Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #27

Wanita Yang Buruk

"Sana-sana! Periksa mereka!" titah Raffi. 

Semua hidangan sudah tersedia di atas meja, semua juga sudah berkumpul kecuali Cakra dan Azura. 

"Azura manggil dia dari sejak aku baru datang, itu satu menu belum masak. Sampai semua udah siap masih belum?" tanya Juan. 

"Mungkin Azura kesasar kali!" kata Tantri. 

"Tadi pintu kamarnya ketutup sih," kata Andra. 

"Nah 'kan, sana periksa Ma! Anak kamu tu nakal, nanti diapa-apain dia anak orang," desak Raffi. 

"Nggak mungkin Pa, masa iya di rumah. Azura juga nggak akan mungkin mau," kata Ema. 

"Eh Ma, denger kata Azura, Cakra tu pemaksaan, suka marah dan ngatur! Mama pikir Azura itu berdaya di hadapan orang yang dia cintai. Cewek tu keliatannya aja galak dan berani, kalau cinta bentar aja luluh, ya 'kan Sayang?" tanya Juan pada Tantri. 

Tantri berdecak. "Jangan buka-buka aib."

"Tapi ini emang terlalu lama Ma. Kita liat aja yuk, aku juga takut," sahut Septi. 

"Nggak mung---"

"Periksa anak kamu sana!" tegas Raffi. 

"Lagian ngapain coba di kamar? Main catur? Cewek-cowok di kamar, punya hubungan lagi, minimal ya bersentuhan," ujar Juan. 

"Bersentuhan apa?!" marah Ema sambil menokok Juan dengan sendok. 

"Ya Allah Mama, emangnya Mama kira anak Mama itu baik apa? Azura itu baik apa? Oke, Azura baik nggak mungkin kayak gitu, tapi kalau anak Mama yang kayak gitu apa dia berdaya?" tanya Juan. 

Ema mendengus. 

"Septi, Tantri, sama Mama kamu, pergi periksa sana, sebelum papa yang kesana!" titah Raffi. 

Septi dan Tantri langsung beranjak, Ema terpaksa juga ikut untuk melihat apa yang dilakukan Cakra dan Azura. 

"Pintunya beneran ditutup Ma, kalau dikunci bener-bener curiga sih," ujar Tantri. 

() () () 

"Kamu nanya kayak gitu apa karena setiap kita ketemu Kakak selalu cium kamu, 'kan?" tanya Cakra. 

Azura diam. 

"Beberapa persennya kamu bisa anggap itu karena sayang, beberapa persennya karena nafsu. Kakak nggak bisa nahan diri Ra, kamu tu gemesin," lanjut Cakra. 

"Aku takut Kak, kalau ngeliat gimana hubungan kita sekarang, aku takut suatu saat kita bakal ngelampaui batas," ucap Azura sambil menunduk. 

"Nggak bisa dipastiin sih Ra," jawab Cakra. 

Azura diam.

"Tapi Kakak bakal berusaha kok untuk nahan diri. Makanya jangan gemesin banget," lanjut Cakra sambil menoel pipinya.

Tiba-tiba pintu terbuka dan mereka saling tatap bersama-sama dengan yang membuka pintu. 

"Kita cuma ngobrol, nggak usah khawatir," ucap Cakra langsung. 

Cakra yakin mereka sudah menduga yang tidak-tidak, karena mereka datang bertiga dan dengan mimik wajah bertanya.

"Tuh 'kan!" ucap Ema sambil memukul lengan Septi. 

"Lho? Kok aku?" protes Septi. "Papa kok," ucapnya tidak terima. 

"Tantri ini!" tuduh Ema lagi. 

"Juan kok Ma."

Azura langsung turun. "Maaf ya Tante, Kakak .... Aku kelamaan, soalnya .... "

"Aku ngurung dia, kita ngobrol di sini. Jangan nyangka aneh-aneh, aku nggak suka!" potong Cakra. 

Ema langsung tersenyum lalu merangkul Azura. 

"Maaf ya Azura, tapi hal kayak gini sensitif, pasti orang bakal berfikiran yang enggak-nggak," tutur Ema. 

"Bukan salah dia Ma! Aku nggak suka kalian berfikiran yang aneh ke Azura. Kalau mau curiga dan berprasangka buruk ke aku aja," Cakra tampak serius. 

"Hehehe .... Makanya ngobrol jangan nutup pintu," ucap Septi. 

"Maafin aku ya Tante, Kak .... Aku minta maaf banget, percaya deh kita nggak ngapa-ngapain," cemas Azura. 

Wajah Azura terlihat panik, cemas, dan menyesal menjadi satu. Apalagi melihat wajah mereka yang juga tampak serius. 

"Tante, please deh percaya .... Kita nggak ngapa-ngapain, jangan gini dong," mohon Azura. 

Mereka tetap diam. 

"Aku merasa kalian nggak bisa ngilangin pandangan kotor ke aku, Kak .... " ucap Azura. 

Mereka masih tetap sama. 

Azura berdecak kesal memperhatikan Cakra yang juga hanya diam. 

"Gara-gara Kak Cakra nih! Aku 'kan udah bilang tadi pintunya jangan ditutup!" ujar Azura dengan marahnya. 

"Iya Mama, Kakak-Kakak, aku yang salah," ucap Cakra sambil mendekatinya. 

"Kalau kalian nggak percaya nikahin aja kita, dari pada berprasangka, aminin aja langsung," kata Cakra sambil menatap Azura. 

"Ahk nggak!" tolak Azura. "Apasih Kak?" rutuk Azura. 

Ema tertawa, lalu memegang dagu Azura. "Iya Sayang kita percaya kok, memang anak tante satu ini bandel. Maafin yaa .... "

Azura cemberut. 

"Gara-gara kamu ni Cakra, dia jadi nggak mood," tuduh Septi. 

"Iya maafin Kakak, Azura," ucap Cakra. Azura tetap cemberut lalu pergi dari sana dan diikuti oleh mereka menuju dapur. 

Begitu sampai di dapur, Azura mendapati tatapan mengintimidasi dari para lelaki di sana. 

Kemudian mereka yang tadi diperintahkan untuk memeriksa Cakra juga kembali. 

"Jadi, kalian ngapain Cakra?" tanya Raffi langsung. 

Azura langsung mendekati Raffi lalu menyatukan kedua tangannya. 

"Om, aku berani sumpah kita nggak ngapa-ngapain! Serius," mohon Azura agar Raffi percaya padanya. 

"Kalau di kamar berduaan cewek-cowok pintunya ditutup emangnya ngapain?" tanya Juan dengan serius. 

"Ya ampun Kak, kita nggak ngapa-ngapain, percaya deh sama aku," rengek Azura pada Juan. 

"Udahlah Azura, kalau mereka mikir yang nggak-nggak dan ngefitnah kita, yaudah kita nikah aja, ngapain susah mohon-mohon kayak gitu," kata Cakra dengan santai sembari duduk. 

"Kak!!" tegur Azura. 

"Nggak percaya kalau kalian di kamar diem-diem aja, kuat banget iman Cakra," julit Juan sambil melirik Cakra. 

Lihat selengkapnya