Prolog

Gistia Rengganis
Chapter #12

Sini Sungkem Dulu

Lima menit berteman dengan sunyi, kami hanya berdiam diri dijalan komplek yang sepi. Aku sudah mempersilahkan kak Abi untuk masuk kedalam hanya saja ditolak halus lantaran akan segera pulang. Namun setelah beberapa saat ia masih saja diam tidak beranjak. Aku sendiri juga bingung harus berbuat apa. 

"Kak suka gue ya?"

Reflek menutup mulut ketika kalimat yang bertumpuk dalam otakku beberapa hari kebelakang keluar dengan sendirinya. Tidak disengaja sungguh. Terlihat dari matanya yang membelalak kak Abi juga nampak terkejut atas apa yang aku katakan barusan. 

Dalam hati aku merutuki diri, iya kalau memang benar ternyata kakak kelasku ini merasakannya, jadi aku tidak akan menjadi orang paling besar rasa. Kalau tidak bisa mati karena malu diusia muda. 

"Iya, saya sudah bilang bukan ditoko buku. Suka kamu, bukan Sofia."

"Eh.... itu betulan?"

"Apa waktu itu saya terlihat bercanda?" tanyanya kepadaku dengan wajah yang serius membuatku kikuk. Padahal tadi tampaknya kak Abi begitu malu-malu, kami sih. 

"Oh, pantas aja sering ketahuan natap gue," lirihku pelan sekali. 

Namun karena bantuan lingkungan yang sepi kak Abi tetap bisa mendengarnya. 

"Maaf, tapi rasanya sekarang dunia saya berpusat padamu, Ratih."

Hey! Jantung jangan berdebar seperti ini. 

Aku bingung bukan main. Pernyataan yang sudah aku rangkai untuk kak Abi bahwa aku telah memilih kekasih, tertahan begitu saja. Jantungku makin berpacu tatkala mata ini malah bertumbuk dengan miliknya. 

Kak Abi mendekat, napasku tercekat. Astaga mau apa dia? 

"Selamat istirahat, Ratih. Sampaikan salam saya pada Gani, ya," ucapnya sambil mengelurkan tangan untuk melepaskan helm yang masih kukenakan. Selanjutnya pergi menjauh meninggalkan aku yang masih membeku. 

"Aish! Jangan-jangan diem nungguin helm, huehueee."

•••

BRAK

Pintu kamarku dibanting kasar oleh kakak. Ia begitu terlihat marah, napasnya memburu. Aku yang sedang menggunakan skincare malam sangat terkejut, baru saja pulang sudah menganggu ketenangan. 

"Gue gak mau tau, awas aja kalau lo masih ada kontak sama Mery atau Dika!" perintahnya dengan tegas. 

Aku menghampiri kakak yang kini tidur diatas kasurku, "Kenapa? Lo mabok lagi, ha? Lo dah janji untuk ngga, Bang!" lalu memukul kakinya. 

"Ngga dek! Kenapa jadi ke mabok sih?"

"Abis ngomongnya kok ngawur?!"

"Cukup dengerin gue aja, dek."

"Ya, kenapa? Kenapa harus dengerin?"

Lihat selengkapnya