BOGOR 2011
Malam itu, tepatnya malam setelah acara kelulusan, awalnya Dilara mengira bahwa malam tersebut akan menjadi malam terindah dalam hidupnya. Namun, semuanya tidaklah sesuai dengan yang Dilara bayangkan; ternyata malam itu adalah malam yang paling mengecewakan dalam hidupnya.
Malam di mana awalnya Dilara kira bahwa Sunny akan mengungkapkan perasaan padanya, untuk itulah Dilara menyiapkan dirinya secara maksimal. Bahkan, ia rela meminjam make-up milik mamanya hanya untuk tampil cantik di hadapan orang yang ia suka.
Sejak awal bertemu, tepatnya di lapangan upacara pada tahun 2008, saat itu Dilara datang terlambat karena supir angkot yang terus saja berhenti menunggu penumpang yang padahal pada akhirnya orang tersebut tidak berniat naik angkot tersebut. Di hari itu, Dilara juga lupa membawa dasi dan ikat pinggang. Saat itulah Sunny muncul sebagai penolong. Sunny memberikan Dilara ikat pinggang dan dasi miliknya. Tak hanya itu, bahkan Sunny pula memasangkan dasi kepada Dilara karena Dilara tidak bisa memakainya.
Padahal saat itu adalah saat di mana Kepala Sekolah yang jadi pembina upacara. Jadi, tidak ada sedikitpun kesempatan bagi mereka yang melanggar untuk kabur karena penjagaan begitu ketat di kanan, kiri, depan, dan belakang. Alhasil, Sunny diharuskan berdiri di depan semua siswa sebagai murid yang tidak disiplin.
"Anak laki-laki mah udah gak aneh kalau dihukum, tapi kalau anak perempuan, itu gak pantes dihukum di depan, apalagi perempuannya cantik," goda Sunny kepada Dilara saat ia diperintahkan untuk berdiri di depan.
Betapa bersalahnya Dilara saat itu. Seharusnya, ia yang dihukum, namun kalau bukan karena kejadian tersebut, mungkin saja ia takkan mengenal sosok Sunny, yang ternyata bisa membuat dirinya merasakan sesuatu yang aneh untuk pertama kalinya.
Selama ini, Dilara selalu menunggu Sunny menyatakan perasaannya. Namun, Dilara rasa Sunny takkan pernah melakukannya. Dilara selalu berpikir bahwa perlakuannya selama ini adalah bentuk rasa suka yang Sunny berikan padanya. Namun kenyataannya, apa semua itu? Itulah yang selalu menjadi pertanyaan Dilara.
"Aku mau lanjut studi ke Paris. Ibu Melly sudah memberitahuku kalau ayahku ada di Paris. Aku harap aku bisa bertemu ayahku," ucap Sunny.
Mengetahui keputusan Sunny, betapa hancur hati Dilara. Walaupun ia tahu bahwa alasan Sunny merupakan keinginannya sejak dulu, tetap saja sulit bagi Dilara menerima kenyataannya saat ini.
"Aku tahu ini begitu mendadak, tapi keputusan ini sudah aku ambil saat awal kita naik kelas dua belas. Aku hanya menunggu waktu yang pas untuk memberi tahu kamu."
"Ternyata sudah selama itu kamu mengambil keputusan," ucap Dilara, mencoba menahan air matanya yang sudah benar-benar ingin keluar.