Promise

Hesty Purnamasari
Chapter #1

Perpisahan Terakhir

Dua, tiga, empat, atau mungkin ... sudah sembilan kali. Doris membawa anak gadisnya dengan sabar ke psikolog terbaik di kota ini. Semua dia lakukan agar Smili kembali seperti sedia kala. 

Sejak kejadian waktu itu, tepat satu hari sebelum perayaan ulang tahun Smili yang ke 17 tahun. Ayah dan Ibunya mengajak semua anggota keluarga pulang ke rumah Nini. Ibu ingin, merayakan ulang tahun Smili di kediaman Nini, di Sumatera. 

Awalnya, mereka sangat antusias. Menemui Nini yang sudah lama tak dijumpa. Serta rindu menghirup udara segar di pegunungan Matanglau. Namun ternyata, Rity tak bisa ikut serta dalam moment berbahagia itu. Karena besok, dia harus menyelesaikan ujian terakhirnya. 

Meski Smili memaksanya untuk pergi. Bahkan membuat Rity iri akan hamparan taman pemandangan di Tanjung. Ingin rasanya Rity mengesampingkan ujian itu. Kata Ayah, ujian renang bukanlah hal yang penting. Namun baginya, berenang adalah salah satu kewajiban. Sejak lulus SD, Rity bercita-cita menjadi perenang handal tingkat Nasional. 

Berbagai tropi dan piagam berjejer rapi di ruang tamu, meski baru setingkat kecamatan dan kabupaten. Rity yakin, suatu saat nanti, Negara ini akan bangga dengan prestasi yang akan ia torehkan diajang internasional. Karena itu, dia tak ingin melewatkan ujian renangnya besok, walaupun Ayah setengah memaksa. Rity tetap teguh pada pendiriannya. 

*** 

Hari sibuk itu pun tiba, pagi-pagi sekali rumah Smili sangat bising. Ibunya yang tak henti-henti menyuarakan barang-barang yang takut tertinggal, Smili pun sibuk keluar masuk kamar mandi sebelum berpergian. 

Mereka tak punya kendaraan roda empat. Aktivitas keluarga ini hanya bermodalkan scutermatic berwarna biru yang dipakai secara bergantian. Rity sebagai siswa SMP, pun Ayah tegaskan untuk sekolah dengan kendaraan umum, atau bersepeda. Tentu saja, dia memilih naik bus atau angkot daripada harus menggoes ontel tahun 90an, dengan jarak tempuh kiloan meter. 

Meski demikian, dia dan Smili tak pernah keberatan dengan perintah Ayah. 

Tepat pukul 08.30 WIB, mobil sewaan Doris sudah memanggil-manggil dari kejauhan. Bergegas Doris membuka pintu dan menyeru istrinya untuk mendekat. 

“Sayang ... ayo susun barang-barang! Mobilnya sudah tiba.” Doris memekikkan suaranya dari luar.

“Iya, iya sebentar Sayang!” jawab Nuryanti dari dalam. 

Rity bergegas keluar dari kamar, melihat keadaan, meski sedikit resah masih terselubung dibenaknya. 

Dilema antara ikut dan tetap stay di rumah. Dan pada akhirnya, dia memilih untuk tetap melaksanakan ujian demi meraih impian. 

“Rity, kamu benar tak mau ikut?” ucap Nuryanti disela-sela kesibukkan mengangkat koper dan tas jinging. 

Rity menggeleng pelan. 

Lihat selengkapnya