Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #30

Si Tuan Putri

Setelah pintu tertutup dengan sempurna dan tidak ada lagi yang menemaninya, Azura tidak berhenti menangis.

Ia duduk di depan pintu sambil menangis, lalu mengambil air wudhu sambil menangis, bahkan sampai ia berdiri tegak untuk sholat ia masih menangis.

Azura tidak berhenti menangis, sampai berkali-kali ia menghentikan sholatnya yang baru saja takbir tapi sudah tidak mampu untuk melanjutkannya. Azura berhenti sesaat sambil berjongkok dan menangis deras, lalu mencoba lagi.

Azura akhirnya bisa menyelesaikan sholatnya walaupun penuh dengan getaran karena menangis.

Tanpa melepas mukenahnya Azura duduk bersandar, dan menangis terus menerus.

Tidak lama setelah itu, pintu terbuka. Alula meletakkan jaket dan hijab untuknya.

Azura dan Alula tidak bicara apapun, ia hanya menatap kepergian Alula. Azura juga tidak berbicara pada Firman yang baru saja pulang dari mesjid tapi ia lewat pintu yang lain dan sengaja tidak melihatnya.

Azura melirik jaket yang Alula bawakan padanya. Jaket itu adalah jaket pemberian Ema, yang dibeli sama dengan Cakra.

Azura langsung melemparkan jaket itu, gara-gara orang yang bersangkutan dengan jaket itulah makanya dia ada di sini. Azura hanya mengambil hijab dan memakainya. Lalu ia menangis lagi sambil memeluk lututnya.

Tidak lama setelah itu pintu terbuka lagi, Alula datang membawa nampan berisi makanan dan minuman.

"Zura," panggil Alula.

Azura langsung menoleh.

"Makan dulu," ucap Alula.

"Aku nggak mau makan kalau bukan Mama yang nyuruh," jawab Azura.

"Ya ini Mama yang nyuruh, tapi Kakak yang antar," jawab Alula.

Azura menggeleng. Alula menatap Azura yang memandang ke arah lain, ia menghela nafas berat lalu masuk ke dalam.

Azura lalu mengalihkan pandangannya ke piring, semua lauk-pauk pasti Salma yang meletakkan, karena sesuai dengan apa yang dia suka dan seberapa banyak porsi makannya.

Benar kata Salma, kurang apa dia kepada Azura?

Sampai lama Azura menunggu, ia pikir Salma akan datang menghampirinya, tapi ternyata tidak.

Sedangkan di dalam Salma mengatakan dengan mudah kepada Alula, kalau Azura lapar pasti ia akan makan.

Sampai masuk waktu isya, dan Azura sholat lagi, hingga ia selesai sholat. Masih belum datang Salma.

Azura sudah menunggunya sambil terus menangis, memeluk lututnya.

Firman lagi dan lagi menghindarinya, ia pulang dan pergi ke mesjid lewat pintu lain, yang tidak akan membuatnya berhadapan dengan Azura.

Hingga pukul 9, perut Azura sudah sangat lapar, namun ia masih menantikan Salma.

Ketika sudah pukul 10, Azura tidak bisa lagi menunggu. Sambil menangis ia menyuapi makannya sendiri. Air matanya bercucuran, tangannya bergetar menyuap nasi ke dalam mulutnya. Tangisnya semakin lama semakin deras.

Setelah selesai makan, tiba-tiba suara petir menggelegar lalu disusul hujan. Azura semakin takut dengan hal ini. Ia langsung menarik jaket yang tadi ia buang lalu memeluknya. Ia juga mengambil sajadahnya yang dipakai untuk menutupi dirinya.

Jika Azura ketakutan dan kedinginan saat ini, maka tidak akan ada juga yang bisa tidur saat ini.

Alula mondar-mandir di balkon, sambil melipat tangan di dadanya disertai tangisan. Lokasi balkon kamar Alula tidak bisa melihat dengan mudah teras rumah, hanya bisa melihat sedikit. Alula hanya bisa melihat ujung kaki Azura. Alula menangis karena khawatir dan pasti adiknya itu ketakutan saat ini. Berkali-kali Alula mengintainya, ia benar-benar tidak akan tidur malam ini agar selalu memastikan Azura baik-baik saja, tapi mana mungkin dia baik-baik saja.

Sedangkan di kamar orang tuanya, Salma mengaji sambil terus menangis. Firman beberapa kali memperhatikannya, sebenarnya ia bukan mengaji tapi menangis. Mengaji hanyalah alasan, Firman rasa tak satu huruf dapat ia resapi karena tangisannya yang tidak berhenti.

Firman sendiri menatap jendela yang sengaja ia buka tirainya, untuk melihat titik hujan yang begitu deras.

Firman menghela nafas kasar. "Azura pasti kedinginan."

Salma menghentikan ngajinya, lalu memejamkan matanya. Tapi setelah itu ia lanjut mengaji lagi.

"Anak kita yang satu itu penakut, dia pasti lagi ketakutan sekarang," lanjut Firman setelah jeda beberapa saat.

Salma kembali memejamkan matanya. Ia tahu hal ini, ia menangis karena hal ini. Ia menangis karena perbuatan Azura, ia menangis karena perlakuannya pada Azura, ia menangis karena membiarkan Azura di luar rumah saat cuaca tidak baik seperti ini. Salma juga menangis karena tidak dapat menurunkan egonya, Salma menangis karena membayangkan Azura saat ini.

Tapi tangisan hanyalah tangisan, ia bahkan tak beranjak dari tempatnya mengaji.

Sedangkan Firman membuka seluruh kaca, sehingga dinginnya malam ini bisa masuk ke kamarnya juga.

2 jam hujan turun, kini telah reda. Tapi tetap tidak ada yang bisa tidur. Setelah mengaji Salma berdzikir, sambil terus menangis.

"Udahlah, kalau kamu nggak sanggup. Ajak dia masuk," ujar Firman.

Salma terus berdzikir.

"Dari tadi kamu udah hukum dia, udah nyakitin dia. Aku diam aja Salma, karena dia memang salah. Kalau dia kenapa-napa sekarang gimana? Kamu minta maaf karena udah nyakitin anak aku, 'kan? Aku maafin, karena kamu ibunya. Dia boleh sakit karena tangan kamu, tapi dia nggak boleh sakit karena kecerobohan kamu, karena hukuman kamu," tutur Firman.

Salma diam seketika. Azura boleh merasakan sakit karena tangannya, tapi tidak boleh sakit karena kecerobohannya dalam kemarahan ini.

Tiba-tiba Alula mengetuk pintu dan masuk. Lalu ia langsung saja memegang tangan Salma sambil menangis.

"Aku mohon Ma, suruh Azura masuk. Dia ketakutan, dia pasti nggak tenang sekarang Mamaaaa .... Adik aku pasti nangis terus sekarang, adik aku pasti nggak bisa pejamin matanya. Maa, di luar dingin Ma."

Tangisan Alula pecah. Lalu ia menatap Salma.

"Aku nggak bisa gini, Ma! Aku nggak bisa!! Bawa dia masuk, Ma. Anak Mama itu masih kecil, anak Mama yang satu itu penakut, anak Mama yang satu itu manja, dia nggak akan sanggup Ma .... "

"Mamaa .... Mama paham anak Mama sendiri, adek memang salah Ma, tapi Mama juga jangan buat kesalahan. Gimana mungkin Mama ngebiarin dia dalam ketakutan gitu!! Mama .... Adek Ma .... " rengek Alula terus.

Salma hanya diam.

"Setiap kali Azura ikut aku waktu masih kecil, rasanya kuping aku ini bosan denger ucapan Mama, adek .... Adek .... Adek .... Adek .... Adek .... Aku sampai kesel kadang, Mama nuntut aku selalu memperhatiin dia. Sekarang aku juga mau minta itu Ma, adek Ma .... Anak Mama yang paling kecil, yang paling kecil, yang paling manja, yang paling nggak bisa mandiri, yang paling nggak bisa tanpa Mama, Mama .... "

Tiba-tiba suara bel berbunyi beberapa kali. Mereka saling pandang kemudian berdiri. Yang ada di pikiran mereka saat ini adalah ada seorang datang dikarenakan Azura.

Setelah mereka sampai di depan pintu dan Alula membukanya. Ternyata Azura yang berdiri di hadapan mereka.

"Mama, aku nggak papa dipukul puluhan kali bahkan ratusan kali sama Mama, aku nggak papa karena aku memang salah. Tapi aku mohon jangan hukum aku kayak gini, aku nggak papa kok Mama pukul setidaknya aku merasa aman ada Mama. Tapi aku takut kalau sendirian kayak gini," ujar Azura disusul tangis.

Lihat selengkapnya