PROMISE

Najma Gita
Chapter #1

SATU

“Cukup itu saja yang perlu diperhatikan dalam libur tengah semester ini," mataku memindahi mereka satu per satu. "PR-nya bertumpuk pun nggak apa-apa. Yang penting jangan sampai terluka atau sakit. Tetap jaga kesehatan, ya?"


"Pak, cepetan dong," teriak mereka tidak sabar. Mata mereka terarah ke luar pintu dan jendela menatap anak-anak kelas lain yang sudah berhamburan di luar kelas.


"Iya, iya," aku tertawa. "Sekarang boleh pulang."


"Hore!"


"Wah, asyik! Bisa main seharian."


Hei, PR kita banyak."


Mendengar celoteh mereka membuatku mengembangkan senyum. 


"Pak," dua orang siswa perempuan menghampiri meja. "Bapak ingat tentang pekan raya, kan? Bapak janji kita pergi bersama, kan?"


Aku tidak melepas senyum, "Iya, Bapak ingat."


"Asyik..." Dia bersorak kegirangan bersama temannya. "Kami pulang dulu, Pak."


"Hati-hati, ya?"


"Iyaa," jawabnya bersamaan, kemudian memutar badan menuju pintu keluar. 


Eh," dia menghentikan langkah. Membungkukkan badan, memungut sesuatu dari bawah meja. "Ada yang jatuh, Pak!"


"Apa?" tanyaku.


"Ini." Dia mengulurkan selembar kertas.


"Terima kasih," ucapku sambil menepuk kepalanya.


"Sama-sama, Pak. Kami pulang dulu." Langkahnya ringan menuju halaman sekolah. 


Mereka masih terlihat melalui jendela kelas. Anak-anak yang berlarian dengan riang itu berusia sepuluh atau sebelas tahun. Wajah mereka ceria menyambut liburan semester sekolah.


Aku hanya tersenyum mendengar pembicaraan mereka di kelas tentang rencana mereka mengisi liburan. Wajah-wajah ceria dan polos mereka membuatku menggali kenangan tentang masa kecil yang tidak semua dapat aku ingat sekarang. Semestinya aku pun memiliki masa anak-anak seperti mereka. Namun, kini hanya seberkas yang masih terkenang. 


Aku menengadah menatap langit. Biru cerah dengan sedikit gumpalan awan berwarna putih. Matahari bersinar garang karena tidak ada awan yang menutupi sinarnya. Sinarnya panas menyengat kulit. Tawa riang anak-anak sudah tidak terdengar lagi. Hampir semuanya sudah meninggalkan sekolah. Hanya tersisa beberapa siswa yang masih menunggu jemputan.


Musim kemarau tahun ini terasa lebih panas. Rasanya sama seperti saat itu. Musim kemarau saat liburan tengah semester saat aku masih kelas 3 SMA. Kenangan masa itu tidak pernah memudar. Masih segar dalam ingatan saat itu akhirnya aku membuat sebuah janji penting.


***


Aku melakukan peregangan ringan setelah empat jam duduk dalam kereta. Rasanya baru tiga tahun aku tidak menginjak tempat ini. Namun suasananya sudah jauh berbeda.


 Aku memandang sekeliling. Ramai orang datang menjemput keluarganya yang baru turun dari kereta. Rasanya orang yang menjemputku belum datang. Aku sudah memberitahu eyang kalau liburan ini aku akan datang. Dan dia bilang akan menjemputku di stasiun. Namun eyang belum kelihatan. Atau mungkin saja eyang meminta tolong orang lain untuk menjemputku, dan dia datang terlambat. Bisa jadi, kan?

Lihat selengkapnya