Prolog Epilog

Devi Wulandari
Chapter #32

Luna

"Aku mohon Salma, izinin Azura ikut. Dia butuh banget sama Azura," mohon Rina pada Salma.

Salma terus menatap ke depan, Rina memohon dengan menyatukan telapak tangannya.

"Luna nangis dari semalam, aku mau dia reda dan aku yakin Azura yang bisa. Tolong .... "

Setelah keluarga Azura selesai makan tadi, tiba-tiba Rina datang kepada Salma, minta izin untuk membawa Azura ke rumahnya.

Luna sudah mengetahui kabar pernikahan Galang, sejak itu dia terus menangis dan mengamuk di kamar tanpa henti.

Bunda, papanya, bahkan Rendi tidak mampu meredakan tangis Luna. Tangisannya tak reda, meskipun sudah ditampar oleh Rina dan Rendi.

"Luna butuh Azura."

Sampai Rina menangis di depannya, barulah tergerak hati Salma.

"Tapi aku ikut," jawab Salma.

"Iya kamu ikut, nggak papa. Ayo, mana Azura? Kenapa dia nggak keluar?" tanya Rina sambil menangis.

"Alula, panggilin Azura," suruh Salma pada Alula yang dari tadi duduk di anak tangga memperhatikan Rina.

Alula langsung memanggilnya, dan tidak butuh waktu lama Azura turun dengan setengah berlari.

"Kenapa Luna Bunda?" khawatirnya.

"Ayo ikut, nanti Bunda ceritain di mobil!"

Mereka langsung berjalan keluar rumah menuju mobil, setelah itu mereka pergi dari sana.

Azura duduk di tengah-tengah, antara Salma dan Rina.

"Semalam, jam 4 dia buka HP. Tiba-tiba dia dapat kiriman postingan dari temennya Rendi, ternyata itu Galang, nikah sama cewek lain, Azura .... Sejak itu, dia nangis nggak berhenti, dia ngamuk. Bahkan kakaknya udah nampar dia, udah nyiram dia, tapi dia tetap nangis. Meskipun nggak ngamuk, dia tetap nangis," cerita Rina diikuti tangis.

Azura speechless, tak mampu berkata apapun lagi. Luna sahabatnya sudah sejauh itu dengan Galang, ia sudah berharap lekaki itu tidak akan meninggalkanya. Ia sudah berharap lelaki itu adalah jodohnya, tapi Galang malah menikah dengan yang lain. Mungkin tepatnya dua hari ketika ia sudah tidak mendapatkan kabar dari Galang.

Azura diam saja di mobil, tangannya digenggam oleh Salma, air matanya menetes saat mengingat Luna.

Setelah sampai di rumah Luna, Azura langsung turun diikuti Rina dan Salma ke kamarnya.

Pintu kamar Luna terbuka lebar, Azura langsung masuk. Luna duduk bersandar di dinding sambil memeluk lutut dan menutupi wajahnya menangis.

Tangisannya sudah terdengar jelas dari luar kamarnya.

"Azura," ucap Rendi yang saat itu juga di kamarnya Luna, tepatnya ia duduk di tepi kasur.

Luna langsung mengangkat wajahnya. "Azura .... " lirihnya.

Azura langsung mendekatinya, dan setelah Azura di dekat Luna, gadis itu langsung memeluk Azura dengan tangisan yang semakin keras.

Azura ikut menangis melihatnya seperti ini.

"Azura!!! Azura!!! Dia jahat Ra!! Dia jahat!!!! Ra!!!"

"Udah-udah, lo katanya udah terlalu banyak nangis, kalau ada gue malah lo nangis kayak gini, mending gue pulang aja. Gue nggak mau liat lo nangis," jawab Azura.

Luna menggeleng dalam pelukan Azura.

"Gue nggak mau datang kesini cuma buat lo nambah nangis, ini kedatengan gue bukan untuk nambah air mata lo. Kalau lo mau nangis yaudah nangis aja sendiri, nggak usah sama gue. Gue udah bilang gue nggak suka lo nangis," tutur Azura.

Luna melepas peluknya, dan menatap Azura. "Sakit Ra, sakit! Sakit banget!! Dia tega sama gue, Ra .... "

Luna berantakan sekali, rambutnya, wajahnya, dan seluruh tubuhnya seakan ikut hancur.

"Iyaa, tapi udah nangisnya. Lo setiap gue nangis, lo sendiri yang bilang masih banyak sebab lain, jangan dihabisin untuk satu masalah," jawab Azura, air matanya jatuh juga.

Luna semakin menangis. Azura menangkup wajahnya dan menghapuskan air matanya. Luna memegang tangan Azura.

"Lo tau Ra, gue udah ngorbanin segalanya buat dia."

Azura memejamkan matanya, berharap Luna tidak akan mengatakan apapun lagi.

"Iya, udah, jangan dibahas lagi," bisik Azura.

"Gue kasih segalanya ke dia! Apa yang nggak gue kasih Ra!! Bahkan diri gue, udah gue kasih ke dia .... "

Air mata Rina menetes seketika mendengarnya. Salma memaku, dan Rendi memejamkan matanya.

"Gue nggak punya harga diri lagi di hadapan dia. Semua gue kasih, gue korbanin demi dia. Ternyata .... Ternyata gue cuma dijadiin budak nafsu dia .... Ra .... Mau berdiri di atas bumi yang mana lagi???"

Azura menangis mendengarnya.

"Gue bahkan lebih buruk dari pelacur! Gue cuma budak nafsunya, Zura!!!!"

Azura langsung memeluknya lagi. Tapi Luna melepasnya.

"Gue selalu nurutin maunya dia, gue kira dia nggak akan pergi .... "

"Dan .... Dan lo tau apa yang dia bilang waktu gue tanya .... Gue cewek murahan, dia nggak mau jadiin gue istrinya, gue buruk dan nggak pantas. Gue cewek murahan, yang bahkan dia sendiri nggak mau jadiin gue pendamping hidupnya .... Padahal, padahal .... Padahal dia yang bikin gue kayak gini .... Zura .... Gue harus apa? Gue pengen bunuh dia rasanya .... Azura!!!"

Rendi langsung melangkah dengan marah meninggalkan tempat itu dengan kemarahan.

"Rendi, kamu kemana Rendi?! Rendi!!" kejar Rina.

"Bakal kuhabisin dia!!" geram Rendi.

Rina langsung mencari HandPhone-nya menelpon Edi. Setelah telepon tersambung. Rina langsung berbicara. Edi saat itu sedang mencari tahu keberadaan Galang saat ini. Mungkin tidak ada yang bisa diubah, tapi menurutnya dengan ia muncul di hadapan Luna, mungkin putrinya itu bisa melampiaskan segalanya.

"Mas, ikutin Rendi, dia lagi marah, cepet Mas!! Aku nggak tau dia kemana, cepett!!"

Setelah itu ia putuskan sambungan telepon.

Untungnya saat itu Edi baru saja masuk ke area rumahnya.

"Tenang Luna .... "

"Nggak bisa!! Harga diri gue udah nggak ada, gue udah jadiin hidup gue seutuhnya buat dia. Tapi gue malah ditinggalin. Ra .... Ceweknya berhijab Ra, cantik .... Keliatannya juga baik .... Dia bilang, biar gimana pun dia butuh pendamping hidup yang baik bukan kayak gue!! Gue gimana, gue harus apa???!!!!"

Luna menjambak rambutnya sendiri.

"Luna!! Jangan gitu!!!"

Lihat selengkapnya