda sama Alula," tutur Salma.

"Anak kita sama aja, cuma Azura masih labil dan banyak nggak paham. Menjaga anak perempuan itu memang sulit dan kalau kita berhasil ganjarannya luar biasa dari Allah," jelas Firman.

Salma mengangguk. Meskipun Azura sudah minta maaf dan berjanji tetap saja ada rasa takut ia akan mengulanginya lagi.

() () ()

"Jadi itu yang namanya Cakra?" basa-basi Salma saat melihat Azura memakai sepatu.

"Maa, aku nggak ada hubungan apa-apa lagi sama dia," rengek Azura. Ia menghentikan kegiatannya memakai sepatu.

"Aku nggak berhubungan lagi, Mama bisa liat HandPhone aku. Aku nggak bohong sama sekali," Azura memelas.

Salma memasang tampang tak percaya. Azura langsung berdiri di hadapannya dan memegang tangan Salma.

"Aku berani sumpah sama Mama, aku sama sekali nggak tau kalau acara pernikahan itu acara kakaknya. Aku jujur, aku sama sekali nggak tau!"

Salma hanya diam.

"Aku tau pas udah acara sesi foto itu baru aku liat, dan aku juga baru tau kalau dia anak bungsu dari keluarga itu."

Salma masih diam.

"Selama ini aku cuma tau Kak Cakra aja, aku nggak tau keluarga dan gimana persaudaraannya. Dia anak siapa, tinggal dimana, aku juga nggak tau. Aku cuma dikasih tau Kak Rendi kalau dia orang kaya, selain itu aku cuma tau wujudnya dia. Dalam pembicaraan kami selama kenalan nggak pernah bahas keluarga, hal yang umum doang. Bahkan Mama bisa liat kalau kita juga nggak banyak chat, kalau ketemu juga nggak ngomongin keluarga," jelas Azura.

"Berapa kali udah kamu ketemu dia?" tanya Salma.

"Nggak pernah ketemu dengan spesial, Ma. Paling nggak sengaja ketemu, gitu aja."

"Yang disengaja?"

"Cuma dua kali. Jujur, cuma dua kali!" Azura menjelaskan dengan tegas.

Salma menghela nafas pelan lalu menepuk pipi Azura. "Mama percaya kok, Mama cuma takut kamu ngulangin kesalahan itu lagi dan bohong ke kita."

"Nggak Ma! Nggak akan! Serius!"

"Kamu liat, Cakra itu orang yang mencintai Allah nggak?"

Azura diam.

"Jangan mencintai orang yang nggak mencintai Allah, Zura. Jangan juga mencintai seseorang kalau bukan cinta karena Allah."

Azura tidak bisa menjawab.

"Mama percaya sama aku, 'kan?" tanya Azura dengan tatapan matanya yang berbinar.

Salma mengangguk. Azura langsung memeluknya dengan erat.

Tapi dalam pikirannya saat ini, teringat lagi pada saat di kamar mandi perihak cemburunya itu. Hal itu kira-kira disebut apa?

() () ()

Dengan tangan menengadah, Azura merapalkan do'a.

"Bantu aku jadi anak ambis Ya Allah. Aku harus jadi anak ambis, harus. Aamiin."

Lihat selengkapnya