Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #31

Konsekuensi

Azura benar-benar tidak sanggup mengemasi barang-barangnya, ia bahkan tidak tahu akan pergi kemana. 

Salma dan Alula yang mengemasi barang-barangnya. Salma berpura-pura kuat dengan terus diam saja. Sedangkan Alula terus menangis. 

Azura sendiri membasahi tubuhnya di bawah guyuran shower, sudah hampir setengah jam. 

Azura yang sudah kedinginan akhirnya memutuskan menyelesaikan mandinya. Saat Azura sudah selesai dan akan membuka pintu kamar mandinya, niat itu ia urungkan karena mendengar percakapan Alula dan Salma. 

"Kenapa nggak dikasih kesempatan sekali lagi, Ma?" tanya Alula. 

"Kesalahan nggak cukup dua kali, La. Biasanya kalau terus dimaafin itu akan sampai ketiga kali akhirnya," jawab Salma. 

"Mungkin kali ini eng-"

"Kemaren juga gitu Mama pikir."

"Tapi kemana Ma? Bahkan Mama nggak ngasih tau aku," ucap Alula. 

Salma menggeleng. 

"Kalau kalian percaya sama orang tua kalian, harusnya kalian nggak akan takut," jawab Salma. 

"Ini demi kebaikan Azura, tapi kalau dia percaya dan yakin. Kalau dia nggak percaya dan takut orang tuanya malah menjerumuskan ke yang salah, mungkin Azura bakal benci hal ini," sambung Salma. 

Azura menghela nafas pelan dengan air mata menetes perlahan. Ia menarik nafasnya lalu dikeluarkannya lagi. Lalu Azura memaksa untuk tersenyum, dan membuka pintu kamar mandi. 

Lalu Azura keluar kamar mandi setelah dengan pakaian lengkap. Saat itu Salma sedang melihat album foto Alula dan Azura. 

"Liat ni Lula, ini kemaren waktu acara ulang tahun Bom-bom, Azura diajak foto dia nggak mau. Mukanya cemberut, Mama paksain aja, soalnya si Bom Bom lucu, Azura nggak mau foto karena Bom Bom maksain gandeng dia," cerita Salma sambil menunjukkan foto lama. 

Alula juga melihat foto itu. "Dia di mana ya sekarang Bom-bom ini? Nggak pernah denger kabarnya."

"Ada kemarin mamanya chat, nanya kabar. Dia sekarang di Solo, dia nggak gendut lagi sekarang, malah ganteng."

"Tapi kalau ketemu nggak kenal lagi kayaknya mereka," ujar Alula. 

Salma tersenyum. "Dia tu dulu waktu kecil anti banget sama cowok. Kalau ada cowok yang pegang walaupun karna main pasti dia marah, mukanya langsung cemberut. Dia pasti langsung ngejauh, nanti dia bilang 'Kata mama aku, nggak boleh cewek sama cowok bersentuhan' nanti dia ngadu sama Mama." Salma menjeda ceritanya. "Tapi itu waktu kecil, sekarang dia udah remaja, bukan larangan lagi yang dia pikirin, tapi hati yang dia ikutin."

Azura menghela nafas pelan. Dari tempatnya berdiri Azura dapat melihat Salma yang menghapus air matanya. 

"Mama .... "

Alula dan Salma langsung menoleh. Tanpa mendengarkan kalimat Azura selanjutnya. Salma langsung berdiri. 

"Semua udah beres Ra. Tinggal kamu beresin apa yang sekiranya perlu dibawa, yang selalu sangat kamu butuhin," ujar Salma sambil meletakkan album foto itu. 

Azura diam. 

"Hari ini jangan keluar rumah ya," lanjutnya sembari melangkah pergi. 

"Mama belum maafin aku?" tanya Azura. 

"Barangkali kamu pengen pamitan sama beberapa orang yang kamu sayangi di kota ini, Mama nggak ngizinin kamu keluar ya, Mama harap kamu nggak akan bohong demi untuk ketemu dia," lanjut Salma menghentikan langkahnya. 

Kemudian Salma pergi dari sana. 

"Setidaknya aku tau Kak kemana aku pergi," ujar Azura dengan suara bergetar. 

"Mama bukan nggak mau maafin kamu. Percaya deh Zura, Mama nggak kuat liat kamu dan barang-barang ini, dia nggak kuat sama kepergian kamu, makanya dia nggak di sini," tutur Alula. 

Azura hampir menangis lagi melihat 2 koper sudah siap, dan tinggal ia mengemasi hal-hal kecil namun yang paling sangat dibutuhkan. 

Seharian ini Azura habiskan dengan bermalas-malasan, tidak ada hasrat dan semangat untuk melakukan apapun dihari ini. Bahkan menangis saja ia tidak bisa, setiap kali melihat koper dan segala barang yang akan ia bawa Azura termenung, dan berdiam diri tanpa memikirkan apapun kecuali kemana ia akan hidup setelah ini. 

Azura juga tidak berbicara dengan siapapun kecuali bertanya hal biasa dan menjawab hal yang biasa. Seolah-seolah semua berjalan seperti biasa.

() () ()

Setelah selesai sholat subuh, dan mengaji 5 menit, Azura melepas mukenahnya. Lalu ia keluar kamar menuju kamar Salma dan Firman.

Saat melewati kamar Alula terdengar suara lantunan ayat suci Al-Quran. Itu memang sudah menjadi kebiasaan di rumahnya. Di setiap subuh, rumah mereka akan dipenuhi dengan lantunan ayat suci dari setiap kamar.

Pintu kamar orang tuanya terbuka sedikit, Azura langsung mengintip. Dapat dilihat olehnya Salma sedang mengaji di atas sajadahnya. Sedangkan Firman mengaji di samping Salma, seperti yang biasa mereka lakukan.

Azura tidak mengetuk lagi, ia langsung masuk saja. Kemudian langsung berbaring di paha Salma. Salma langsung berhenti mengaji begitu juga Firman.

"Kalau hari ini aku pergi, aku nggak akan bisa gini lagi setiap kali kalian ngaji," ujar Azura.

Firman tersenyum tipis, hanya agar tidak ingin menangis. Sedangkan Salma berpura-pura tidak peduli. Ia melanjutkan ngajinya.

Azura memejamkan mata seperti biasa, tidur sambil mendengarkan lantunan suara Salma dan Firman menjadi kebiasaan favoritnya, pengantar tidur paling ampuh.

Lama-kelamaan suara Salma teredam, lama-kelamaan ngajinya mulai tak lancar, suaranya mulai bergetar. Saat air matanya mulai berjatuhan, ia masih berusaha untuk mengaji.

Firman langsung mengelus kepalanya. Azura sadar akan itu, lalu ia membuka matanya.

"Aku nggak jadi pergi ya Ma," ucap Azura.

Salma langsung memukul lengan Azura ukup keras namun bukan karena marah.

"Ini karena kamu, dan gara-gara kamu!"

Salma sudah banjir air mata.

"Jadi orang tua nggak gampang Azura, dan kamu malah mempersulit! Lalai dikit anak bisa salah langkah, nggak bijak sikit, anak mulai sepele," tutur Salma.

Azura langsung bangun, dan menatapnya.

"Berarti tetep jadi Ma?"

Lihat selengkapnya