Hari ini aku sudah berencana untuk menanyakan kebenarannya pada Sofia.
Aku mendapat tertawaan setelah menceritakan pada Bunda dan Abang selagi kami makan malam. Betul, mana ada di jaman sekarang makhluk sejenis siluman seperti itu. Bukan, aku tetap percaya ada kehidupan lain selain manusia di muka bumi ini. Namun seorang Sofia—yang bahkan baru pertama kali bercengkerama dengannya secara singkat—sama sekali tidak terlihat seperti makhluk menakutkan yang mereka bilang.
Jam pelajaran telah dimulai, Sofia belum juga datang. Atau mungkin dia tidak akan sekolah hari ini. Yang jelas setelah kejadian kemarin, murid lain sama sekali tidak menyapaku. Aku merasa dianggap tidak ada oleh mereka.
Tidak apa. Sudah biasa. Daripada bergabung dengan keanehan.
Mata pelajaran pertama sudah selesai, saat guru meninggalkan kami aku ikut keluar untuk pergi ke toilet. Sepanjang koridor yang kulewati terasa sangat sepi, wajar karena kegiatan belajar mengajar masih berlangsung. Hanya ada beberapa guru yang lewat, murid sekolah ini benar-benar mematuhi aturan. Tidak seperti sekolah lamaku.
Sesampainya di toilet aku segera mencari bilik yang kosong. Disini terasa sumpek sekali dan pencahayaan minim yang hanya berasal dari pancaran sinar matahari melalui celah pentilasi. Bilik paling ujung tertutup sempurna dengan peringatan toilet rusak pada daun pintu. Aku memilih dan segera menyelesaikan urusanku untuk buang air kecil.
Namun, sayup-sayup suara rintihan masuk kedalam inderaku. Pelan sekali sampai merinding dibuatnya. Aku bukan seorang yang penakut tapi ini lumayan membuat detak jantungku terpacu. Berusaha mencari asal suara setelah merapikan seragam, aku keluar bilik perlahan.
"Halo, ada orang?"
Tak ada jawaban tapi suaranya makin terdengar jelas.
"Hei, jangan bercanda lo ya."
Rintihan berganti dengan isakan. Ini sudah diluar kendaliku, aku pergi dengan cepat keluar toilet sampai tak sengaja menabrak seseorang yang kebetulan lewat. Setelah mengatur napasku, aku meminta maaf kepada seseorang yang kutabrak.
"Aduh, maaf gak sengaja."
"Ratih?"
Mendengar namaku disebut aku segara memalingkan pandangan kearahnya. Dia adalah orang yang kala itu bersama Abang. Abi.
"Kak Abi, tolong," pintaku.
"Ada apa?"
"Itu, ada suara aneh di toilet."
Tanpa menunggu respon aku langsung menarik tangan Abi masuk kedalam toilet wanita. Abi berjalan dengan kikuk dibelakang mungkin karena merasa aneh memasuki wilayah yang tidak seharusnya. Tapi rasa penasaranku lebih besar dibandingkan memikirkan bagaimana perasaan lelaki diajak masuk kedalam toilet wanita.
"Kak, dengerin," titahku. Namun aku sadar pandangan Abi menuju pada tangan kami yang tertaut, aku segera melepasnya.