Besok ujian dimulai, Azura sudah berkutat di meja belajarnya dari sore. Ia sudah dijanjikan jalan-jalan ke Lombok jika dapat juara, walaupun juara berapa saja. Maka dari itu ia sangat berusaha walaupun sulit.
Dapat masuk 10 besar saja Azura sudah sangat bersyukur.
Telah berusaha Azura fokus tapi selalu terganggu dengan penyesalan itu.
Azura terus mengingat perkataan Alula, kalau sedang jatuh cinta itu nasihat apapun akan lupa.
Azura terus memikirkan bagaimana bisa ia tidak mengingat dosa, tidak mengingat larangan dan tidak mengingat orang tua dimalam itu. Sedetik pun ia tidak ingat. Yang ia tahu saat itu hanyalah waktu bersama Cakra, di sampingnya Cakra, dan tidak ada yang tahu tentang hal itu. Saat itu seperti kesempatan emas yang datang, tidak bisa dilewatkan dan tidak bisa disia-siakan. Apapun dan siapapun ia lupakan.
Sedihnya lagi, mereka sudah memiliki hubungan sekarang, yang artinya sudah terikat. Kapanpun dan dimanapun akan bertemu sebagai sepasang kekasih.
Azura melihat gelang waktu itu, lalu ia tersenyum. Ia juga teringat saat hendak pulang Cakra menahannya dengan memegangi tangannya terus. Saat itu Cakra yang ia kagumi sebagai sosok keren dan cool tiba-tiba seakan berubah menjadi lelaki manja yang harus dituruti maunya.
Azura memilih menutup bukunya lalu mengambil Earphone dan menghidupkan musik yang semalam ia dengarkan bersama Cakra.
Azura hanya berharap, orang tuanya tidak akan mengetahui tentang malam itu.
Terkadang Azura muak, terkadang ia senang.
Tapi tetap saja yang lebih ia harapkan waktu berputar dan tidak terikat lagi antara ia dengan Cakra
Cakrawala Abimana, si cowok tampan dan keren. Punya postur tubuh yang ideal, dan tegap tinggi.
Si pemilik wajah cool, tapi ternyata begitu hangat pada siapa saja, matanya tajam menusuk, siapapun merasa takut melihatnya, seolah ia tidak menyukai orang yang ditatap. Padahal ia pemilik senyuman manis nan menghangatkan.
Hidungnya mancung, alisnya terukir dengan indah dan tebal, dan wajahnya putih, bibirnya sexy.
Azura tidak menyangka lelaki itu adalah pacarnya.
() () ()
Cakra tersenyum mendengar makian Rendi saat ia menceritakan tentang kejadian di tempat pesta itu.
"Lo bilang lo di sana! Tapi malah nggak ada. Kalau seandainya lo ada pasti lo terdeteksi narkoba!" marah Rendi.
"Gue ketemu malaikat yang nolongin gue waktu itu, jadi gue pergi dari sana," tutur Cakra.
"Eh, Azura sama Luna kesana juga ya?" tanya Rendi. berpura-pura tidak tahu.
"Nggak tau gue. Iya paling," jawab Cakra berpura-pura tidak tahu.
"Galang pacarnya Luna ada di sana juga waktu lo masih di sana?" tanya Rendi.
"Gue sempet liat sih."
"Gue habis kena marah bunda, nanti bakal gue tanyain ke Azura, bener nggak dia nginap di rumah Azura," kata Rendi.
Kalau itu Cakra benar-benar tidak tahu.
Tidak lama setelah itu, Luna keluar rumah menghampiri Rendi.
"Kak antar aku ke rumah Azura," pinta Luna.
"Supir mana emang?" tanya Rendi.
"Udah pulang ke rumahnya."
"Ngapain? Tidur di rumah aja, nggak usah kesana!" tegas Rendi.
"Pokoknya harus kesana! Cepet antar!" desak Luna. Lalu ia melirik Cakra.
"Atau Kak Cakra aja yang nganter aku. Nanti aku kabarin Azura biar dia yang bukain pintu, biar bisa liat dia nanti. Ya mau yaaa," rayu Luna.
Cakra menggeleng.
"Ayo dong, aku perlu ke rumah Azura. Besok ujian, dan Azura itu pinter jadi dia bisa ngajarin aku nanti," bujuk Luna.
"Bohong. Dia mana pinter, kalian sama aja," ujar Rendi diiringi tawa.
"Yaudah aku jalan aja, susah emang kalau nggak punya saudara," kata Luna yang sudah merajuk.
"Anterin lah Ren," suruh Cakra.
"Tapi lo ikut juga ya, biar kita ngobrol di caffe. Pake mobil lo," pinta Rendi.
Cakra mengangguk.
Luna yang tadinya sudah melangkah pergi tersenyum mendengar pembicaraan mereka. Lalu Cakra menaiki mobilnya.
Rendi langsung menarik Luna dan memasukkannya dengan paksa ke kursi penumpang. Lalu Rendi duduk di sebelah, Cakra kemudian mereka pergi menuju rumah Azura.
() () ()
Setelah sampai tepat di depan gerbang rumah Azura, mereka masih diam di tempat karena dari tempat mereka sekarang dapat melihat Azura yang sedang duduk di balkon kamarnya.
Cakra berlagak santai padahal ingin sekali tersenyum.
Dari tempat mereka sekarang dapat melihat Azura yang sedang bersandar di kursi dan memainkan HandPhone-nya, ia memakai handuk untuk menutupi kepalanya.
"Itu temen kamu yang katanya pinter, itu sibuk main HP kayaknya bukan belajar," ejek Rendi.
"Siapa tau dia istirahat," bela Luna.
"Full istirahat."
Dari tempat Azura duduk, ia tidak berkutik saat melihat mobil Cakra di bawah. Apalagi orangnya tak kunjung keluar.
Hingga akhirnya ia melihat Luna keluar mobil bersama dengan Rendi.
"Woi Azura, turun dong. Nggak liat apa ada kita!" teriak Rendi.
Luna melambaikan tangan sambil tersenyum pada Azura.
"Ada Cakra juga," lanjut Rendi.
Azura langsung berdiri dan meletakkan jari telunjuknya sebagai isyarat untuk diam.
Lalu Azura bergegas turun untuk menghampiri mereka.
"Jangan teriak-teriak ngapa sih Kak! Aku nggak akan ngajak kalian masuk," kesal Azura. "Untung papa sama Mama lagi keluar. Kalau denger gimana?" rutuk Azura saat sudah di dekat mereka.
"Iya deh maaf. Makanya apa yang terlarang jangan dikejar," sahut Rendi sembari melirik Cakra.
Cakra menurunkan kaca mobilnya dan tersenyum tipis pada Azura, tapi tidak dibalas oleh gadis itu.
"Gue mau tidur di rumah lo," kata Luna.
Azura mengangguk.
"Yaudah kalian pergi sana. Aku nggak punya waktu untuk kalian," usir Azura.
"Walaupun belajar seribu tahun tetap aja soalnya yang keluar beda," nyanyi Rendi.
"Dia udah dijanjiin ke Lombok Kak kalau dapat juara, jadi jangan patahin harapan dia dulu," kata Luna.
"Iya!" Azura sesekali melirik Cakra.
"Kamu tu nggak pantas untuk itu, kalau Alula pasti bisa, kamu paling juga peringkat 10," ejek Rendi.
"Heh! Nantangin ya!" tantang Azura.