Suara saluran berita di TV masih terdengar memenuhi ruangan, bercampur dengan musik Mr. Big yang aku putar dari hp dengan volume yang keras. Entah berapa lama sudah aku berusaha untuk memejamkan mata setelah menutup laptopku.
Kucoba untuk tidur, namun entah apa yang membuatku tetap terjaga. Kulihat jam dinding yang suara jarumnya masih terdengar samar-samar di tengah bisingnya musik dan TV yang menyala.
Satu jam sudah, satu jam yang terasa sangat lama saat aku mencoba untuk tidur saja. Sebenarnya hal yang wajar, mengingat hari masih sore, namun perasaan tak enaklah yang membuatku ingin segera memejamkan mata. Berharap saat terjaga nanti aku akan lupa. Namun, tak bisa….
Wajahnya yang menghiasi wallpaper laptopku masih terbayang. Saat kupejamkan mata yang tergambar malah senyumannya, suaranya, candaannya, tertawanya, tangisnya, rengekannya, teriakannya saat marah, semuanya teringat dengan jelas.
Ya, dia, Karen…
Seorang wanita yang selalu di sampingku sampai aku masuk ke penjara. Satu–satunya orang “asing” yang bisa merusak sifat anti sosialku untuk pertama kalinya. Dengannya, aku bisa berbagi semuanya, bisa menceritakan semuanya, dan saat dengannyalah aku bisa merasa lebih nyaman dibanding dengan kesendirianku.
Aku mengenal Karen sejak semester pertama aku kuliah. Nama lengkapnya Karen Putri Mentari. Ya, dia teman sekelasku sejak aku masih menjadi mahasiswa baru. Namun di tahun pertama jarang sekali aku berinteraksi dengannya. Bahkan bisa dibilang saat tahun pertama aku bahkan tidak terlalu tertarik padanya, meskipun Karen termasuk wanita yang lumayan cantik, dengan rambut hitam panjangnya, matanya yang sayu, pipi yang tirus dan gigi gingsulnya yang membuat senyumnya menjadi menarik.
Karen anak yang ramah, walaupun tidak terlalu menonjol, hanya tubuhnya yang tinggi dan kuruslah yang membuatnya menonjol dibanding teman-teman satu gengnya. Dia juga aktif mengikuti kegiatan paduan suara kampus sejak tahun pertama kuliah.
Aku mulai dekat dengan Karen saat pertengahan semester ketiga, ketika itu kebetulan kami berpasangan saat tugas praktikum editing video.
“Jadi, mau bikin konsep kaya gimana nih Bri ?” tanya Karen.
“Gimana ya enaknya… Gimana kalo kita bikin slomo di beberapa bagian, kita sisipi kata-kata yang kita tulis di kertas beberapa bagian, biar beda sama yang lain ?” saranku.
“Kata-kata yang ditulis gimana ? Kita ambil gambar tambahan gitu ?” tanya Karen lagi.
“Iya, kita ambil foto kita baru pegang kertas yang ada tulisannya terus kita sisipin.” Kataku.
“Kaya adegan di film love actually dong ? hahaha… “ ujar Karen.
“Ya, secamam itulah, gimana ?” tanyaku.
“Boleh deh ayo kita coba !” Karen mengiyakan..
Aku ingat waktu itu adalah kuliah praktikum videografi. Aku dan Karen sama-sama mengambil kuliah di Jurusan Komunikasi, dan di awal-awal kuliah kami selalu bersama, sebelum nanti di semester 5 kami mulai terpisah karena aku mengambil konsentrasi Advertising sedangkan dia di Broadcasting.
Saat itu kebetulan ada tugas praktikum editing video tentang promosi tempat wisata, dan entah kenapa kelompok yang dibuat hanya beranggotakan masing-masing dua orang, itupun ditentukan dengan sistem undian, dan yah begitulah takdir awal mempertemukanku dengan Karen dalam satu kelompok praktikum.
Masih jelas teringat waktu itu kami mempromosikan salah satu Museum sebagai destinasi wisata edukatif. Berbekal handycam yang kami sewa di tempat rental kami berdua seharian mengambil gambar dan mewawancarai pengunjung dan pengurus di museum tersebut, dan besoknya segera kita edit berdua di lobi kampus.
“Berarti kita harus pergi ke museum lagi dong buat ambil gambar ?” tanya Karen.
“Ga usah, di sini aja juga bisa, pake kamera hp, backgroundnya pake dinding sebelah sana aja, kan bersih tuh. Lagian yang lebih disorot ke tulisannya kok” ujarku.
“Okeee. Jadi mau ambil gambar sekarang aja ? Nulis kata-katanya apaan nih ?” kata Karen.
“Ntar kita pikirin bareng. Aku beli kertas HVS dulu sama spidol di fotocopian belakang ya.” Kataku.
“Okeee, I wait ya !” kata Karen.
“Sambil pikirin kata-katanya ya. Haha…” Kataku sambil berlalu.
Hari itupun kami habiskan berdua untuk mengedit video kami hingga sore harinya kami sudahi karena Karen harus pulang karena ada urusan.
“Besok kita lanjutin lagi ya, habis kuliah Bu Ratna, oke ?” ajak Karen.
“Okee. Paling besok bisa kelar, tinggal kasih background musiknya aja. Nanti di rumah aku bisa beresin editing yang ini tadi.” Kataku.
“Okee.. see ya tomorrow Bri !” kata Karen sambil berlalu meninggalkanku.
Esoknya kami kembali mengerjakan editing video kami di lobi kampus setelah kami melewati dua kelas pagi, jam 07.30 dan jam 10.30.
“Bosen banget deh kalo kelasnya Bu Ratna, teorinya banyak banget” keluh Karen.
“Haha… iya sih, tapi Bu Ratna baik lho orangnya. Aku denger-denger anak semester atas yang mau skripsi pingin dia jadi dosbingnya, soalnya baik dan gampang ditemuin.” Kataku.
“Emang gitu ya ? waah.. ntar kalo skripsi semoga dapet dia deh jadi dosbing aku” kata Karen.
“Tapi skripsi masih lama kali, sekarang selessaiin praktikum dulu haha…” ujarku.
“Iyaaaa. Mana-mana video yang kemarin ?” tanya Karen.
“Nih, udah selesai aku edit, tinggal masukin musiknya aja. Kamu liat dulu deh.” Kataku sembari menunjukan file video yang kemarin aku selesaikan.
Karen menyimak video yang aku putar di laptop dengan seksama. Aku memperhatikan ekspresinya yang serius, dan terkadang dia tersenyum dan tertawa kecil. Aku akui, aku sebenarnya mulai terpesona olehnya waktu itu.
“Wiiihhhh….. bagusss !” kata Keren.
“Enaknya background musiknya pakai apa ya ?” tanyaku.
“Pake yang instrumental aja, lebih cocok” Karen menyarankan.
Kamipun mencari musik-musik instrumental dan kami download di laptop lalu coba kami dengarkan satu-persatu. Cukup lama kami memilih hingga menemukan yang cukup bagus.
“Yang ini enak nih, nuansanya cocok, bassnya kerasa juga, keren kaya bassnya Billy Sheehan gitu suaranya.” Kata Karen.
“Iya juga sih, aku juga suka. Apa yang ini aja ya ?” tanyaku.
“ini aja deh, videonya juga udah bagus, tinggal dipasin aja” ujar Karen.
“Okee, fix ya ?” tanyaku.
“Fix, ini aja, ntar kita liat hasilnya.” Kata Karen mengiyakan.
“Btw kok kamu tahu Billy Sheehan segala ? emang suka dengerin Mr. Big ?” tanyaku.
“Suka bangettt tau ! kenapa emang ?” Karen menjawab dengan bersemangat.
“Haha… ga kok, heran aja ada cewe jaman sekarang yang suka Mr. Big.” Kataku.
“Aku suka band-band 90 an awal kaya gitu, aku juga suka Bon Jovi, Whitelion, Firehouse gitu. Tapi lagu-lagunya Bryan Adams aku juga suka, pokoknya yang era-era itulah.” Kata Karen.
“Wow, bagus banget selera musik kamu” pujiku.
“Haha… aneh ya tapi ?” tanyanya.
“Ga aneh sama sekali, malah keren ! dan aku juga suka lagu-lagu yang kamu sebutin tadi, suka aku mainin” Jawabku.
“Kamu main musik ?” tanyanya.
“Main gitar doang sih, sama bass juga” jawabku.
“Kenapa ga gabung ke UKM musik aja ?” tanyanya.
“Ga, males aku kalo jadi banyak kegiatan. Hehe… kamu anak UKM musik emang ?’ tanyaku.
“Bukan sih, tapi aku ikut UKM Padus” jawabnya.
“Oohhh anak Vocalista toh ?” kataku.
Cresent Vocalista adalah nama dari kelompok paduan suara di kampusku. UKM paduan suara kampusku memang bisa dibilang sebagai salah satu UKM yang paling berprestasi dibanding UKM yang lain. Vocalista sering sekali mengikuti kompetisi paduan suara baik di dalam maupun di luar negeri, salah satu prestasinya adalah menjuarai kompetisi paduan suara yang diadakan di Taiwan beberapa tahun lalu. KArena itulah anggota UKM Vocalista pasti memiliki suara yang bagus, karena itu salah satu syarat wajibnya bagi mahasiswa yang ingin bergabung.
“Iyaaa… eh kapan-kapan bawa gitar dong, di Lab Broadcast sering ada acara akustikan lho, kan ada studio di sana. Ntar kamu gitar aku nyanyi haha…” ajak Karen.
“Iya deh besok kapan-kapan. Sekarang kita selesaiin ini dulu, udah beres nih, tinggal di review.’Kataku.