Rendi masuk ke rumah dengan cepat saat tahu Luna mulai menangis lagi, Edi menceritakan kalau Azura meletakkan surat untuknya.
Saat memasuki kamar, terdengar tangisan Luna, yang saat itu dipeluk oleh Rina.
Baru Rina sadar apa arti tangisan dan pamitan Azura semalam.
"Bunda .... "
Rina langsung menoleh, Luna pun melepas peluknya.
"Azura pergi Kak, dia juga ninggalin aku," lirihnya.
Rendi langsung memeluk Luna, Rina pun memberitahu surat itu pada Rendi. Sambil memeluk Luna, Rendi membaca surat itu.
Rendi menghela nafas pelan setelah membacanya, kemudian ia menciumi puncak kepala Luna berkali-kali.
"Azura tega banget sama aku."
"Aku lagi butuh dia."
"Kenapa semua orang ninggalin aku?"
Tangisan Luna bergetar sampai ke dada Rendi. Kenapa adiknya harus hancur berkali-kali.
Tapi Rendi tidak bisa menyalahkan Azura, menyalahkan mamanya atau siapapun mengenai kepergian Azura yang begitu tega kepada adiknya.
Rendi juga baru menyadari, mungkin ini juga penyebab Cakra tidak bisa tenang, karena mungkin ia sudah tahu tentang kepergian Azura.
() () ()
Cakra berjalan memasuki rumah dengan malas, di sana seluruh anggota keluarganya ada.
"Bagus ya Cakra, terus aja ngelakuin hal kayak gini. Terus aja buat Papa dipanggil ke kantor polisi," ujar Raffi langsung saat Cakra semakin dekat.
"Aku capek, mau mandi, mau tidur, mau makan. Kalau mau marah nanti aja setelah itu semua, sekarang tolong sabar dan tahan dulu," ujar Cakra.
Raffi terkekeh. "Kok malah kamu yang ngatur Papa."
"Aku mohon Pa, aku minta maaf. Tapi jangan marah dulu," tutur Cakra berhenti sesaat, lalu melanjutkan langkahnya melewati mereka.
Memang tampak sekali wajah suntuk dan kusutnya menjadi satu. Sampai-sampai siapapun yang melihatnya tidak berani menegurnya.
Setelah sampai di kamarnya, ia langsung mengambil handuk untuk mandi, memang semangat hidup Cakra saat ini hanyalah nafasnya saja.
() () ()
Saat makan malam, Cakra ikut bergabung bersama keluarganya. Sedangkan tadi, ia meminta pembantu membawakan makanan untuknya.
Suasana makan kali ini terasa dingin, entah kenapa? Mungkin karena sikap Cakra saat ini yang berbeda dari biasanya, ditambah lagi Raffi juga marah padanya.
"Untung aja orang yang kalian keroyokin baik, jadi dia nggak nuntut kalian," tutur Raffi.
"Baik? Kalau dia baik kita nggak akan ngeroyokin dia, Pa," jawab Cakra.
Cakra sepertinya tensi saat ini.
"Udah, nanti kita ngobrol santai. Jangan pas lagi makan gini," ucap Ema.
Raffi terkekeh. "Santai? Anak kamu udah buat aku dua kali dipanggil ke kantor polisi, terus kita santai haha hihi aja?"
"Anak kamu juga!" tekan Ema.
Semua diam, hanya ada suara sendok yang beradu.
"Kalau masih kurang bikin sekali lagi Cakra, biar puas kamu nama Papa disebut di mana-mana, punya anak nggak dididik!" ujar Raffi.
Raffi menghentikan makannya.
"Bisa nggak kamu berhenti ngelakuin hal yang ngerugiin kamu?" tanya Raffi.
"Aku cuma bantuin Rendi, adiknya disakitin sama cowok itu, nggak mungkin kan aku diam aja, cuma bilang sabar-sabar-biar Allah yang membalasnya, gitu aja? Apa bisa sesabar itu, Rendi sahabat aku dan kehidupannya udah dihancurin sama laki-laki itu, nggak salah 'kan kalau aku ikut marah?" jawab Cakra.
Raffi diam.
"Semua orang bakal bilang, itukan urusan dia, Rendi kakaknya, aku harusnya nggak ikut-ikutan. Dia udah kurang ajar banget Pa sama Luna, dan dia cabut laporan bukan karena baik, adiknya sendiri yang bilang kalau Galang ngaku salah dan minta kita dibebasin," lanjut Cakra dengan penuh penekanan.
"Ya, tapi karena temen kamu itu, kamu jadi ditahan untuk yang kedua kalinya!"
"Ya karena dia temen aku Pa! Awalnya aku diam aja kok, tapi waktu dia balas mukul apa aku diam aja dan nyender di mobil, terus perhatiin aja terus? Gitu? Udahlah, semua udah terjadi dan ada sebabnya, aku bukan asal mukul anak orang!" jawab Cakra dengan malas. Malas untuk menjelaskan kalau ia di jalan yang benar versi dirinya sendiri.
"Makan dulu, nanti kalau kalian mau berantem juga nggak akan Mama larang, tapi makan dulu biar ada tenaga. Mama paling nggak suka berantem waktu makan kayak gini, liat Chika lagi makan," ujar Ema.
Hening di antara mereka, semua mulai makan.
"Terus katanya kamu nemuin Azura, ngapain?" tanya Septi.
"Tidur."
"Hah?"
Semua kaget.
"Kamu nemuin Azura dan tidur?" tanya Ema.
Cakra berdecak kesal. "Udahlah! Jangan bahas Azura lagi! Berhenti nanya ini dan itu!" marah Cakra.
"Liat, gimana orang bisa santai ngadepin dia. Baru nanya Azura dia langsung emosi. Kenapa? Diputusin sama Azura. Wajar sih Cakra, orang kayak kamu, siapa yang mau bertahan?"
"Iya! Aku memang nggak pantas buat siapa-siapa? Nggak akan ada yang bisa bertahan sama aku! Bahkan orang tua aku aja nggak tahan!!" bentak Cakra.