Promise, That You'll be Promise Me

Andhika Rivani
Chapter #5

Arpegio Verdict

Hari ini cerah, sepertinya, setidaknya itu yang terlihat dari balik selku. Kukancingkan bajuku sembari menatap keluar. Udara hari itu juga terasa berbeda, terasa lebih bersih, aroma embun samar-samar menyeruak menyusup ke rongga penciumanku. Setidaknya itu yang aku rasakan. Sejenak ku duduk dan berdoa, kuharap hari ini akan jadi hari yang baik.

Hari ini adalah hari sidang vonisku. Setelah menjalani berbagai pemeriksaan dan persidangan. Setelah melalui banyak drama saling debat, yah tidak sedramatis sidang salah satu kasus pembunuhan yang dulu pernah aku tonton di televisi, tapi karena ini sidangku, rasa tegang dan emosionalnya jauh berkali-kali lipat daripada menonton sidang orang lain di televisi.

Hari ini adalah masa dimana perjuangan kami ditentukan. Segala hal telah kami lakukan, terutama Anton dan Karen. Apa yang mereka lakukan membuatku kembali bersemangat, walaupun aku juga tak tega karena aku tahu, apa yang mereka lakukan sangat-sangat melelahkan dan sangat menguras tenaga, waktu, biaya dan emosi mereka.

Sudah sekitar empat bulan aku mendekam di Rutan ini. Mungkin ini akan menjadi hari-hari terakhirku di rutan. Aku tidak mengharap vonis bebas, karena aku rasa itu hal yang hampir tidak mung kin terjadi, namun aku berharap bisa mendapat vonis yang ringan. Satu atau dua tahun mungkin maksimal, dan sudah dipotong masa tahanan, mungkin hanya akan jalan setengah hingga satu setengah tahun.

Setelah dijatuhkan vonis kepadaku, tak lama kemudian aku pasti akan dipindah ke Lapas. Ya, rutan hanyalah tempat dimana aku ditahan selama proses hukum berlangsung, setelah jatuh vonis aku akan dioper ke Lapas. Setidaknya seperti itulah yang aku ketahui.

Di Rutan ini aku menempati sel di Blok A7. Sedikit gambaran, di rutan itu terbagi atas beberapa blok, dimana tiap-tiap blok berisi puluhan kamar sel. Aku tidak tahu berapa tepatnya jumlah kamar di tiap blok, yang jelas puluhan. Tiap blok itu sendiri dipisah-pisah berdasarkan kasusnya, Blok A dan B merupakan kasus Narkoba, Blok B hingga D Adalah kasus kriminal umum seperti pembunuhan, pencurian, perampokan, atau pemerkosaan, sedangkan blok S berisi para tahanan kasus kriminal khusus, seperti koruptor dan teroris. Yah, setidaknya aku cukup bersyukur juga ada pembagian seperti itu, setidaknya aku tidak satu kamar sel dengan para tahanan kasus pembunuhan. Selain blok-blok tersebut, ada lagi satu blok khusus, blok ini berisi sel isolasi, sel ini adalah kamar isolasi bagi mereka yang melakukan pelanggaran atau berbuat onar di dalam tahanan.

Satu kamar berisi belasan hingga dua puluh orang napi. Banyak bukan ? Ya, karena setahuku hampir semua tahanan di negeri kita tercinta ini over capacity. Bisa kamu bayangkan bagaimana cara kami tidur di dalam kan ? Sudah pasti sumpek.

Awal aku masuk di sini, aku sangat syok. Bisa dibayangkan kan, aku yang biasanya tidur sendirian di kamarku yang sepi, sekarang harus berbagi satu ruangan dengan empat belas orang lainnya. tambah lagi dengan sifatku yang benci keramaian, sekarang aku harus berada di keramaian dalam tiap detik hidupku.

Aku ingat saat pertama kali datang ke sini, bagaimana sambutan dari para penghuni kamar tahananku yang awalnya aku kira bakal penuh dengan kekerasan dan bullyan seperti di film-film, ternyata tidak separah itu. Satu pertanyaan yang pasti didapatkan oleh napi baru adalah : “Masuk gara-gara kasus apa lu ?” atau “Lu bandar ato make ?” 

Begitu pula awal aku masuk ke Rutan, pertanyaan itulah yang aku dapatkan, aku ingat saat itu salah satu tahanan yang berada satu sel denganku bertanya padaku. 

“Wah anak baru nih, ketangkep make di mana lu ?” Tanya salah sati tahanan.

 “Gue ga make !” Jawabku singkat.

 “Wah santai bos, kalo ga make berarti lu bandar ya ?” Ujarnya lagi.

“Alamat penghuni lama nih.. Hahaha….” Sahut tahanan lainnya.

“Gue, ga make, gue juga bukan bandar ! Gue cuma dijebak !” Balasku.

“HAHAHAHAHAHAHAHAHA………..” Para tahanan di sel itu tertawa bersamaan.

“Heh bos, cara ngeles lu itu bocah banget.. ! Kalo lu udah masuk sini udah ga ada cerita dijebak ato apa, lu masuk sini, ada BB, udah pasti lu kena !” Kata salah satu tahanan.

“Lu kalo udah masuk sini ga usah banyak alasan, ga akan dipercaya juga. Kalo lu tangkap tangan, udah pasti lu ga bisa ngelak, mau lu dijebak beneranpun udah percuma, ga akan lu dibebasin.” Sahut tahanan lainnya.

“Udah nikmatin aja waktu lu disini, paling beberapa tahun, di sini lu tinggal sama makan gratis, ga usah lu mikir bayar listrik, air, segala macem. Tinggal tidur sama makan. Kuatin aja badan lu.” Seloroh yang lain lagi.

“Pusing dia pasti ! Hahaha… tapi tenang aja, ntar lama-lama juga biasa sama lingkungan kaya gini.” Sahut yang lain lagi.

“Kenalin, gue Rizal, tuh mereka si Jaka, Bari, Hendra, Timo, Toni, yang gendut itu Untung, terus… ah lu tanya sendiri aja, kebanyakan orang di sini ! Nama lu siapa ?” Tanya salah satu tahanan sembari mengenalkan dirinya dan beberapa tahanan lain.

“Gue Brian….” Jawabku.

“Keren juga nama lu. Haha…. Terus gimana ceritanya lu masuk sini ?” Tanya Rizal lagi.

Akupun menceritakan kronologi bagaimana aku bisa tertangkap dan masuk ke penjara ini. Aku menceritakan kejadiannya, namun aku tak menceritakan latar belakang mengapa aku melakukannya, aku pikir kenapa harus aku ceritakan hal pribadi seperti itu kepada orang yang baru aku kenal ? 

“Kok lu bego banget sih ?” Tanya Hendra.

“Iya, gue juga heran, jangan-jangan karangan lu aja itu, sebenernya udah biasa nganter lu ? Hahaha….” Seloroh Jaka.

“Gue kaga bohong, emang kaya gitu kejadiannya.” Jawabku.

“Itu temen yang minta tolong sama lu udah deket banget apa gimkana ? Kok bisa lu ga curiga sama sekali ? Jaman sekarang bos, ga mungkin orang kasih lu duit besar Cuma buat anterin barang, ga ada orang baik kaya gitu !” Ujar Rizal.

“Yang kaya gituan mah paling Cuma ada di sinetron TV tuh !” Untung yang dari tadi diam ikut menambahkan.

“Ga bro… gue kaga deket sama dia, malah jarang ketemu. Cuma waktu itu ga tau aja gimana bisa gue percaya, udah buta sama duitnya mungkin gue….” Jawabku.

“Nah itu yang gue bilang bego ! Udah tau itu barang aneh, masih mau aja lu.” Ujar Hendra. 

“Paling lagi butuh duit ini bocah.. kalo diliat masih anak kuliahan ini bocah, bener kan ?” Bari, yang terlihat paling tua di sel ini ikut berkomentar.

“Iya…. Gue masih kuliah.” Jawabku.

“Butuh duit buat apa lu ? Bayar kuliah ? Bayar kosan ? Bayar utang ? Ato buat makan ? Kalo buat makan sih, udah bener lu masuk sini, bisa makan gratis ga usah mikir bayar lu ! Hahaha…” kata Untung mengejekku.

“Ini orang pikirannya makan doang !” Ujar Hendra.

“Iya, lagi butuh duit gue, buat bayar kuliah.” Aku menjawab asal.

“Kaga dibayarin sama orangtua lu bos ?” Tanya Rizal.

“Gue udah ga punya orang tua, mereka udah meninggal, gue cuma tinggal sama adik gue doang.” Aku menjawab.

“Waduh sorry bos, susah juga hidup lu ya.” Kata Rizal lagi.

“Tapi percuma dong sekarang, lu masuk sini, kuliah lu jadi stop dong, padahal udah dibela-belain ngurir.” Kata Jaka.

“Ya mau gimana lagi….” Jawabku pasrah. 

Aku sudah tak bisa memikirkan bagaimana nasib kuliahku setelah ini, hampir pasti aku pasti di DO. Jika tidakpun, bagaimana aku bisa mengurus segala sesuatu administrasinya, sudah jelas kuliahku berantakan, bahkan terhenti setelah ini, begitu juga dengan amsa depanku, entah bagaimana masa depanku setelah ini.

“Gue ikut sedih dengernya bos, tapi ya gimana, udah nasib, terima aja bos.” Ujar Rizal.

“Terima kasih buat empatinya…” Jawabku.

“Ya udah selamat datang bro, gabung bareng kita.” Kata Hendra.

“Iya, jalanin aja bos. Anggep aja lagi di asrama, lagi sekolah di sini. Hahaha…” Ujar Rizal.

“Kapan jadwal sidang lu bro ?” Tanya Jaka.

“Eh si bego, ya belum taulah dia, baru juga masuk sini hari ini.” Ujar Bari.

“Iya, belum tau… Semoga aja cepet, dan semoga gue bisa cepet bebas…” Ujarku.

“Yah bos gue aminin aja deh, walo gue juga tau kalo itu kaga mungkin, pasti kena setaun dua tahun paling cepet kalo pengacara lu jago.” Ujar Rizal.

“Makasih” Jawabku singkat.

Begitulah pengalaman hari pertamaku masuk ke Rutan, setelah dipindah dari ruang tahanan di Polres. Aku benar-benar baru merasakan pengalaman di Rutan saat itu, termasuk pen galaman pertamaku menikmati makan nasi cadong.

“Bos, jam makan, kita ke ruang makan dulu bos.” Ajak Rizal.

Ya, di Rutan kita tidak melulu di dalam sel. Yang aku bayangkan sebelumnya aku bakal menghabiskan seluruh waktuku di dalam sel, namun saat siang hari sel kami dibuka dan kami diperbolehkan keluar, walau hanya terbatas di dalam Blok kami saja, tidak boleh pergi ke Blok lain.

Saat di luar sel, kami berkewajiban untuk bersih-bersih dan mengikuti kegiatan harian seperti olahraga dan senam. Selain itu para tahanan juga diperbolehkan untuk pergi ke masjid untuk beribadah dan juga ke ruang makan saat jam makan tiba.

Untuk pertama kalinya aku memasuki ruang makan itu. Ruangan yang luas dengan meja dan kursi berderet tertata rapi di sana. Untuk pertama kalinya juga aku merasakan makanan penjara di atas piring besi, seperti yang pernah aku lihat di film-film, tetapi dengan menu yang tidak semewah di film-film yang selalu digambarkan lengkap dengan ayam dan daging sebagai lauknya.

Aku melihat nasi cadong di hadapanku dengan menu nasi, sayur sawi, dan tempe goreng lengkap dengan segelas air putih. 

“Kenapa bos ? Lu nyari ayam ya ? Kaga ada bos !“ Ujar Rizal.

“Udah nikmatin aja, yang penting kan kenyang bos !” Tambahnya.

Aku bukan tidak mau makan karena mempermasalahkan menu makanan yang ada, namun memang karena aku tak nafsu makan karena kasus ini.

“Makan aja bro, ga usah nuntut banyak-banyak, udah untung bisa makan gratis !” Kata Hendra.

“Lagi ga nafsu bro…” Jawabku.

Lihat selengkapnya