Sebagai tanda terima kasih sepulang sekolah aku mengajak dulu orang yang terlibat dalam pembebasan Sofia untuk mentraktir mereka sedikit jajan. Setibanya ditempat tujuan kami langsung memilih tempat dipinggir dekat dinding kaca yang memperlihatkan keadaan diluar. Dalam satu meja terdapat empat kursi, maka dari itu Abi yang mengalah mencari sebuah kursi agar pas untuk kami berlima. Berlima diantaranya aku, abang, Sofia, Abi, dan kak Dadang.
Masing-masing sudah memesan beberapa hidangan, sambil menunggu kami berbincang ringan untuk lebih mengenal lagi—sedikit menggosip tentang Anne juga sih, hihi.
"Oh, jadi kalian teh dari ibukota?" tanya kak Dadang.
"Yap, gue sama Ratih dari lahir tinggal disana. Kebetulan Bunda kami ada dinas disini juga mau mengurusi cabang butiknya yang baru buka, disini juga," jelas Abang. Sedari tadi tugasku hanya mengiyakan apa yang Abang katakan sambil sesekali mengoreksi jika ada kesalahan. Aku suka sekali dengan Kak Dadang, sifatnya yang humble dengan mudah mencairkan suasana. Abang jadi punya teman mengoceh karena aku perhatikan Kak Abi hanya menanggapi sewajarnya tanpa mau membuka suara.
"Punya hobi apa euy kalian? Nanti kita hang out bareng lah kapan-kapan," ajak Kak Dadang.
"Jangan, hobi Abang balap liar, Kak," selaku sambil meledek Abang.
"Hah, serius?"
Abang menjitakku main-main, "Yeeeee, ya—iyalah lah. Mau cobain? Kira-kira disini ada ngga ya?"
"Ya ada atuh, tapi emang beneran kamu teh suka balap liar? Kok berani?"
Mereka berdua masih terus lanjut membicarakan hobi Abang yang paling membuat pusing kepala Bunda itu, walau waiters sudah datang membawa pesanan tapi tetap saja tidak menghentikan rasa penasaran kakak kelas baruku itu. Aku membagikan makanan ke masing-masing pemiliknya, saat hendak memberikan makanan terakhir aku memergoki netra yang menatapku begitu intens. Meski sudah ketahuan ia terus saja menatapku dengan penuh keingintahuan.
Aku melirik kearah diri takutnya ada noda atau apa pada pakaianku, tapi tidak ada kok, "Kak Abi, ada apa? Ini minumannya."
Setelah ditegur baru ia terlihat tersadar dari aktivitasnya itu, "Ah, maaf. Terima kasih."
Aku bingung dan jadi sedikit ngeri.
"Iya, 'kan?" tanya Abang tiba-tiba membuatku terperanjat.
"Apanya?"
"Lo suka baca buku dan mau jadi penulis 'kan?"
"Eum, iya."
"Tah eta, Abi ajak aja Ratih buat masuk klub kepenulisan itu," ujar Kak Dadang, "Abi ini ketua klub kepenulisan selain jadi ketua osis. Aneh ya bisa menjabat dua jabatan sekaligus, ngga heran sih kalau itu seorang Abiseka," lanjutnya.
Mungkin karena adegan kepergok tadi Kak Abi sepertinya menjadi segan untuk menatapku, ia hanya melirik melalui sudut matanya, "Iya, kalau mau besok saya akan bawakan formulirnya. Kami biasa melakukan agenda pada minggu sore, di perpustakaan kota."
Mendengar nama tempat itu aku langsung antusias, "Oh, yang perpustakaan besar itu?!"
Kak Abi menggangguk.