Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #19

Backstreet

Terasa agak canggung bagi Firman, padahal sudah beberapa kali juga ia datang ke tempat ini. 

Saat ini ia duduk di kursi ruangan CEO perusahaan yang akan bekerja sama dengannya. 

"Gimana kabarnya Pak?" sambut Raffi saat ia baru saja masuk. 

"Baik Pak. Bapak gimana?" tanya Raffi sambil menyalaminya. 

Di sinilah ia, di ruangan Raffi, ia merasa canggung karena tahu putra dari rekan bisnisnya inilah yang ada hubungan dengan Azura. 

"Saya baik, ya seperti biasa. Pusing dikit aja, pengen berhenti kerja. Pengen istirahat, tapi anak saya yang bungsu itu nggak mau berurusan sama hal kayak gini katanya," jawab Raffi dengan senyuman. 

"Saya baru tau malah Pak kalau Bapak masih ada anak bungsu, kirain yang nikah kemaren bungsunya," jawab Firman. 

"Ada, tapi kurang tampil. Cuma peduli sama urusannya aja, yang dia suka, yang dia mau," jelas Raffi. 

"Oooh."

Firman langsung memberikan dokumen yang akan ditandatangani Raffi. 

Saat ia berdiri, tidak sengaja mata Firman melihat sebuah HandPhone, wallpapernya menarik perhatian Firman.

Tepat sekali HandPhone itu hampir di pinggir meja, Firman rasanya tidak salah mengenali siapa yang ada di wallpaper HandPhone itu. 

Firman berpura-pura ingin mengambil tisu dan sengaja menjatuhkan HandPhone tadi. 

"Eh, maaf Pak."

Firman mengambilnya dan hendak melihat lagi wallpaper itu dengan cepat. Sayangnya HP itu layarnya mati.

"HandPhone siapa ini Pak?" tanya Firman. 

"HandPhone siapa ni? Lho?" heran Raffi juga.

Raffi mengambilnya. "Ooh Cakra kayaknya, dia tadi barusan dari sini."

"Ya ampun liat ni, foto sama pacarnya mungkin ini," tanggap Raffi sambil memperlihatkan foto itu. 

Hanya sekilas dapat Raffi lihat.

"Dia, semenjak pacaran sama cewek ini .... Waduh berubah banget, rajin sholat, jarang ke club, kerja terus, biasanya kerja di tempat temennya itu kayak jadi bos, sekarang kerja mulu," cerita Raffi dengan antusias.

Firman tersenyum. "Bagus berarti Pak, artinya karena wanita itu dia berubah."

"Alhamdulillah, saya jadi pengen ketemu sama anak perempuan ini. Eh Pak Firman .... "

"Iya?"

"Bentar dulu ya, sama mau liat isi galerinya dulu, melihat kebucinan dia, hehehehe .... Liat galerinya, mumpung dia lagi nggak ada," kata Raffi sumringah.

Tiba-tiba, ucapan Firman membuat Raffi cukup kaget. "Saya mau liat juga Pak."

Raffi agak aneh mendengarnya, tapi tidak mungkin ditolak. "Yaudah sini-sini."

Firman langsung mendekat lalu berdiri di dekat Raffi duduk. 

"Kita buka galerinya."

Raffi melihat foto pertama di galeri itu, hanya foto mobilnya. Membuka album kedua, di sana banyak sekali foto Cakra dan Azura. Tapi, Raffi tidak berlama-lama sehingga mereka tidak bisa melihat dengan jelas foto-foto itu. 

Raffi langsung ke foto yang bernuansa gelap, ala-ala aesthetic dan blur. 

Tidak sampai dua detik, suara pintu terbuka mengalihkan pandangan kedua bapak-bapak itu. Sedangkan pandangan lelaki yang membuka pintu adalah pada HandPhone-nya yang dipegang Raffi. 

Cakra dengan sigap dan cepat merampas HandPhone-nya.

"Papa ni apa-apaan sih buka HP orang," rutuk Cakra. 

"Hehe .... Papa kepo, maaf ya .... "

Akhirnya tidak ada foto yang berhasil terlihat dengan jelas oleh mereka, hanya terlihat sekilas dan tidak bisa benar-benar melihat foto gadis di dalamnya. 

Cakra tampak kesal. Tapi ia tetap berpamitan dengan Firman sebelum pergi dari sana. 

"Tuh 'kan, dia marah," kata Raffi. 

"Maaf ya Pak, mungkin karena saya liat juga," ucap Firman. 

"Nggak, dia emang kayak gitu. Saya tanyain nama cewek itu aja dia bisa marah. Kalau soal kayak gitu dia nggak suka bahas."

Firman mengangguk paham. Meskipun semua foto itu hanya sekilas terlihat, bahkan foto yang ia bisa lihat lebih dari 1 detik tanpak gelap dan blur, tapi Firman rasanya tidak salah mengenali wajah siapa yang ada di dalam foto itu. 

() () () 

Firman memberanikan diri membuka kamar Azura, saat pintu terbuka putrinya itu tidak terlihat. Tapi setelah masuk dan mendengar suara shower di kamar mandi barulah Firman ketahui ia sedang mandi. 

Firman langsung dapat melihat HandPhone Azura yang berada di atas kasur, menampilkan layar utamanya dengan wallpaper lukisan bunga mawar. 

Firman sedikit ragu untuk mengambilnya, tapi ia beranikan diri karena ini sangat penting. 

Firman membuka WA terlebih dahulu, tidak ada yang mencurigakan. Hanya ada chat grup dan chat dari Luna. 

Lalu ke seluruh sosial medianya, aman-aman saja, seperti biasa seorang wanita apalagi cantik pasti banyak yang mengirimkan pesan, chat untuk perkenalan, namun tidak ada yang direspon Azura, bahkan jikalau pun ada itu hanya seadanya saja, tidak ada yang istimewa dan orang spesial. 

Lalu ia beralih pada galeri, waktu Firman cukup banyak, hingga ia benar-benar bisa melihat keseluruhan galeri yang memang tidak ada fotonya dan Cakra, atau foto Cakra sendiri. 

Pintu kamar mandi terbuka, Firman dan Azura saling tatap dalam keterkejutan masing-masing. Azura sudah memakai baju kaos dan celana panjang.

"Kenapa Pa?" tanya Azura langsung. 

"Emm... Nggak ada, Papa tadi disuruh panggil kamu. Mama minta temenin ke rumah temennya. Papa penasaran sama HandPhone kamu tadi," ujar Firman. Lalu ia meletakkan HandPhone itu lagi. 

"Nak," panggil Firman sebelum ia melangkahkan kakinya. 

"Iya?"

"Kamu nggak marah 'kan kalau Papa buka HP kamu? Rasanya Papa butuh tau dan terus memantau kamu, karena kamu masih tanggung jawab kami. Apa itu termasuk privasi yang Papa juga dilarang untuk sekedar memantau," tanya Firman. 

Azura tersenyum kaku. "Papa kenapa bilang gitu? Ya nggak apa kok, aku 'kan memang harus selalu dalam pengawasan kalian."

Firman tersenyum. "Ooh baguslah. Tadi anak temen Papa marah sama papanya karena buka galerinya."

"Aku nggak gitu kok."

Firman mendekati Azura lalu memegang bahunya, kemudian beralih ke pipinya. 

"Azura anak Papa yang cantik, yang imut, yang baik. Tolong jangan jatuh ke lubang yang sama lagi yaaa .... Tolong jaga kepercayaan kami, dan jangan buat kami kecewa. Ya cantik?"

Azura mengangguk pelan. Jantungnya berdegup kencang. Apalagi Firman memegang gelang tangannya yang sama dengan Cakra. 

"Sebenarnya seorang Papa itu patah hati kalau anak perempuannya mulai jatuh cinta sama laki-laki lain, apalagi dia menganggap dirinya milik pria itu cuma beralaskan kata cinta," kata Firman. 

Azura seperti mendapatkan spoiler sebuah film yang memiliki plot twist yang bisa ditebak.

"Anak Papa bisa 'kan jaga kepercayaan dan nggak akan nyakitin kami?"

Azura mengangguk lagi. Setelah itu Firman mengangguk sambil menepuk pipi Azura kemudian pergi. 

Azura bernafas lega, kemudian berjalan lunglai dan menjatuhkan tubuhnya ke ranjang. 

Azura menghela nafas pelan, seolah melepaskan penatnya. Penat dari berbohong, penat dari bersembunyi, penat dari berkhianat, penat berpura-pura seolah menjadi anak penurut, anak sholehah, dan anak baik. 

Azura mempertanyakan ada apa dengan dirinya? Kenapa tetap melakukannya jika sudah tau itu dosa? Kenapa tetap melakukannya meski sadar sudah berkhianat pada orang tuanya? Meskipun orang tuanya tidak tahu, tapi ia tahu dan ia sadar kalau dirinya sudah mengecewakan kedua orang tuanya dan menyakiti mereka secara perlahan. 

() () () 

Azura berdehem, ini bukan deheman biasa, tapi deheman saat jantung berdegup kencang dipenuhi keraguan. 

Lihat selengkapnya