Cuaca mendung pagi itu. Awan kelabu tampak menutupi langit yang seakan menyuruhku untuk tidak beraktifitas dan kembali ke balik selimut hangatku. Aku masih berdiri di depan jendela, menatap keluar dan sesekali melihat ke layar hpku.
“Jadi pergi ga ya ?” gumamku.
Keraguan mulai menyelimuti pikiranku, di satu sisi aku ingin pergi, karena dari semalam aku memang sudah berniat untuk itu. Namun, di satu sisi lainnya aku tahu ini hanya hal yang sia-sia, ditambah lagi cuaca yang tidak mendukung, sampai di pantai saat cuaca buruk jelas bukan hal yang bagus, apalagi untuk melakukan hal yang sepertinya akan sia-sia.
“Nanti dulu deh, konyol juga ke pantai hujan-hujan, nyari penyakit aja” gumamku mencoba rasional.
Aku bergerak menuju meja kerja di kamarku, membuka laptop dan mencoba mengalihkan perhatianku, mencoba untuk mengalihkan pikiranku.
Baru aku nyalakan dan menunggu proses booting laptop aku meraih hpku. Aku mengecek WA dan masih berharap akan ada balasan dari Arin.
Tapi tidak ada juga.
Sampai detik ini.
Aku menyandarkan punggungku pada sandaran kursi kayuku. Mencoba untuk mengalihkan pikiranku atas semua ini. Sempat teringat kembali kata-kata Tian semalam yang menyuruhku untuk bisa move on.
Ya, saran Tian sebenarnya adalah saran yang paling rasional daripada masih memikirkan Karen. Maksudku, apa yang kau harapkan dari seorang wanita yang dulu sudah aku suruh pergi ? aku bahkan tidak tahu apakah dia masih sendiri atau tidak. Bisa saja dia sekarang sudah menikah dan bahkan sudah punya anak dan sudah hidup bahagia bersama keluarga kecilnya. Bahkan jikapun dia masih sendiri, apa yang bisa aku tawarkan padanya ? aku masih tidak punya apa-apa, panggilan wawancara kerja saja sampai detik ini belum ada yang masuk ke emailku.
Sebenarnya melanjutkan ini semua hanya memaksakan egoku, namun entah mengapa aku merasa tidak tenang apabila belum mendapat kepastian bagaimana keadaan Karen sekarang. Mungkin ini semua juga berakar dari rasa bersalahku kepadanya, aku setidaknya ingin memastikan bagaimana kondisinya sekarang. aku hanya ingin memastikan dia sudah bahagia sekarang.
Yah begitulah kiranya pembelaan diriku, sebuah pembenaran atas segala sanggahan atas rasionalitasku.
Aku kembali menatap layar hpku, membuka kontak WAku, membuka grup Melocoustic. Aku sudah kembali bergabung di grup WA mereka, semalam Nilo memasukkan kontakku ke dalam grup. Sesuai saran Tian, aku mencoba melihat kontak-kontak para anak baru di komunitas, termasuk Grace, yang memang aku akui menjadi salah satu yang paling menarik penampilannya di komunitas saat ini.
Aku membuka kontaknya, sekilas aku memandang foto ava di kontak Wa nya. Memang Grace mempunyai paras yang cantik, paras khas Asia Timur dengan mata yang kecil, rambut yang panjang, pipi tirus dan penampilannya yang fashionable memang membuatnya sangat menarik. Sekilas penampilannya mirip Laura Basuki saat muda dulu.
Aku simpan kontak Grace, kemudian aku mencoba untuk menyapanya. Aku ketik kata-kata sapaan di hpku, namun saat akan aku kirim, entah kenapa aku mengurungkan niat untuk itu. Aku hapus kembali pesan itu.
Aku tutup hpku dan beralih ke layar laptop. Aku membuka file-file lama, entah apa tujuanku, aku hanya ingin mengalihkan pikiranku dari hal tentang Karen sekarang.
Aku membuka folder foto, dan menemukan foto-foto jaman kuliah di laptopku. Foto-foto saat ospek maba, juga video tentang makrab waktu itu. Sedikit hiburan melihat foto-foto dan video konyol di masa lalu. Aku membuka folder lain, kali ini ada foto-foto lama Melocoustic. Baru dua foto aku lihat, langsung aku tutup kembali folder itu. Aku tahu akan ada foto Karen di sana
Aku melanjutkan eksplorasi folder-folder lama di laptopku dan menemukan folder “Song”. Aku buka folder itu, aku tahu folder itu berisi lirik-lirik lagu yang aku tulis dulu. Aku cukup rajin menulis lirik lagu pada waktu itu, beberapa bahkan sudah jadi. Namun, lagu-lagu itu tak pernah aku bawakan saat tampil dengan Melo, hanya aku mainkan sendiri, atau dengan Karen.
Well, ternyata lima tahun berlalu banyak juga lirik-lirik lagu buatanku yang aku lupa. Aku buka file lagu itu satu persatu, membuatku cukup tenggelam dalam suasana baru, hingga…..
Aku membuka satu file yang hanya berjudul “fix”. Saat aku buka, aku baru sadar itu adalah lirik lagu yang ditulis oleh Karen. Ya, sebuah lagu berjudul Face It All.
Sempat langsung akan aku tutup file itu, namun urung aku lakukan. Aku mulai membaca kembali lirik lagu itu.
****************************************************************************************************************************************
FACE IT ALL
Hello there….
How are you today…
Seems like grey clouds around the sky..
Is it will be a good day ? or the bad ones ?
Little step….
Get me closer to the window…
Looks rain drops in a empty street…
Shall I smile ? What should I do ?
Sometimes you scare and feel you are weak..
But pretend everything is ok eventough you want to cry..
No.. you don’t need to pretend, you actually strong and yeah, you’re allright..
You’re not alone, we can face it together...
Face and bleed, surely the rain will draws a rainbow..
When the sun’s set, no more tears…
We make it together..
No matter what, we can trough this..
If we can struggle, no one can stop us..
When you fall, I’m here to get you up..
When I’m bleed, you’re here to heal the wound..
Together we can face it all..
****************************************************************************************************************************************
Entah mengapa lirik itu begitu membekas di hatiku, buyar sudah niatan untuk mengalihkan pikiranku dari Karen. Terbayang kembali memori saat aku berdua mengerjakan lagu ini, aku menambahkan beberapa bagian lirik dan kami beruda mencari chord dan nada untuk lagu ini, dan aku ingat ini salah satu lagu yang kami diskusikan di pantai waktu itu.
Aku beranjak dari kursiku, berjalan menuju tempat tidur dan meraih gitar allegroku. Di luar, perlahan mendung mulai berubah menjadi rintik hujan, gerimis, dan beberapa saat kemudian mulai menjadi deras.
Kuletakkan jari jemariku di leher gitarku dan mulai memainkan lagu itu. Gemericik air hujan di luar sana seakan semakin membuatku terbawa suasana lagu ini yang entah kenapa bisa sangat aku hayati.
Sekali….. dua kali….. entah berapa kali lagu itu aku mainkan ulang hingga hujan perlahan berhenti. Di sela gerimis yang mulai mereda, terlihat langit mulai membuka tirainya dan sekilas terlihat pelangi di ujung sana. Entah mengapa cuaca hari itu sangat persis lagu yang kami tulis ini.
Kuhentikan petikan gitarku, sejenak aku merenung, aku merasa aku harus pergi. Aku memasukkan gitarku ke dalam tasnya dan beranjak bangun dari tempat tidurku. Aku meraih hpku dan sejenak kembali memeriksa WA dari Arin, masih tidak ada jawaban.
Aku mulai mengetik pesan kepada Arin.
“Rin, bisa minta tolong sampaikan pada Karen, hari ini aku pergi ke pantai, kalau bisa aku tunggu di sana ya” aku mulai mengetik pesan pada Arin.
“Aku ga punya kontak Karen yang baru, akupun ga tau dia sekarang gimana kabarnya.”
“Aku tau, aku punya banyak salah sama kalian, terutama pada Karen, tapi aku ga ada maksud apapun, aku cuma ingin bertemu dengannya dan tau kabarnya”
“Sudah, hanya itu dan aku tidak akan muncul lagi di kehidupan kalian”
“Terima kasih buat semua kebaikan dan bantuan kalian selama ini”
“Kalau bisa, sekali lagi aku minta tolong untuk sampaikan pada Karen.”
“Makasih banyak sebelumnya Rin” kata-kata itu terlontar begitu saja dalam chatku dengan Arin.