Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #18

Rindu Berat

Azura tersenyum sambil mengingat sesuatu, padahal saat ini ia sedang melihat permainan basket timnya. Azura sudah bermain tadi dan kini ia beristirahat. 

Ini salah satu cara agar ia tidak terlalu suntuk dan memikirkan berbagai hal yang bisa membuatnya sakit kepala. 

Azura tiba-tiba teringat dengan kemarahan kepala sekolah setelah upacara hari senin. Kemarahannya bertopik pada masalah pesta ulang tahun. 

Kalimat yang terngiang dan menerbitkan senyumnya yang pahit ialah ketika kepala sekolah bilang. 

"Bersyukurlah kalian yang nggak diundang ke acara itu, atau bersyukur untuk kalian yang nggak ada di sana."

Saat itu Azura menunduk, sedangkan Luna menunduk sambil memejamkan matanya. 

Tidak ada yang tahu, bahwa ada dua wanita yang menyesali kepergian mereka dari acara pesta itu. 

Andai mereka tidak keluar dari tempat itu, akan lebih baik lagi jika tertangkap polisi. Lagi pula mereka tidak minum dan narkoba, atau melakukan hal lainnya. 

Hal yang benar-benar Azura dan Luna sangat sesali, kalau bisa waktu diputar, lebih baik mereka di sana saja dan tidak perlu ikut dengan laki-laki yang menjadi pujaan hati mereka. 

Azura tersenyum pahit karena hal itu, kehidupan bisa saja seperti itu, ada yang bersyukur akan sesuatu, ada juga yang menyesali perkara itu. Tidak ada yang tahu dan tidak ada yang menduga apa yang akan terjadi ke depannya. Tapi berfikir melampaui waktu mungkin bisa. 

Jika saja Azura mampu berfikir, kalau sudah berduaan bisa terjadi apa saja seperti pengalamannya yang pertama mungkin ia tidak memilih ikut. 

Andai juga Luna sadar, pacaran di rumah, berduaan saja itu tidak mungkin selamanya bisa sebatas duduk saja. 

Lamunan Azura buyar ketika seseorang menyebutkan nama Cakra, yaitu orang-orang yang berada di sampingnya kini. 

"Kak Cakra yang ini lho maksud gue, bukan Cakra yang lo bilang itu," kata salah satu dari mereka yang memperlihatkan foto seseorang. 

"Ooh ini, nggak kenal sih."

"Bukan Cakra anak sekolah sebelah. Yang ini, jauh lebih ganteng dan keren," pujinya. 

"Mana-mana? Liat."

Wanita itu memperlihatkan lagi. 

"Gue juga mau liat," kata Azura tiba-tiba. 

Mereka langsung memperlihatkan, dan Cakra itu adalah Cakra miliknya. Lelaki itu baru saja memposting foto di laut sedang menaiki jetski. Memang keren dan tampan, ia memakai celana pendek, bertelanjang dada, sehingga memperlihatkan perut ratanya dan ia memakai kaca mata hitam. 

Andai saja difoto itu ia menambahkan tag akun Azura, pasti mereka akan langsung patah hati saat ini.

"Gue kenal ini, sering ketemu malahan," kata Azura. 

Azura ingin tahu bahasan mereka selanjutnya. 

"Di mana?" tanyanya. 

"Dia 'kan temen kakaknya Luna, jadi sering liat di rumah Luna," jawab Azura. 

"Wih enak banget."

"Dia baik lho, gue DM dibales, gue minta follback di iyain, cuma gue nggak berani minta WA," ujarnya. "Lo punya nggak Zura? Kalau punya gue minta."

Azura menggeleng. 

"Coba aja minta, pasti dia mau ngasih," kata salah satu dari mereka. 

"Tapi dia memang baik kok, nggak kayak orang sok ganteng yang sombong, pilih-pilih atau terlalu merasa tinggi, gue aja nggak nyangka orang kayak dia punya sikap kayak gitu," tambah Azura untuk membuat mereka semakin gencar. 

"Nah tu, 'kan!"

"Dia keliatannya aja cool dan angkuh, tapi aslinya nggak."

Azura mengangguk mengiyakan. 

()()()

Azura mengangkat telpon yang baru saja berdering, ia baru akan pulang setelah bermain basket.

"Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam. Siapa?"

Azura langsung keluar kelas setelah membawa tasnya. Ia bermain basket menggunakan baju putih abu-abunya dan celana olahraga.

Luna tidak masuk sekolah dengan alasan sakit, padahal Azura tahu ia sedang menenangkan diri dengan pergi ke kampung tempat pamannya. Ia rela meninggalkan ujiannya, paling ia akan menyusul nanti, yang terpenting ia tenang dan Azura mendukung.

Ia pergi kesana karena Rendi ingin kesana berlibur, Luna memaksa ikut dan bundanya terpaksa mengizinkan.

Itulah kenapa Azura merasa kesepian, jadi ia ikut bermain basket dengan bukti penuh kepada orang tuanya.

"Kira-kira siapa?"

Azura menghentikan langkahnya.

"Kak Cakra ya?"

"Kamu nggak kesepian nggak ada Luna?"

"Kamu juga nggak kesepian nggak ada Rendi?"

Terdengar tawa Cakra dari seberang sana.

"Lagi di mana?"

"Masih di sekolah."

"Kok bisa? Kan ujian, harusnya pulang cepat! Kok masih di sekolah, ngapain? Sama siapa?"

"Aku bosan, jadi aku main basket aja. Aku 'kan tim basket."

"Oh ya? Kok baru ngasih tau? Pasti kamu pemain populer, 'kan?"

Azura sudah sampai di halte, ia duduk untuk menunggu jemputan.

"Aku nggak populer, lebih populer lagi orang yang nelpon sekarang, aku aja sampai tau kalau Kakak hari ini ke pantai karena bincang-bincang anak basket."

"Hah? Serius?"

"Iya, dia bilang Cakra itu baik, kalau DM dia ngebales, dia mau follback, dia mau ngasih nomor WA. Dia keren, ganteng, tapi dia nggak sombong."

Cakra tertawa. "Terus kamu marah?"

"Ngapain marah ke mereka, harusnya ke Kakak."

"Iya bener, jangan marah di depan orang lain. Marahnya di depan Kakak aja."

Azura tidak menjawab.

"Tapi nggak perlu marahlah, mereka baru ngagumi, kamu udah lebih. Mereka berharap dapat nomor WA, kamu udah ditelpon. Mereka cuma bisa natap dan kagum dari HP, kamu udah bisa nyentuh."

Azura tersenyum tipis mendengarnya.

Lihat selengkapnya